Hobi koleksi tanaman sansevieria hasilkan jutaan rupiah
A
A
A
Sindonews.com - Hobi yang ditekuni ternyata bisa memberi penghasilan tambahan. Buktinya saja, Triwati, ibu rumah tangga beranak satu ini. Karena kreatif mengembangkan hobinya bercocok tanam tanaman hias jenis sansevieria, dapat penghasilan tambahan jutaan rupiah.
Berawal dari hobi, wanita yang memiliki nama Triwati ini memilih fokus berbisnis tanaman sansevieria atau yang lebih dikenal dengan lidah mertua (mother in-law tongue) karena bentuknya yang tajam. Laba dari tanaman yang termasuk dalam famili Agavaceae tersebut cukup besar, mencapai puluhan juta rupiah. Koleksi sansevieria Triwati cukup banyak, mencapai ratusan. Jenisnya pun bermacam-macam, di antaranya, robusta, samurai, staki, kirkii, horwoot, dan banyak lagi.
Semua tanaman yang memenuhi lahan seluas 500 meter persegi tersebut tampak cantik dan terawat. Triwati mulai melirik sansevieria sejak tahun 2003 silam. Dia kemudian mulai membudidayakan sansevieria dan memasarkannya. Meskipun, saat itu sansevieria tidak dilirik. “Waktu itu memang nggak ada yang melirik sansevieria. Anturium dan aglonema lebih dikenal,” ujarnya. Triwati mengaku, jatuh hati pada sansevieria karena memang tidak menyukai tanaman berbunga.
Berbeda dengan kebanyakan hobiis atau pebisnis tanaman hias lainnya yang lebih menyukai jenis tanaman berdaun lebar dan berbunga. Dia pun harus sabar memasarkan tanaman berdaun runcing tersebut. Pertama kali mengikuti pameran tanaman hias di Taman Ahmad Yani Medan, Triwati mengaku ‘dagangannya’ tidak laku. Sedikit sekali pengunjung yang mampir ke standnya. Wajar saja, karena saat itu orang lebih tertarik pada anturium dan aglonema yang fenomenal karena harganya yang selangit.
“Memang, waktu itu nggak ada yang melirik. Orang-orang juga heran melihat saya. Karena banyak pebisnis tanaman hias yang beralih ke tanaman yang sedang tren, sementara saya tetap dengan sansevieria yang sama sekali tidak menarik minat orang pada waktu itu,” ujarnya. Namun, berkat kerja keras dan kegigihannya, bisnisnya mulai menuai hasil. Meski tak sefenomenal anturium, sansevieria kemudian jadi tren. “Tahun 2008 orang mulai melirik ini. Apalagi setelah mengetahui manfaatnya tidak saja sebagai tanaman hias,” ujarnya.
Harga sansevieria pun cukup menjanjikan. Untuk sansevieria masoniana atau yang biasa disebut centong, harga perdaunnya mencapai Rp75 ribu. Triwati pun kini merasakan hasilnya. Koleksi sansevierianya pun terus bertambah. Selain di rumahnya, Triwati juga memasarkan sansevieria di Taman PKK, Jalan DR Mansyur Medan. Dari 15 kapling yang ada di taman tersebut, dia menempati dua kapling.
Pejualannya pun telah mencapai beberapa daerah di Indonesia, seperti Jawa, Bali, Sulawesi, dan Kalimantan. Untuk Sumatera sendiri, tanaman yang dibudidayakan ini laris terjual di Aceh, Padang, Palembang, Jambi, dan beberapa kota lainnya. Mengenai harga, cukup bervariasi. Mulai dari Rp10 ribu hingga puluhan juta rupiah per pot, tergantung umur dan kelangkaannya. “Semakin langka tanaman ini, semakin mahal harganya,” tambah wanita berjilbab ini.
Bahkan, ada juga sansevieria yang harganya mencapai ratusan juta rupiah. “Ada juga, misalnya dia mutasi. Tapi itu jarang,” ungkap Triwati.
Triwati mengaku, dalam sebulan, dia bisa menjual 100 hingga 300 pot. Biasanya, para pemesannya juga merupakan pedagang tanaman hias di daerah mereka. Untuk yang ada di Sumatera, dia biasa menjual 30 pot dalam seminggu untuk masing-masing daerah.
Mengenai omzet, dalam sebulan, dia bisa mendapat keuntungan Rp10 juta hingga Rp20 juta. Meskipun saat ini gairah untuk membeli tanaman hias berkurang. Menurutnya, saat ini sebagian besar pebisnis tanaman hias yang lain banyak yang pendapatannya berkurang, karena peminatnya rendah.
