Lockdown Harus Diantisipasi Pelaku Pasar Saham

Minggu, 29 Maret 2020 - 05:12 WIB
Lockdown Harus Diantisipasi Pelaku Pasar Saham
Lockdown Harus Diantisipasi Pelaku Pasar Saham
A A A
JAKARTA - Pembatasan wilayah (lockdown) dan pembatasan perjalanan adalah metode terbaik untuk memperlambat penyebaran virus corona. Hal tersebut merupakan hasil riset terbaru yang mengambil contoh kasus di China. Tentunya hal ini harus diantisipasi oleh pasar.

Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee mengatakan, pelaku pasar harus rasional karena pasar mungkin akan fluktuasi cukup tinggi akibat wabah virus covid-19 yang menunjukan peningkatan tinggi di beberapa Negara. Hal ini akan membuat harga saham bakal turun.

"Metode mengantisipasi penyebaran dengan Lockdown memukul perekonomian yang di antisipasi pasar dengan penurunan harga saham. Tetapi banyak saham yang punya valuasi menarik, karena itu ketika terjadi koreksi di pasar dapat kembali dilakukan akumulasi beli," ujar Hans Kwee di Jakarta.

Dia pun melanjutkan pasar keuangan dunia Minggu lalu bergerak positif mulai Selasa akibat indikasi awal persetujuan Senat meloloskan paket stimulus Covid-19 senilai USD2 Triliun. Setelah paket disetujui pada hari Jumat Dewan Perwakilan AS (DPR) melolosan paket tersebut lewat pemungutan suara dan mengirim kepada Presiden Donald Trump untuk di tandatangai.

"Stimulus ini akan memberikan pinjaman dana darurat kepada usaha kecil, keringanan pajak bisnis, tunjangan pengguran yang diperluas," katanya.

Sambung dia merinci ada juga bantuan untuk industri terdampak langsung seperti penerbangan, pariwisata dan hotel serta fasilitas kesehatan rumah sakit dan juga Negara bagian. Ada juga pembarayan langsung 1.000 dolar plus untuk pekerja Amerika.

"Pasar keuangan selalu naik menyambut ekpektasi sehingga disahkannya RUU stimulus Covid 19 belum akan menghijaukan bursa Dunia. Tetapi kabar baiknya adalah stimulus ini telah membuat indeks US Dolar melemah," jelasnya

Sambung dia, Departemen tenaga kerja Amerika Serikat (AS) melapokan Klaim pengguran awal tercatat mencapai angka 3.283.000 untuk pekan yang berakhir 21 Maret 2020 atau mengalami peningkatan lebih dari 3 juta orang. Ini melewati rekor kenaikan sebelumnya di 695.000 pada Oktober 1982.

Ini indikator angka PHK yang terjadi akibat langkah-langkah ketat untuk menahan penyebaran penyebaran virus korona baru. Hal ini membuat aktivitas ekonomi berhenti dan mendorong gelombang PHK.

"Investor tidak merespon data ini dengan negative karena meyakini pemerintah Amerika dan Federal Reserve akan mengambil langkah-langkah baru untuk merangsang ekonomi. Tetapi data ini menurut kami memberikan indikasi kerusakan ekonomi akibat virus covid 19," jelasnya.

Dia menilai ancaman resesi beberapa Negara di dunia akan terjadi akibat virus Covid 19. Melonjaknya data penangguran di Amerika telah menekan indeks USD biarpun tidak di respon negative di pasar saham. Hal ini dikarenakan Chairman The Fed Jerome Powell mengatakan bank sentral tidak akan kehabisan amunisi untuk menjaga stabilitas ekonomi.

" Sebelumnya awal pekan Federal Reserve membuat kejutan mengatakan mereka akan meluncurkan pelonggaran kuantitatif (QE) tanpa batas. The Fed terlihat menyetujui untuk mendukung pembelian obligasi korporasi dan mengarahkan pinjaman kepada perusahaan, memperluas kepemilikan asetnya sebanyak yang diperlukan guna menstabilkan pasar keuangan," paparnya.

Sementara itu, The Fed juga akan meluncurkan "secepatnya" sebuah program untuk mengucurkan kredit bagi pelaku UKM. Banyaknya stimulus dari berbagai bank Central memberikan dukungan yang kuat pada perekonomian Amerika dan Dunia. Langkah ini juga menekan kenaikan indeks US Dolar sebagai mata uang safe haven.

Bursa Saham Amerika tertekan turun akibat Amerika serikat sekarang menjadi Negara tertinggi dalam jumlah kasus virus corona baru. Saat ini kasus Covid 19 di Amerika sudah menajadi 104.142 dengan tingkat kematian di 1.695. Angka yang sembuh sekitar 2.522 dan yang masih dalam perawatan 99.925 orang. Hal ini masih akan menekan pasar keuangan Amerika serikat pada pekan depan.

Pasar saham Eropa mayoritas di tutup di zona merah pada perdagangan akhir pekan. Hal ini tejadi karena parlemen Eropa belum berhasil menyepakati paket stimulus untuk mengatasi dampak buruk wabah virus covid 19 terhadap perekonomian. Parlemen Eropa telah memperpanjang batas waktu kesepakatan paket stimulus penyelematan ekonomi secara komprehensif hingga 2 pekan

Masih terjadi polemik atau perbedaan pendapat antara Eropa Selatan yang dilanda wabah virus corona baru serta Eropa utara yang lebih konservatif secara fiskal. Sebagian besar wilayah Eropa menerapkan kebijakan lockdown untuk melawan penyebaran covid 19 sehingga diperkirakan akan memicu resesi.

Sentimen pasar Eropa juga diperburuk dengan pengumuman PM Inggris Boris Johnson yang menyatakan bahwa dia positif terinfeksi virus covid 19. Pasar saham Indonesia terapresiasi akibat stimulus Amerika di tambah kebijakan the Fed dan berbagai bank sentral Negara lain. Rupiah menguat akibat pelemahan Indeks US Dolar, selain sentiment positif penguatan bursa global dan regional berhasil mendorong IHSG juga mengalami kenaikan.

Hal itu membuat di awal pekan depan perkirakan IHSG akan terkoreksi terlebih dahulu setelah mengalami kenaikan banyak di perdagangan Kamis dan Jumat. IHSG sepekan membentuk candle naik dengan shadow diatas dan bawah indikasi kekuatan naik dengan fluktasi di pasar.

"IHSG berpeluang konsolidasi melemah di pekan depan dengan support 4.100 sampai 3.911 dan resistance di level 4.697 sampai 4.937," jelasnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2334 seconds (0.1#10.140)