Kemelut Garam Impor Bikin KKP-Kemendag Panas

Kamis, 08 September 2011 - 10:31 WIB
Kemelut Garam Impor Bikin KKP-Kemendag Panas
Kemelut Garam Impor Bikin KKP-Kemendag Panas
A A A
SEBAGAI negara kepulauan yang dikelilingi lautan, sungguh ironis jika Indonesia masih terus mengimpor garam. Nyatanya sejumlah pelabuhan menjadi pintu masuk impor garam terutama asal India.

Banyak hal yang menyebabkan Indonesia masih mengalami ketergantungan impor garam. Salah satunya karena pertumbuhan suplai dan demand yang masih berada dalam rasio 1:3. Selain itu, tidak semua wilayah di Indonesia mampu dijadikan tempat pengelolaan garam, mengingat kondisinya yang kurang memenuhi syarat.

Adapun kebutuhan garam nasional sekira tiga juta ton, membuat Indonesia harus mengimpor garam 1,8 juta ton per tahun. Volume impor itu terus bertambah seiring meningkatnya kebutuhan dalam negeri untuk keperluan industri dan konsumsi rumah tangga rata-rata dua persen per tahun.

Masalah impor garam ini pun memicu perselisihan antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Akibat masuknya impor garam tersebut, KKP melakukan penyegelan terhadap garam impor India yang masuk ke pelabuhan Bali. Sebelumnya pihak KKP pernah melakukan hal serupa terhadap 11.800 ton garam impor yang masuk ke pelabuhan Banten milik PT Sumatraco Langgeng Makmur dan 29.050 ton garam yang masuk ke pelabuhan Belawan di Medan.

Sementara itu, Kemendag justru mengklaim, produksi garam nasional berada di bawah rata-rata kebutuhan nasional, sehingga impor garam menjadi suatu keharusan untuk menjaga ketersediaan pasokan bagi masyarakat.

"Kegagalan panen tahun kemarin yang membuat produksi sekarang ini sangat sedikit sekali, hanya ratusan ton dibandingkan kebutuhan 1,6 juta ton," ungkap Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Deddy Saleh.

Namun, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Fadel Muhammad geram dengan masuknya garam impor tersebut dan sempat bertekad akan membakar pasokan impor garam yang saat ini disegel oleh pihaknya. Hal ini dikarenakan keberadaan impor garam selama ini begitu meresahkan garam petani.

"Saya berpikir untuk membakar saja, atau dibuang ke laut biar mereka jera, enggak usah direekspor. Kalau bisa minggu ini juga kita akan lakukan," ungkap Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad kala itu.

Protes soal garam impor tak hanya datang dari Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Fadel Muhammad, Menteri Perindustrian MS Hidayat pun menginstruksikan kepada pelaku industri untuk membeli garam petani guna melindungi para petani dari serbuan garam impor. Menurutnya, hal tersebut sesuai dengan SK Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan tanggal 5 Mei 2011.

Hidayat menegaskan, apabila hal itu tidak dilakukan, maka pihaknya akan meminta Kementerian Perdagangan untuk mengevaluasi kinerja sekalligus mencabut izin impor pelaku industri. Dalam SK tersebut menyebutkan, harga garam kualitas pertama sebesar Rp750 per kilogram (kg) dan kualitas kedua Rp500 per kg. Saat ini, harga garam di tingkat petani terus merosot hingga Rp400 per kg. Hal itu disinyalir terjadi karena masuknya garam impor.

Hidayat mengatakan, peraturan impor seharusnya tidak dilakukan di musim panen atau sepanjang Agustus sampai dengan November. Saat ini, dia tengah melakukan koordinasi dengan asosiasi dan petani garam untuk merumuskan neraca garam nasional.

Namun, Hidayat tidak setuju dengan adanya penyegelan garam impor. Hidayat meminta agar garam tersebut bisa dilepas apabila memang dibutuhkan pasar.

"Lepaskan saja, asal tidak merugikan kepentingan garam, tapi menginstruksikan (produsen) membeli garam dengan harga maksimal. Agar tahun depan tidak akan kisruh," kata Hidayat.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Produsen Garam Konsumsi Beryodium (Aprogakob) Slamet Untung Irredenta mengatakan, produsen siap menyerap garam petani. "Seperti di PT Garam sudah menyerap garam petani sejak 2 Agustus lalu. Sampai 25 Agustus lalu sudah melakukan pembelian sejumlah 27 ribu ton," kata Slamet. Secara nasional, produsen sebenarnya sudah menyerap sekira 165.300 ton atau 12 persen dari produksi nasional hingga Agustus lalu.

(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3490 seconds (0.1#10.140)