IPO, bukan sekadar jalan pintas

Senin, 02 Januari 2012 - 10:40 WIB
IPO, bukan sekadar jalan pintas
IPO, bukan sekadar jalan pintas
A A A
Sindonews.com - Siklus hidup perusahaan tidaklah sama dengan siklus makhluk hidup. Jika makhluk hidup mengawali siklus dari lahir, tumbuh berkembang, dewasa, tua dan mati, tidak demikian dengan siklus perusahaan.

Dalam siklus perusahaan dikenal apa yang disebut dengan istilah going concern atau hidup seterusnya. Karena itu, perusahaan senantiasa mencari jalan untuk bisa berkembang dan eksis sebagai sebuah entitas bisnis. Jika memungkinkan, bahkan bisa melakukan ekspansi, menggurita, dan beranak-pinak. Cukup banyak perusahaan yang kini muncul sebagai perusahaan raksasa kelas dunia bermula atau didirikan dengan modal yang terbatas. Organisasinya juga tidak terlalu besar.

Namun, dengan daya tahan, keuletan, dan kemauan keras pemegang saham atau pendiri, tidak sedikit perusahaan yang awalnya berjalan tertatih-tatih kini menjadi perusahaan multinasional. Sebut saja General Electric, Microsoft, McDonald, Toyota, Honda, Mitsubishi, Coca-Cola, Starbucks, dan banyak lagi. Ketika lahir, perusahaan-perusahaan ini tidak langsung menyandang nama besar ataupun memiliki omzet dan jaringan yang mendunia.

Mereka mencapai level seperti saat ini melalui proses perjalanan yang sangat panjang dan melelahkan. Begitupun dengan perusahaan besar di dalam negeri seperti Grup Astra International, Grup Bakrie, Grup Para, Grup Bank BCA, Grup Salim, Grup Lippo, Grup Sampoerna, Grup Gudang Garam, Grup Djarum, dan masih banyak lagi. Perusahaan-perusahaan ini tidak tiba-tiba menjadi besar, melainkan melalui tahapan waktu yang panjang, perjuangan yang berat, dan pendanaan yang cukup besar.

Ke depan bukan tidak mungkin akan lahir pula kelompok-kelompok usaha baru yang lebih mapan dan lebih kuat. Persoalannya, bagaimana caranya agar dapat melewati proses tersebut: lahir, ekspansi (tidak sekadar bertahan hidup), tumbuh sebagai organisasi yang besar, dan merambah ke sektor usaha dari hulu hingga hilir. Hal ini tentu tidak gampang.

Banyak faktor yang menentukan sebuah perusahaan untuk bisa berkembang pesat, mulai dari kemampuan sumber daya manusia (SDM), jaringan pasar, teknologi, dan tentu saja modal. Ketersediaan modal atau kapital seringkali menjadi kendala utama bagi perusahaan untuk melakukan ekspansi. Adanya SDM yang handal, manajemen yang piawai, pasar yang memadai, serta kemampuan teknologi seringkali menjadi tidak berarti tanpa ketersediaan modal untuk berekspansi.

Initial Public Offering (IPO)

Dalam dunia keuangan, kebutuhan modal untuk berekspansi pada dasarnya bisa dipenuhi melalui dua jalan. Pertama, melalui tambahan modal dari pemegang saham dalam bentuk setoran modal sebagai ekuitas. Kedua, melalui utang. Utang ini bisa diperoleh dari pemegang saham, pihak ketiga, atau lembaga keuangan komersial seperti bank. Bisa juga melalui penerbitan surat utang seperti obligasi atau sejenisnya.

Setiap perusahaan tentu memiliki pertimbangannya sendiri untuk menentukan jalan mana yang akan ditempuh untuk memenuhi kebutuhan modal ekspansinya. Yang pasti, keduanya memiliki keunggulan dan keterbatasannya sendiri. Keterbatasan yang muncul dari sisi ekuitas adalah keterbatasan dana dari pemegang saham untuk terus menambah setoran dana segar.

