Ada apa di balik pencopotan Direktur PAM Jaya?

Jum'at, 23 Desember 2011 - 15:03 WIB
Ada apa di balik pencopotan Direktur PAM Jaya?
Ada apa di balik pencopotan Direktur PAM Jaya?
A A A
Sindonews.com - Pencopotan Direktur Utama Perusahaan Air Minum Jakarta Raya (PAM Jaya) Maurits Napitupulu oleh Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo kemarin terbilang mengejutkan dan tiba-tiba. Namun pencopotan ini disinyalir lantaran Maurits Napitupulu bersikeras memaksakan renegoisasi kontrak dengan dua perusahaan swasta rekanannya, Palyja dan Aetra.

Namun, sang Gubernur enggan untuk mengomentari perihal pencopotan Direktur PAM Jaya tersebut. "Saya tahu (pencopotan Mauritus). Sudah terima laporannya. Kalau (pencopotan) itu saya tidak mau komentar," ungkap Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, Kamis 22 Desember 2011 malam.

Foke, begitu biasa dia disapa, cukup lama ditunggu para pewarta berita di depan kantornya. Dia tampak sedang tak sehat, suaranya parau, sehingga enggan berlama-lama menjawab pertanyaan para pewarta.

Ketika ditanya, siapa pengganti Maurits, Foke menjawabnya singkat. "Detailnya tanyakan kepada Pak Sekretaris Daerah (Sekda DKI Jakarta Fadjar Panjaitan)," ujarnya.

Kemarin malam, Maurits Napitupulu memang telah membenarkan dirinya telah diberhentikan dari jabatannya sebagai Direktur Utama PT Perusahaan Air Minum Jakarta Raya (PAM Jaya). "Iya, benar kabar itu (diberhentikan)," kata Maurits seperti dikutip dari Okezone.

Dia menjelaskan, keputusan pemberhentian alias pemecatan dari badan usaha milik daerah (BUMD) tersebut didapatnya pada pukul 16.00 WIB kemarin. Dia pun mengaku diberhentikan dengan hormat. "Tadi sekira jam empat sore saya bertemu pak asisten, bukan (Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo)," ungkap dia.

Namun Maurits mengatakan, dia tidak mengetahui alasan pemberhentian tersebut. Sementara kabar yang berhembus menyebutkan pemecatan ini lantaran Maurits bersikeras memaksakan renegoisasi kontrak dengan dua perusahaan swasta rekanannya, Palyja dan Aetra. "Saya tidak tahu alasannya," jelas dia.

Sebelum berita pemberhentian dirinya, Maurits melalui keterangan tertulisnya menegaskan pihaknya bertekad untuk menyelesaikan renegoisasi perjanjian kerja sama (PKS) dengan dua mitra swasta, yaitu Palyja dan Aetra. Pasalnya, PKS yang diteken di masa orde baru, yaitu di bulan Juni 1997 itu sangat tidak berimbang dan merugikan PAM Jaya.

Maurits menuturkan, sejak melakukan kerja sama dengan mitra swasta, sampai akhir tahun 2010, PAM Jaya harus menanggung akumulasi kerugian shortfall sebesar Rp610 miliar dan tunggakan senilai Rp530 miliar.

Sementara ekuitas perusahaan juga minus Rp985,72 miliar. Di samping itu, aset PAM yang sebelum kerja sama mencapai Rp1,49 triliun, sesuai audit tahun 2007 turun menjadi sekitar Rp204,46 miliar.

Maurits menegaskan, PKS dengan pihak swasta membuat kinerja PAM Jaya semakin memburuk. Sebab, PAM juga harus menanggung shortfall yang nilainya terus membengkak akibat tidak adanya kenaikan tarif air bersih sejak tahun 2007. Sementara biaya imbalan kepada dua mitra swasta, sesuai PKS selalu naik setiap enam bulan.

"Jika PKS tidak segera diubah, kondisi PAM akan semakin memburuk dan berpotensi menanggung utang hingga Rp18,2 triliun ketika kontrak berakhir di tahun 2022,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya.

Di lain pihak, berkat pengelolaan air bersih di Jakarta, baik Palyja maupun Aetra terus meraih keuntungan. Sampai bulan Juni 2011, Palyja berhasil meraih laba bersih senilai Rp119,48 miliar. Palyja juga memiliki saldo laba senilai Rp898,12 miliar. Total laba Palyja ini hampir separo dari aset mereka yang Rp1,82 triliun.

Kinerja Aetra juga sangat baik. Di kuartal I-2011, perusahaan ini meraih laba bersih sebesar Rp27,90 miliar, naik daripada periode sama tahun lalu sebesar Rp16,43 miliar. Tahun ini Aetra juga sudah membayarkan dividen senilai Rp200 miliar kepada pemegang saham.

Dalam renegoisasi perjanjian kerja sama dengan swasta, PAM Jaya akan melakukan sejumlah perubahan. Misalnya, aset yang dibeli dari biaya imbalan akan masuk dalam laporan keuangan PAM, bukan dicatatkan di neraca mitra swasta seperti yang berlaku saat ini.

Maurits mengatakan, aset tersebut dibeli dari uang milik pelanggan PAM Jaya. Selain itu, PAM Jaya akan berusaha agar shortfall bisa terhapus dan tarif air bersih di Jakarta tidak naik sampai akhir periode kontrak.

Tarif air bersih di Jakarta sudah mencapai sekitar 7.800 per meter kubik. Sementara di Surabaya hanya 2.600 per meter kubik dan Bekasi sekitar Rp2.300 per meter kubik.
Menurut Maurits, PAM Jaya ingin menjamin bahwa masyarakat bisa mendapatkan air bersih dengan tarif terjangkau. Karena itu perubahan PKS sangat fundamental.

“Dengan PKS yang selama ini berlaku, di tahun 2022 nanti, tarif air bersih di Jakarta bisa mencapai Rp22 ribu per meter kubik,” tegas Maurits.
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5057 seconds (0.1#10.140)