Krisis Covid-19, IMF Didesak Batalkan Pembayaran Utang Negara Miskin
A
A
A
LONDON - Hampir 140 kelompok advokasi dan lembaga amal menyerukan Dana Moneter Internasional ( IMF ) dan Bank Dunia, pemerintahan G-20, serta kreditur swasta, untuk membantu negara miskin selama krisis virus corona . Mereka menyerukan pembatalan pembayaran utang bagi negara miskin.
Seruan itu dipimpin oleh Jubilee Debt Campaign, lembaga advokasi asal Inggris, sebelum para pemimpin G-20 menggelar pertemuan untuk merespons krisis global virus korona bagi negara berkembang. Mereka menyerukan pembatalan pembayaran utang 69 negara miskin sepanjang tahun ini. Itu termasuk kreditur swasta yang diperkirakan akan membebaskan USD25 miliar bagi negara-negara tersebut dan bisa mencapai USD50 miliar jika diperpanjang hingga 2021.
Seruan pembatalan utang atau bantuan keuangan tambahan juga dengan bebas prasyarat seperti penghematan. Untuk negara anggota G-20 juga disarankan mendukung aturan darurat untuk mencegah negara miskin digugat oleh kreditur swasta. (Baca: IMF Nyatakan Pandemi Corona Berubah Menjadi Krisis Ekonomi)
“Negara berkembang diguncang kuat ketidakstabilan ekonomi dan pada saat yang sama perlunya darurat kesehatan,” kata Direktur Jubilee Debt Campaign, Sarah-Jayne Clifton, dilansir Reuters.
Hal senada diungkapkan Menteri Keuangan Ghana Ken Ofori-Atta, yang meminta Komite Pembangunan bagi IMF dan Bank Dunia. Dia menyebutkan, China sebagai kreditur terbesar di Afrika, harus menahan diri untuk tidak menagih pembayaran utang.
Sebagian besar pemerintahan dan institusi telah meminta langkah serupa berupa penghapusan utang ataupun penjadwalan pembayaran utang. IMF telah menyediakan USD50 miliar untuk pembayaran dana darurat dan lebih dari 90 negara meminta bantuan kepada IMF. Mereka juga mengubah Catastrophe Containment and Relief Trust (CCRT) untuk memudahkan negara miskin mendapatkan bantuan dan layanan utang IMF, meskipun mereka tidak memiliki kasus wabah korona.
Bank Dunia juga menyepakati dana darurat senilai USD14 miliar sebagai paket respons Covid-19. Mereka menyediakan dana senilai USD160 miliar dalam waktu 15 bulan mendatang.
Baik IMF maupun Bank Dunia juga telah menekankan kerja sama dengan kreditur bilateral untuk mengizinkan negara berpendapatan rendah untuk menunda pembayaran utang selama 14 bulan sejak awal Mei.
China sebagai kreditur besar, sedang mempertimbangkan proposal tersebut. Beijing menyatakan siap bekerja sama berbasis kerja sama militer dengan negara miskin. “Mungkin penundaan pembayaran utang akan disepakati,” kata seorang pejabat China kepada Reuters.
Pesan dari lembaga advokasi dan amal juga didukung negara-negara Afrika. Etiopia mengungkapkan, proposal telah diajukan menjelang pertemuan G-20, di mana Afrika sendiri membutuhkan bantuan senilai USD150 miliar.
“Sekitar 69 negara berpendapatan rendah membicarakan hal itu. Sedikitnya 45 negara meminta bantuan dana darurat yang didapatkan pada 2020,” ujar Mark Perera, manajer kebijakan European Network on Debt and Development, salah satu lembaga advokasi. Utang untuk darurat telah disediakan sebelumnya untuk membantu negara miskin, tetapi dinamikanya terus berubah. (Muh Shamil)
Seruan itu dipimpin oleh Jubilee Debt Campaign, lembaga advokasi asal Inggris, sebelum para pemimpin G-20 menggelar pertemuan untuk merespons krisis global virus korona bagi negara berkembang. Mereka menyerukan pembatalan pembayaran utang 69 negara miskin sepanjang tahun ini. Itu termasuk kreditur swasta yang diperkirakan akan membebaskan USD25 miliar bagi negara-negara tersebut dan bisa mencapai USD50 miliar jika diperpanjang hingga 2021.
Seruan pembatalan utang atau bantuan keuangan tambahan juga dengan bebas prasyarat seperti penghematan. Untuk negara anggota G-20 juga disarankan mendukung aturan darurat untuk mencegah negara miskin digugat oleh kreditur swasta. (Baca: IMF Nyatakan Pandemi Corona Berubah Menjadi Krisis Ekonomi)
“Negara berkembang diguncang kuat ketidakstabilan ekonomi dan pada saat yang sama perlunya darurat kesehatan,” kata Direktur Jubilee Debt Campaign, Sarah-Jayne Clifton, dilansir Reuters.
Hal senada diungkapkan Menteri Keuangan Ghana Ken Ofori-Atta, yang meminta Komite Pembangunan bagi IMF dan Bank Dunia. Dia menyebutkan, China sebagai kreditur terbesar di Afrika, harus menahan diri untuk tidak menagih pembayaran utang.
Sebagian besar pemerintahan dan institusi telah meminta langkah serupa berupa penghapusan utang ataupun penjadwalan pembayaran utang. IMF telah menyediakan USD50 miliar untuk pembayaran dana darurat dan lebih dari 90 negara meminta bantuan kepada IMF. Mereka juga mengubah Catastrophe Containment and Relief Trust (CCRT) untuk memudahkan negara miskin mendapatkan bantuan dan layanan utang IMF, meskipun mereka tidak memiliki kasus wabah korona.
Bank Dunia juga menyepakati dana darurat senilai USD14 miliar sebagai paket respons Covid-19. Mereka menyediakan dana senilai USD160 miliar dalam waktu 15 bulan mendatang.
Baik IMF maupun Bank Dunia juga telah menekankan kerja sama dengan kreditur bilateral untuk mengizinkan negara berpendapatan rendah untuk menunda pembayaran utang selama 14 bulan sejak awal Mei.
China sebagai kreditur besar, sedang mempertimbangkan proposal tersebut. Beijing menyatakan siap bekerja sama berbasis kerja sama militer dengan negara miskin. “Mungkin penundaan pembayaran utang akan disepakati,” kata seorang pejabat China kepada Reuters.
Pesan dari lembaga advokasi dan amal juga didukung negara-negara Afrika. Etiopia mengungkapkan, proposal telah diajukan menjelang pertemuan G-20, di mana Afrika sendiri membutuhkan bantuan senilai USD150 miliar.
“Sekitar 69 negara berpendapatan rendah membicarakan hal itu. Sedikitnya 45 negara meminta bantuan dana darurat yang didapatkan pada 2020,” ujar Mark Perera, manajer kebijakan European Network on Debt and Development, salah satu lembaga advokasi. Utang untuk darurat telah disediakan sebelumnya untuk membantu negara miskin, tetapi dinamikanya terus berubah. (Muh Shamil)
(ysw)