Ketika Corona Menyetrum KPR

Rabu, 08 April 2020 - 11:05 WIB
Ketika Corona Menyetrum...
Ketika Corona Menyetrum KPR
A A A
Paul Sutaryono
Staf Ahli Pusat Studi BUMN, Pengamat Perbankan & Mantan Assistant Vice President BNI

Pada September 2019, Bank Indonesia (BI) melakukan relaksasi loan to value (LTV) atau financing to value (FTV) melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 21/13/PBI/2019 yang terbit September 2019, tetapi baru efektif 2 Desember 2019. Relaksasi itu bertujuan mendorong sektor properti dan kendaraan bermotor yang merupakan indikator kebangkitan sektor riil.

Bagaimana prospek kredit pemilikan rumah (KPR) di tengah badai virus corona?

Relaksasi LTV/FTV itu meliputi kredit atau pembiayaan properti 5%, uang muka untuk kendaraan bermotor 5-10%, dan tambahan keringanan rasio LT/FTV untuk kredit atau pembiayaan properti, serta uang muka untuk kendaraan bermotor yang berwawasan lingkungan masing-masing 5%.

Apa yang dimaksud dengan properti dan kendaraan bermotor berwawasan lingkungan? Properti berwawasan lingkungan adalah properti yang memenuhi kriteria bangunan hijau sesuai dengan standar atau sertifikasi yang diakui secara nasional atau internasional. Kendaraan bermotor berwawasan lingkungan adalah kendaraan bermotor listrik berbasis baterai.

Ragam Langkah Strategis

Lantas, bagaimana prospek KPR ke depan? Apa saja langkah strategis untuk menggairahkan KPR?

Pertama, relaksasi LTV/FTV itu layak diapresiasi. Sayangnya, kini ekonomi global sedang dilanda virus korona (Covid-19), sehingga beberapa sektor terdampak seperti sektor ekonomi: pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian, dan pertambangan.

Pun sektor manufaktur terdampak karena ketidaklancaran rantai pasokan (supply chain) dari China yang selama ini menjadi negara tujuan utama ekspor dan impor nasional. Namun kini China mulai bangkit.

Sektor lain pun terdampak seperti pariwisata lantaran arus wisatawan asing hampir berhenti total, sehingga sektor transportasi dan perhotelan ikut terdampak. Itu termasuk biro perjalanan, pemandu wisata, dan toko kerajinan tangan. Daerah wisata seperti Bali, Lombok, Danau Toba, Toraja, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, dan DKI Jakarta pun menjadi lengang.

Kedua, pasti pengembang juga merasakan pahitnya dampak virus corona itu. Oleh karenanya, pembangunan perumahan sebagai sisi penawaran (supply side) akan tersendat karena permintaan rumah sebagai sisi permintaan (demand side) juga mengalami penurunan signifikan.

Mengapa? Karena daya beli masyarakat menengah ke bawah turun tajam. Terlebih (calon) debitur KPR yang termasuk pekerja informal seperti tukang ojek dan sopir taksi baik daring (dalam jaringan) maupun konvensional.

Ketiga, namun program KPR bersubsidi dengan skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) masih dapat diharapkan tumbuh meskipun kurang subur. Bank BTN sebagai ujung tombak FLPP telah menalangi dana Rp2 triliun untuk kelancaran program tersebut.

Keempat, untunglah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Peraturan OJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. POJK yang efektif 16 Maret hingga 31 Maret 2021 itu bertujuan untuk mendorong optimalisasi fungsi intermediasi perbankan, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi.

Aturan itu memberikan kesempatan kepada debitur untuk mengajukan permintaan restrukturisasi kredit kepada bank. Restrukturisasi kredit dibatasi hanya pada sektor ekonomi seperti pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian dan pertambangan yang terdampak virus corona.

Restrukturisasi kredit bisa berupa: penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan pokok, dan pengurangan tunggakan bunga. Pun, penambahan fasilitas kredit atau pembiayaan dan atau konversi kredit atau pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara.

Selain itu, debitur juga dapat mengajukan permintaan penurunan suku bunga KPR. Kok bisa? Karena suku bunga acuan BI 7 Day Repo Rate telah turun berturut-turut hingga 150 basis point (bps) dari 6% per 20 Juni 2019 menjadi 4,50% per 19 Maret 2020. Permintaan itu dapat diajukan ke kantor pusat bank debitur.

Kelima, aturan itu dapat meringankan debitur KPR dengan memperoleh perpanjangan jangka waktu kredit misalnya dari 60 bulan menjadi 72 bulan. Alhasil, angsuran bulanan berupa pokok plus bunga akan lebih ringan.

Namun, debitur wajib membayar bunga setiap bulan dalam kurun waktu tertentu, misalnya selama 1 tahun. Hal itu bertujuan agar debitur tak terkena denda. Selanjutnya, ketika kondisi sudah normal, debitur wajib membayar angsuran pokok plus bunga. Ringkas tutur, debitur dapat bernapas lebih panjang.

Berbekal ragam langkah strategis demikian, amat diharapkan sektor properti terutama KPR tak akan merosot terlalu dalam.
(ysw)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1598 seconds (0.1#10.140)