Stay @ Home Economy (1)

Sabtu, 04 April 2020 - 08:05 WIB
Stay @ Home Economy (1)
Stay @ Home Economy (1)
A A A
Yuswohady
Managing Parter Inventure

www.yuswohady.com

Dalam beberapa minggu ke depan, ekonomi/bisnis akan mengalami kelumpuhan oleh wabah Covid-19. Ini adalah skenario terburuk kalau korban terinfeksi/meninggal terus meroket secara eksponensial seperti terlihat trennya beberapa hari terakhir.

Dampaknya tak hanya “disruptif”, tapi juga “interuptif” di mana pergerakan ekonomi bisa sampai terhenti, dan setelah wabah lewat para pelaku bisnis harus memulai dari nol.

Bagan di bawah ini secara simpel menunjukkan bagaimana Covid-19 tak hanya menyerang kesehatan tubuh kita, tapi juga akan melumpuhkan sistem ekonomi kita.

Kalau garis-garis yang menghubungkan bulatan-bulatan dalam bagan itu saya gambarkan sebagai “pembuluh darah” perputaran uang, Covid-19 bakal menyumbat bahkan menutup pembuluh-pembuluh darah tersebut, hingga ke suatu titik nadir dimana aliran darah terhenti.

Ketika karyawan dirumahkan, social physical) distancing/lockdown diberlakukan, dan kemudian pelaku ekonomi (rumah tangga, perusahaan, lembaga keuangan) wait and see dan mengalami kesulitan cashflow maka resesi tak terelakkan lagi.

Toko-toko tutup, perjalanan dilarang, perusahaan bangkrut, pengangguran di mana-mana, non performing loan (NPL) menggunung, bank krisis, investasi mandek, cash flow sulit, begitu seterusnya membentuk vicious circle yang ujungnya membawa ekonomi terpuruk ke dalam resesi. Seberapa dalam resesi, akan bergantung pada seberapa cepat wabah berlalu.

Berbeda dengan krisis-krisis ekonomi sebelumnya, proses keterpurukan menuju resesi tersebut tidak berjalan secara bergilir (dominoeffect) namun secara simultan (Baldwin, 2020). Itu sebabnya saya mengatakan Covid-19 menyebabkan ekonomi seperti “di-Ctrl-Alt-Del”.
Penyelamat: “Genset di Tengah Blackout”

Namun di tengah lumpuhnya semua sistem ekonomi, masih ada denyut pergerakan ekonomi di unit yang paling kecil yaitu di rumah yang saya sebut: “stay@ home“ economy.

Di tengah kondisi darurat krisis kesehatan (healthcrisis) yang bakal disusul dengan krisis ekonomi (economic crisis), “stay@home“ economy memegang peran paling krusial bagi perekonomian.

“Stay@ home“ economy akan menjadi penopang kemampuan survival kita dalam menghadapi kemungkinan terburuk krisis ekonomi akibat Covid-19.

“Stay@ home“ economy akan menjadi faktor kunci ketahanan (resilience) kita dalam menghadapi kemandekan ekonomi.

Dan “stay@ home“ economypula yang akan menjadi titik mula kita dalam melakukan recovery dan kemudian menemukan moment pertumbuhan kembali.

Apa itu “stay@home“ economy?

Gampangnya adalah ekonomi yang digerakkan oleh pelaku ekonomi yang tinggal di rumah. Inilah ekonomi yang sebagian sudah kita jalani sekarang dan dalam beberapa minggu kedepan kita akan dipaksa menjalaninya secara full begitu wabah terus berkepanjangan.

Sekali lagi dalam kondisi terburuk, saat kita sudah tidak boleh keluar rumah lagi karena social distancing atau bahkan lockdown, maka aktivitas ekonomi akan lumpuh. Ketika toko-toko tutup, mal-mal tutup, warung/resto tutup, kantor-kantor tutup, hotel-hotel tutup, bioskop/tempat hiburan tutup, bahkan pabrik-pabrik tutup, maka satu-satunya aktivitas ekonomi yang masih berjalan adalah di dalam rumah.

Thanks digital, dengan kemajuan teknologi digital, maka kegiatan berbelanja, bekerja, belajar, atau menikmati hiburan masih bisa dilakukan di rumah. Dengan Tokopedia, kita masih bisa belanja daring. Dengan GoFood, kita masih bisa memesan makanan. Dengan Zoom atau Google Hangouts, kita masih bisa remote working. Dengan Ruangguru, anak-anak masih bisa belajar daring. Dengan Halodoc, kita masih bisa konsultasi dokter. Dengan Netflix, kita masih bisa menikmati film tanpa harus ke gedung bioskop.

Itu sebabnya saya menyebut, digital adalah pilar dari “stay@home“ economy. Digital adalah “jantung” yang memungkinkan geliat ekonomi di rumah bisa tetap berjalan.

Dengan adanya “stay@home“ economy yang ditopang oleh perangkat digital, nadi perekonomian masih bisa berdenyut. Kegiatan ekonomi seperti online shopping, food delivery, remote working(“work from home“), online schooling, telemedicine, hingga home entertainment masih bisa bergerak walaupun tentu tidak bisa mengompensasi kelumpuhan ekonomi secara total.

Di sini “stay@ home“ economy berperan krusial sebagai “genset” darurat di saat perekonomian secara keseluruhan sedang mengalami “blackout“.

Namanya penyelamatan sementara, maka tentu saja “stay@ home“ economy tak akan mampu menopang perekonomian dalam waktu panjang. Ia mungkin hanya bisa menyangga 1, 2, atau 3 kuartal ke depan. Kita berdoa semoga wabah Covid-19 tak berkepanjangan, sehingga “stay@ home“ economy masih bisa menyelamatkan perekonomian kita. (bersambung minggu depan)
(ysw)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7524 seconds (0.1#10.140)