Sedangkan dari sisi utang, kepada siapa pun utang diajukan – apakah bank komersial, pemegang saham yang uangnya terbatas, atau publik melalui penjualan surat utang – tentu dibutuhkan sejumlah persyaratan yang tidak sederhana misalnya adanya jaminan yang memadai dan juga tingkat suku bunga yang cukup mahal. Semakin tinggi tingkat suku bunga pasar semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan dana ekspansi.

Saat ini misalnya dengan tingkat suku bunga BI Rate sebesar enam persen, bunga kredit perbankan masih bergerak di kisaran 12–14 persen, bahkan ada yang lebih tinggi dari itu. Jika perusahaan harus membiayai ekspansinya dengan utang, beban bunga tadi akan menjadi beban yang cukup berat bagi perusahaan. Belum lagi jika dihitung risiko kegagalan dalam melakukan ekspansi.

Dalam kondisi ini, pemegang saham harus berani mengambil inisiatif: mengundang masuknya investor baru (private placement) atau sekalian melakukan penawaran umum saham kepada masyarakat (initial public offering atau IPO) alias go public. Artinya, pemegang saham pendiri mengundang masyarakat luas menjadi investor baru atau pemegang saham baru di perusahaan. Dengan keberadaan IPO, ada peningkatan modal (ekuitas) di perusahaan.

Perusahaan tidak perlu repot mencari utang lagi. Malahan, modal dari penjualan saham baru tadi bisa dipakai untuk melunasi atau membayar sebagian utang perusahaan sehingga beban perusahaan lebih ringan. Memang, ada sebagian pengusaha yang beranggapan bahwa keputusan untuk melakukan IPO tidak memberikan manfaat.

"Kok enak saja,sudah susah-susah merintis perusahaan hingga besar, tiba-tiba harus berbagi keuntungan dengan orang banyak," begitu kira-kira keengganan sebagian pengusaha untuk melakukan IPO. Lebih-lebih jika perusahaan tersebut merasakan kemudahan dalam memperoleh tambahan modal, pendapat seperti ini sah-sah saja dilontarkan. Meski demikian, harus diingat bahwa IPO bukan sekadar jalan pintas bagi perusahaan untuk mencari dana ekspansi.

Lebih dari itu, IPO memiliki banyak manfaat bagi perusahaan antara lain: Perusahaan lebih profesional. Sikap ini merupakan efek dari IPO di mana setiap perusahaan dituntut untuk memaksimalkan keuntungan pemegang saham. Karena pemegang saham dari perusahaan publik adalah masyarakat, manajemen dituntut untuk lebih profesional agar dapat meraih pertumbuhan laba yang stabil dari tahun ke tahun sehingga bisa memberikan dividen kepada pemegang sahamnya.

Bersikap transparan. Perusahaan publik dituntut selalu bersikap transparan. Semua informasi yang bersifat material yang menyangkut operasional perusahaan harus disampaikan kepada publik. Lebih akuntabel. Karena kewajiban bersikap transparan tadi, manajemen perusahaan publik lebih bisa dipertanggung jawabkan (akuntabel). Laporan keuangan tahunan dan tengah tahunan harus diaudit oleh akuntan publik.

Laporan keuangan triwulan (nonaudit) bahkan harus diserahkan kepada regulator pasar modal. Akses yang lebih kuat terhadap pendanaan. Lembaga pembiayaan, baik bank maupun nonbank, lebih suka membiayai perusahaan publik dibandingkan perusahaan tertutup. Lebih dikenal oleh masyarakat.

Karena sahamnya diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia, setiap hari nama perusahaan (beserta harga sahamnya) akan dimuat di sejumlah media massa cetak maupun elektronik. Hal ini merupakan promosi gratis dalam proses pembentukan citra (image building) perusahaan. (ank)
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4787 seconds (0.1#10.140)