Konsumen Makin Impulsif, Mal Kian Subur

Jum'at, 16 September 2011 - 15:53 WIB
Konsumen Makin Impulsif, Mal Kian Subur
Konsumen Makin Impulsif, Mal Kian Subur
A A A
JAKARTA - Populasi penduduk Indonesia yang menempati peringkat keempat di dunia merupakan sasaran besar bagi produsen dalam negeri maupun luar negeri. Kondisi ekonomi yang semakin stabil membuat taraf hidup masyarakat semakin meningkat. Hal inilah membuat masyarakat Indonesia menjadi sasaran empuk para pemasar tersebut.

Soal konsumsi memang masyarakat Indonesia menempati jajaran teratas setelah India. Pasalnya, pendapatan per kapita Indonesia saat ini telah mampu menembus USD3.000, automatis mengerek pola konsumsi masyarakat. Tak heran jika jumlah toko dan pusat perbelanjaan di Indonesia merupakan yang terbesar kedua di dunia setelah India.

"Jumlah toko (tradisional dan modern) di Indonesia mencapai 2,5 juta toko," jelas Nielsen Executive Director Retail Measurement Services Teguh Yunanto.

Sebagai pusat perekonomian, Pulau Jawa memang masih menjadi daya tarik baik bagi pemasar untuk mengembangkan usahanya. Setidaknya 57 persen penyebaran toko baik tradisional maupun modern masih berpusat di Pulau Jawa. Sementara itu sisanya terdapat di Pulau Sumatera dengan 22 persen, dan 21 persen tersebar di pulau lainnya. Jika melihat trennya, pertumbuhan ritel lebih banyak terjadi di pinggiran kota, mengingat lokasi permukiman di daerah tersebut.

Ritel modern tumbuh 38 persen dengan 18.152 toko di Indonesia, dibandingkan tahun 2009. Dari jumlah tersebut, sekira 16 ribu toko merupakan minimarket. Namun format ritel modern lainnya, seperti supermarket justru turun enam persen, sedangkan hypermarket tumbuh 23 persen dengan 154 toko.

Selain itu, pusat perbelanjaan atau mal masih menjadi daya tarik konsumen Indonesia. Berdasarkan data yang dihimpun sindonews terkait jumlah pusat perbelanjaan modern di Indonesia hingga Mei 2011 mencapai sekira 730 ritel. Di Pulau Sumatera sendiri terdapat sekira 205 pusat perbelanjaan dengan Kota Medan memegang rekor sebagai kota terbanyak pusat perbelanjaannya, yaitu sebanyak 32 buah.

Sementara itu, di Pulau Jawa yang menjadi surga pusat perbelanjaan terdapat sekira 443 pusat perbelanjaan. Kota Bandung merupakan kota terbanyak yang memiliki pusat perbelanjaan sebanyak 40 pusat perbelanjaan. Sementara itu, di wilayah Jabodetabek terdapat 140 pusat perbelanjaan atau hampir sepertiganya memang terpusat di wilayah tersebut. Di ibu kota sendiri terdapat 80 pusat perbelanjaan dan Jakarta Selatan sebagai jawaranya dengan 27 pusat perbelanjaan. Bisa dibayangkan betapa penuhnya ibu kota negara ini dengan mal yang semakin menjamur.

Di Pulau Dewata dan surganya para turis, Bali, terdapat 11 pusat perbelanjaan, sementara di Nusa Tenggara Barat (NTB) terdapat dua dan di Nusa Tenggara Timur (NTT) ada satu pusat perbelanjaan. Di pulau Kalimantan terdapat sebanyak 77 pusat perbelanjaan dengan jumlah terbanyak di Kota Pontianak dan Balikpapan yang masing-masing sebanyak 16 pusat perbelanjaan.

Beralih ke Pulau Sulawesi jumlah pusat perbelanjaan tak kalah banyaknya. Sebanyak 27 pusat perbelanjaan berada di bumi Celebes dengan Makassar sebagai pusatnya yang memiliki sembilan pusat perbelanjaan. Di kepulauan Maluku setidaknya terdapat dua pusat perbelanjaan yang masing-masing berada di Kota Ambon dan Ternate. Sedangkan di bumi Papua, minat orang untuk pergi ke pusat perbelanjaan modern bisa terbilang tinggi juga, Buktinya ada 12 pusat perbelanjaan yang ada di bumi Papua, mulai dari Jayapura hingga Manokwari.

Melihat semakin menjamurnya tren pusat perbelanjaan modern di Indonesia, Nielsen menilai tren pembelanja di Indonesia berkembang semakin impulsif setiap tahunnya. Ini dilihat dari riset yang dilakukan perusahaan tersebut terhadap masyarakat lima kota besar di Indonesia yakni Jakarta, Bandung, Surabaya, Makassar, dan Medan.

Data Nielsen menyebutkan, pada tahun lalu, 21 persen pembelanja tidak pernah merencanakan apa yang ingin dibeli. Ini naik dibandingkan pada 2003 yang hanya 10 persen. Selanjutnya sebanyak 39 persen pada 2010 pembelanja merencanakan membeli sesuatu, namun selalu ada barang tambahan di luar rencana awal.

Dengan demikian berarti impulsifnya para pembelanja inilah yang menjadi peluang besar bagi perusahaan manufaktur dan peretail untuk mengembangkan idenya dan menarik perhatian masyarakat agar lebih sering berbelanja dan bukan tak mungkin jika jumlah mall akan semakin menjamur di masa mendatang.
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4772 seconds (0.1#10.140)