“Banyak yang trauma dengan harga tanaman hias, misalnya anthurium yang beberapa waktu lalu harganya sangat mahal, sekarang tidak seberapa,” sebutnya.
Berawal dari hobi, wanita yang memiliki nama Triwati ini memilih fokus berbisnis tanaman sansevieria atau yang lebih dikenal dengan lidah mertua (mother in-law tongue) karena bentuknya yang tajam. Laba dari tanaman yang termasuk dalam famili Agavaceae tersebut cukup besar, mencapai puluhan juta rupiah. Koleksi sansevieria Triwati cukup banyak, mencapai ratusan. Jenisnya pun bermacam-macam, di antaranya, robusta, samurai, staki, kirkii, horwoot, dan banyak lagi.
Semua tanaman yang memenuhi lahan seluas 500 meter persegi tersebut tampak cantik dan terawat. Triwati mulai melirik sansevieria sejak tahun 2003 silam. Dia kemudian mulai membudidayakan sansevieria dan memasarkannya. Meskipun, saat itu sansevieria tidak dilirik. “Waktu itu memang nggak ada yang melirik sansevieria. Anturium dan aglonema lebih dikenal,” ujarnya. Triwati mengaku, jatuh hati pada sansevieria karena memang tidak menyukai tanaman berbunga.
Berbeda dengan kebanyakan hobiis atau pebisnis tanaman hias lainnya yang lebih menyukai jenis tanaman berdaun lebar dan berbunga. Dia pun harus sabar memasarkan tanaman berdaun runcing tersebut. Pertama kali mengikuti pameran tanaman hias di Taman Ahmad Yani Medan, Triwati mengaku ‘dagangannya’ tidak laku. Sedikit sekali pengunjung yang mampir ke standnya. Wajar saja, karena saat itu orang lebih tertarik pada anturium dan aglonema yang fenomenal karena harganya yang selangit.
“Memang, waktu itu nggak ada yang melirik. Orang-orang juga heran melihat saya. Karena banyak pebisnis tanaman hias yang beralih ke tanaman yang sedang tren, sementara saya tetap dengan sansevieria yang sama sekali tidak menarik minat orang pada waktu itu,” ujarnya. Namun, berkat kerja keras dan kegigihannya, bisnisnya mulai menuai hasil. Meski tak sefenomenal anturium, sansevieria kemudian jadi tren. “Tahun 2008 orang mulai melirik ini. Apalagi setelah mengetahui manfaatnya tidak saja sebagai tanaman hias,” ujarnya.
Harga sansevieria pun cukup menjanjikan. Untuk sansevieria masoniana atau yang biasa disebut centong, harga perdaunnya mencapai Rp75 ribu. Triwati pun kini merasakan hasilnya. Koleksi sansevierianya pun terus bertambah. Selain di rumahnya, Triwati juga memasarkan sansevieria di Taman PKK, Jalan DR Mansyur Medan. Dari 15 kapling yang ada di taman tersebut, dia menempati dua kapling.
Pejualannya pun telah mencapai beberapa daerah di Indonesia, seperti Jawa, Bali, Sulawesi, dan Kalimantan. Untuk Sumatera sendiri, tanaman yang dibudidayakan ini laris terjual di Aceh, Padang, Palembang, Jambi, dan beberapa kota lainnya. Mengenai harga, cukup bervariasi. Mulai dari Rp10 ribu hingga puluhan juta rupiah per pot, tergantung umur dan kelangkaannya. “Semakin langka tanaman ini, semakin mahal harganya,” tambah wanita berjilbab ini.
Bahkan, ada juga sansevieria yang harganya mencapai ratusan juta rupiah. “Ada juga, misalnya dia mutasi. Tapi itu jarang,” ungkap Triwati.
Triwati mengaku, dalam sebulan, dia bisa menjual 100 hingga 300 pot. Biasanya, para pemesannya juga merupakan pedagang tanaman hias di daerah mereka. Untuk yang ada di Sumatera, dia biasa menjual 30 pot dalam seminggu untuk masing-masing daerah.
Mengenai omzet, dalam sebulan, dia bisa mendapat keuntungan Rp10 juta hingga Rp20 juta. Meskipun saat ini gairah untuk membeli tanaman hias berkurang. Menurutnya, saat ini sebagian besar pebisnis tanaman hias yang lain banyak yang pendapatannya berkurang, karena peminatnya rendah.
“Banyak yang trauma dengan harga tanaman hias, misalnya anthurium yang beberapa waktu lalu harganya sangat mahal, sekarang tidak seberapa,” sebutnya.
()