Gara-Gara BB , RI Kalah (Lagi) dari Malaysia

Sabtu, 17 September 2011 - 10:08 WIB
Gara-Gara BB , RI Kalah (Lagi) dari Malaysia
Gara-Gara BB , RI Kalah (Lagi) dari Malaysia
A A A
JAKARTA - Keputusan produsen BlackBerry (BB), Research in Motion (RIM), untuk mengalihkan rencana investasi untuk membangun pabrik ke Malaysia sepertinya cukup membuat pemerintah dan kalangan pengusaha kebakaran jenggot. Pasalnya, hal ini semakin mengukuhkan posisi Indonesia belum mampu sepenuhnya membuat investor nyaman berinvestasi di Indonesia.

Hal ini berawal dari niatan pemerintah untuk meninjau kembali perjanjian Free Trade Agreement (FTA) yang dinilai merugikan industri dalam negeri. Peninjauan FTA ini karena Indonesia dirugikan dengan bebasnya pajak bea masuk (PPnBM) seperti pada produk Blackberry.

Walaupun demikian, menurut Dirjen Bea Cukai Agung Kuswandono, peninjauan FTA ini juga akan memberikan keuntungan bagi Indonesia, seperti adanya proteksi industri dalam negeri.

Namun, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Chris Kanter menilai, dibutuhkan pertimbangan sebelum usulan pemberian disinsentif terhadap produk-produk impor yang mempunyai pasar besar di dalam negeri bisa dilakukan atas nama kepentingan nasional.

"RIM berencana membangun pabrik di Malaysia. Kita dengan Malaysia terikat dalam kesepakatan perjanjian di Asean. Sesuai kesepakatan, ada ketentuan kalau kebijakan seperti itu tidak bisa diterapkan. Kalau mau, renegosiasi dulu posisi kesepakatan kita di Asean," kata Chris.

Chris menilai, kebijakan disinsentif justru akan membebani konsumen BB di dalam negeri. "Pemberian PPnBM tidak pada tempatnya. Berapa sih tambahannya dari itu? Yang ada, konsumen yang bayar lebih mahal. Kita harus fokus, Indonesia sebagai pasar BB terbesar, kenapa mereka memilih Malaysia," paparnya.

Keputusan RIM yang lebih memilih Malaysia sebagai basis produksi harus menjadi cermin bagi Pemerintah Indonesia, terutama untuk segera menyelesaikan masalah terkait UU Ketenagakerjaan nomor 13/2008 dan infrastruktur. Padahal, Apindo dan Kadin sudah terus mengingatkan pemerintah untuk menyelesaikan masalah itu.

"RIM yang tidak mau membangun pabrik di sini bukan karena benci Indonesia. Kita jangan lantas menyalahkan mereka, tanya kenapa? Selesaikan sumber masalahnya. Bereskan dulu itu," tegas Chris.

Sementara itu, pengamat ekonomi UGM Anggito Abimanyu menilai keputusan RIM untuk menarik investasinya di Indonesia. Hal yang seharusnya dilakukan adalah dengan membenahi iklim investasi yaitu dengan memberikan insentif, bukan dengan memberi disinsentif yang merugikan masyarakat.

"Jadi iklim investasinya harus diperbaiki, tarik ke sini, kenapa mereka tidak mau investasi di sini? Beri insentif, jangan rugikan konsumen," paparnya.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa menilai masyarakat Indonesia tidak perlu reaktif dan terlalu membesar-besarkan masalah pembangunan pabrik RIM asal Kanada itu di Malasyia. Menurutnya Indonesia telah melakukan evaluasi bahwa infrastruktur seperti pembebasan lahan menjadi masalah yang harus segera dipecahkan.

"Jangan reaktif, kita sudah menilai dan mengevaluasi diri bahwa problematik yang kita hadapi seperti infrastruktur seperti pembebasan lahan ini memang sulit, inilah yang harus kita selesaikan cepat, tidak semua yang namanya tariff barrier kita bisa terapkan," ungkap Hatta.

Sementara itu, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) mengatakan lebih dipilihnya Malaysia ketimbang Indonesia telah menunjukkan persepsi dan kondisi riil daya saing Indonesia sudah kalah saing dengan Malaysia di mata investor.

Untuk itu Hipmi akan mengirimkan tim ke markas BB di Kanada, guna mendengarkan aspirasi produsen BB, terkait enggannya mereka membuka pabrik di Indonesia.

"Pilihan RIM di Malaysia ini pukulan telak bagi kita. Makanya kita kirim tim, kita mau dengar mereka mau curhat apa saja tentang kondisi riil daya saing kita. Tim akan berada di sana selama enam hari,” ujar Ketua Bidang Perdagangan BPP Hipmi Harry Warganegara

Dikatakan Harry, selain mendengarkan curhat dari pihak RIM, tim juga siap membantu pemerintah melakukan lobi-lobi ke pihak RIM agar perusahaan tersebut masuk ke Indonesia. "Tim akan berusaha membantu pemerintah melakukan lobi-lobi. Mungkin, sesama pengusaha curhatnya lebih pas dan sama-sama paham," papar Harry.

Harry menilai, peluang membawa manufaktur BB di Indonesia masih terbuka, dengan catatan pihak RIM dapat diyakinkan akan manfaat berinvestasi di RI dibandingkan Malaysia. Hanya saja, Harry mengakui, dalam banyak hal, Malaysia memang lebih unggul.

"Itu sebabnya, pengguna BB di Tanah Air jangan terkejut nantinya bila BB di tangan kita ditulis BB made in Malaysia. Padahal market kita 10 kali lebih besar dari mereka. Harusnya yang ada di tangan kita ini BB made in Indonesia," papar Harry.

Sebelumnya, Hipmi menilai promosi investasi yang digencarkan pemerintah tidak efektif menarik minat pemodal. Sebab daya saing RI tak kunjung mengalami perbaikan bahkan mengalami penurunan.

Harry mengatakan, perusahaan besar seperti RIM dan BOSH lebih memilih Malaysia atau Singapura sebab daya saing infrastruktur dan manufakturnya lebih menarik dari RI.

Yang lebih mencengangkan, kedua negara itu menawarkan Indonesia kepada investor sebagai pangsa pasar menarik bila berinvestasi di Malaysia dan Singapura. (r ghita p (okezone)/sandra karina (koran SI)/idris rusadi p (okezone)/gina nur maftuhah (okezone))
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4928 seconds (0.1#10.140)