Ekonom: Belanja Kesehatan Bisa Jadi Lokomotif Ekonomi di Tengah Wabah
A
A
A
JAKARTA - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dradjad H Wibowo menyebutkan terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2020 terkait realokasi anggaran untuk penanganan corona sudah tepat. Hanya saja ia mengingatkan, alokasi anggaran itu harus tepat sasaran.
"Sasaran pertama, alat-alat kesehatan seperti media ventilator, ruang isolasi, APD (Alat Pelindung Diri), dan seterusnya. Itu harus ada alokasi dana cukup besar ke sana," jelas Dradjad di Jakarta, Selasa, (24/3/2020).
Ia melanjutkan, di tengah ancaman wabah seperti ini, salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan ekonomi yakni lewat belanja kesehatan masyarakat secara besar-besaran. "Ini bisa jadi kompensasi penurunan ekonomi yang terjadi di berbagai sektor termasuk pariwisata, tranportasi, dan lainnya," katanya.
Dradjad menambahkan, belanja kesehatan tersebut harus dihitung sekaligus dibuat modelnya, supaya tahu berapa banyak yang dibutuhkan. "Jika belanja dilakukan untuk perkuat sektor rumah sakit dan puskesmas, itu akan ada tetesan belanja yang meningkatkan demand, produksi alat kesehatan seperti masker dan hand sanitizer pun ikut kuat," jelasnya.
Maka, ia menyarankan agar medical spending atau healthy spending bisa menjadi lokomotif ekonomi. Dengan begitu perekonomian nasional dapat diselamatkan. Dradjad pun menegaskan, perekonomian bisa diselamatkan, jika wabahnya dicegah supaya tidak sampai meledak.
"Banyak kalangan katakan ekonomi harus segera diselamatkan, karena itu kita nggak perlu lakukan tindakan kesehatan masyarakat yang restruktif. Sebagai ekonom, saya anggap pernyataan keliru, coba lihat di China, Iran, dan Italia. Perekonomian di berbagai daerah mereka yang terjangkit wabah otomatis berhenti," tuturnya.
Maka, lanjut dia, pelajaran yang bisa diambil dari ketiga negara itu adalah, jika wabah gagal dicegah, ekonomi akan berhenti, atau tetap bergerak namun jauh berkurang. "Sehingga tidak ada lagi sisi ekonomi yang bisa diselamatkan," jelasnya.
"Sasaran pertama, alat-alat kesehatan seperti media ventilator, ruang isolasi, APD (Alat Pelindung Diri), dan seterusnya. Itu harus ada alokasi dana cukup besar ke sana," jelas Dradjad di Jakarta, Selasa, (24/3/2020).
Ia melanjutkan, di tengah ancaman wabah seperti ini, salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan ekonomi yakni lewat belanja kesehatan masyarakat secara besar-besaran. "Ini bisa jadi kompensasi penurunan ekonomi yang terjadi di berbagai sektor termasuk pariwisata, tranportasi, dan lainnya," katanya.
Dradjad menambahkan, belanja kesehatan tersebut harus dihitung sekaligus dibuat modelnya, supaya tahu berapa banyak yang dibutuhkan. "Jika belanja dilakukan untuk perkuat sektor rumah sakit dan puskesmas, itu akan ada tetesan belanja yang meningkatkan demand, produksi alat kesehatan seperti masker dan hand sanitizer pun ikut kuat," jelasnya.
Maka, ia menyarankan agar medical spending atau healthy spending bisa menjadi lokomotif ekonomi. Dengan begitu perekonomian nasional dapat diselamatkan. Dradjad pun menegaskan, perekonomian bisa diselamatkan, jika wabahnya dicegah supaya tidak sampai meledak.
"Banyak kalangan katakan ekonomi harus segera diselamatkan, karena itu kita nggak perlu lakukan tindakan kesehatan masyarakat yang restruktif. Sebagai ekonom, saya anggap pernyataan keliru, coba lihat di China, Iran, dan Italia. Perekonomian di berbagai daerah mereka yang terjangkit wabah otomatis berhenti," tuturnya.
Maka, lanjut dia, pelajaran yang bisa diambil dari ketiga negara itu adalah, jika wabah gagal dicegah, ekonomi akan berhenti, atau tetap bergerak namun jauh berkurang. "Sehingga tidak ada lagi sisi ekonomi yang bisa diselamatkan," jelasnya.
(fjo)