Insentif Baru Pemerintah Tidak Efektif Redam Covid-19

Kamis, 19 Maret 2020 - 09:13 WIB
Insentif Baru Pemerintah Tidak Efektif Redam Covid-19
Insentif Baru Pemerintah Tidak Efektif Redam Covid-19
A A A
JAKARTA - Pemerintah baru saja mengeluarkan paket Stimulus Penanganan Dampak Covid-19 sebagai alat agar sektor riil tetap bergerak. Paket stimulus kedua ini terdiri dari 4 stimulus fiskal, 4 stimulus non-fiskal, dan stimulus sektor keuangan.

Peneliti Indef Ariyo DP Irhamna mengatakan, insentif yang baru saja diumumkan oleh pemerintah tidak akan efektif untuk meredam tren Covid-19. Sebab, dalam paket insentif tersebut pemerintah hanya mencoba untuk mengurangi dampak ekonomi dari Covid-19.

"Padahal insentif harus diarahkan untuk mengatasi inti masalah, yakni penyebaran Covid-19. Artinya, jika pemerintah hanya memprioritaskan dampak ekonomi, bukan mengatasi penyebaran Covid-19, maka hal tersebut akan sia-sia," ujar Ariyo di Jakarta.

Pasalnya, Covid-19 dapat menjangkit siapa saja tanpa mengenal kondisi kesehatan, status, dan lain lain. Dia membeberkan, Covid-19 sudah menjangkit beberapa olahragawan profesional dunia dan pejabat di berbagai negara. Di Indonesia Menteri Perhubungan sudah terjangkit positif, artinya siapapun dapat terjangkit Covid-19. Oleh sebab itu terang dia kebijakan atau insentif investasi yang dikeluarkan harus mendorong pengurangan penyebaran Covid-19 serta peningkatan imunitas.

Dalam kebijakan investasi, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dapat mewajibkan investor existing untuk melakukan disinfektan pabrik, kantor atau lokasi investasi setiap hari, pengecekan kesehatan (temperature check) berkala kepada karyawan/staf, menyediakan hand sanitizer di semua pintu masuk gedung dan ruangan kantor, dan rotasi penugasan karyawan yang kerja di kantor, serta menunda kegiatan aktivitas keramaian seperti outing, serta social distancing.

Selain itu, BKPM dan Kementerian Ketenagakerjaan perlu menyusun pola komunikasi digital dari existing investor kepada pemerintah terkait karyawan yang positif atau suspected Covid-19.

Menurut dia, untuk promosi investasi, BKPM harus memprioritaskan investasi sektor farmasi dan alat-alat kesehatan, serta menggunakan video confrence dalam melakukan business meeting. Sehingga penyebaran Covid-19 dapat dikendalikan dan aktivitas ekonomi segera recover.

"Saya ingin mengingatkan bahwa kesehatan merupakan aspek penting bagi ekonomi, sehingga ke depan pemerintah perlu memberikan prioritas terhadap aspek kesehatan, bukan omnibus law atau proyek pindah ibu kota," ungkap dia.

Sementara itu, untuk saat ini masih terlalu dini jika mengukur dampak lockdown ke ekonomi domestik, mengingat data statistik BPS di Februari baru dirilis 16 Maret. Namun, menurut dia, yang akan pengaruh ke inflasi sebab pasokan barang barang impor akan terganggu sedangkan demand meningkat, selain itu akan mendekati bulan ramadhan.

"Saya rasa dampak ke ekonomi tidak bisa dihindarkan, sehingga kebijakan yang perlu didorong adalah untuk mengurangi penyebaran Covid-19 dan meningkatkan kapasitas pelayanan kesehatan," ungkap Ariyo.

Peneliti Indef Ahmad Heri Firdaus menambahkan, terjadinya shock dalam jangka pendek tetap pasti akan terjadi. Namun, yang paling penting adalah bagaimana upaya pemerintah agar lebih cepat dalam mengembalikan kondisi stabil dengan memitigasi dampak negatif dan mengoptimalkan peluang yang ada.

Dia menegaskan, stimulus dari pemerintah belum lengkap karena terkesan hanya meringankan beban (PPh holiday) dan upaya non fiskal (kemudahan prosedur adm tata niaga). Namun tidak mendorong supaya bagaimana Indondsia dapat memanfaatkan peluang yang ada.

"Sebenaranya di tengah penurunan ekspor dan kinerja industri yang sulit, potensi peluang terbesar adalah di pasar dalam negeri. Bagaimana pemerintah harusnya dapat memberikan kesempatan kepada industri untuk meningkatkan market sharenya di pasar dalam negeri," beber dia.

Dengan demikian, momentum saat ini merupakan tepat untuk memperkuat struktur industri, membangun industri bahan baku, memperbaiki supply chain di dalam negeri dan mengamankan pasar dalam negeri dari serbuan impor barang konsumsi sehingga strategi subtitusi impor bisa berjalan.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5332 seconds (0.1#10.140)