4 distributor gula di Sulsel berbuat curang
A
A
A
Sindonews.com - Empat distributor gula kristal putih di Sulawesi Selatan (Sulsel) diduga melakukan praktik bisnis tidak sehat. Mereka menahan penjualan gula kristal putih dan memasarkan gula rafinasi untuk kebutuhan rumah tangga.
”Praktik itu dimulai 2010 hingga 2011,” kata Kepala Perwakilan Daerah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Makassar Abdul Hakim Pasaribu di Makassar, kemarin.
Berdasarkan data KPPU Makassar, keempat perusahaan tersebut, yaitu PT Padi Mas Prima, Usaha Dagang (UD) Benteng Baru, UD Putra Gowa, dan UD Malino. Proses beredarnya gula rafinasi di Sulsel dimulai dari empat distributor tersebut.
“Caranya, mereka menahan pasokan gula kristal putih untuk konsumsi rumah tangga,” ujarnya.
Kemudian pedagang ditawarkan membeli gula rafinasi untuk kebutuhan rumah tangga. Dugaan ini diperkuat pengakuan beberapa pihak yang diminta keterangannya di Pabrik Gula (PG) Takalar. “Kelimanya perusahaan yang memenangi tender penjualan gula dari Pabrik Gula Takalar,” paparnya. Namun, gula tersebut tidak diserap dengan cepat untuk kebutuhan rumah tangga karena masih tersimpan di gudang PG Takalar.
“Dengan menahan stok di gudang pabrik gula, tercipta kondisi kekosongan pasokan gula kristal putih,” paparnya.
Keadaan ini dimanfaatkan dengan memasarkan gula rafinasi ke pasar konsumsi. Dari hasil monitoring KPPU Makassar pada 5 Desember 2011, 2.936,21 ton gula kristal putih tersimpan di PG Takalar.
“Dengan rincian, gula milik PG Takalar sebanyak 728,27 ton, gula milik distributor 1.484 ton, sedangkan gula milik petani tebu 722,94 ton,” ujarnya.
Dari hasil monitoring KPPU 2010, pasokan gula kristal putih dari tiga pabrik gula lokal sebesar 27.186,3 ton, yaitu dari PG Camming sebanyak 13.645,7 ton, PG Bone 7.362,60 ton, dan PG Takalar 6.177,80 ton.
Sementara itu, kebutuhan gula kristal putih di Sulsel sekitar 120 ribu ton. Pada tahun yang sama, PT Makassar Tene memproduksi gula rafinasi sebanyak 360.852,65 ton. Sementara kebutuhan gula rafinasi untuk Indonesia timur hanya 200 ribu ton per tahun. Berdasarkan data tersebut terlihat kelebihan pasokan gula rafinasi.
“Di beberapa pasar tradisional, seperti Makassar, Gowa, Maros, Takalar, Pangkep, banyak stok gula rafinasi dijual langsung,” tuturnya..
Namun, sangat sulit menemukan gula kristal putih di pasar-pasar tradisional tersebut. Apabila tidak ada kontrol yang tegas, dikhawatirkan gula kristal putih, terutama milik petani tebu sulit diserap pasar. “Harganya tidak bisa bersaing dengan gula rafinasi,” katanya.
Menurut dia, gula rafinasi merupakan komoditas yang pendistribusian dan perdagangannya dalam pengawasan. Dasar hukum perdagangan gula rafinasi, antara lain UU No 8/1962. “Peraturan Pemerintah No 11/2004 tentang Perdagangan Barang dalam Pengawasan,” ujarnya.
Menurutnya, berdasarkan aturan tersebut sudah jelas bahwa gula rafinasi memang untuk industri. “Sementara pemenuhan konsumsi masyarakat diproduksi gula kristal putih,” ucapnya.
Jika ditemukan bukti awal dugaan pelanggaran terhadap UU No 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, KPPU akan melakukan proses penegakan hukum, yakni ancaman denda Rp1 miliar.
Khusus PT Makassar Tene, KPPU akan mendalami lebih lanjut peran perusahaan tersebut terhadap peredaran gula rafinasi ke pasar konsumsi. “Apabila ditemukan bukti awal yang mengakibatkan langkanya gula kristal putih, KPPU akan menindaklanjutinya,” ungkapnya.
Ketua Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu (Apegti) Sulsel Natsir Mansyur mengakui keempat perusahaan tersebut adalah distributor gula besar di Sulsel. “Mereka juga yang memenangi tender penjualan gula di semua pabrik gula yang ada di Sulsel,” paparnya.
Dia menegaskan, jika sudah ditemukan dugaan keterlibatan mereka, dia meminta pihak kepolisian menindaklanjutinya. “Termasuk KPPU agar terus memproses masalah ini hingga selesai. Jika tidak ditindaklanjuti bisa mematikan petani tebu,” pungkasnya.
”Praktik itu dimulai 2010 hingga 2011,” kata Kepala Perwakilan Daerah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Makassar Abdul Hakim Pasaribu di Makassar, kemarin.
Berdasarkan data KPPU Makassar, keempat perusahaan tersebut, yaitu PT Padi Mas Prima, Usaha Dagang (UD) Benteng Baru, UD Putra Gowa, dan UD Malino. Proses beredarnya gula rafinasi di Sulsel dimulai dari empat distributor tersebut.
“Caranya, mereka menahan pasokan gula kristal putih untuk konsumsi rumah tangga,” ujarnya.
Kemudian pedagang ditawarkan membeli gula rafinasi untuk kebutuhan rumah tangga. Dugaan ini diperkuat pengakuan beberapa pihak yang diminta keterangannya di Pabrik Gula (PG) Takalar. “Kelimanya perusahaan yang memenangi tender penjualan gula dari Pabrik Gula Takalar,” paparnya. Namun, gula tersebut tidak diserap dengan cepat untuk kebutuhan rumah tangga karena masih tersimpan di gudang PG Takalar.
“Dengan menahan stok di gudang pabrik gula, tercipta kondisi kekosongan pasokan gula kristal putih,” paparnya.
Keadaan ini dimanfaatkan dengan memasarkan gula rafinasi ke pasar konsumsi. Dari hasil monitoring KPPU Makassar pada 5 Desember 2011, 2.936,21 ton gula kristal putih tersimpan di PG Takalar.
“Dengan rincian, gula milik PG Takalar sebanyak 728,27 ton, gula milik distributor 1.484 ton, sedangkan gula milik petani tebu 722,94 ton,” ujarnya.
Dari hasil monitoring KPPU 2010, pasokan gula kristal putih dari tiga pabrik gula lokal sebesar 27.186,3 ton, yaitu dari PG Camming sebanyak 13.645,7 ton, PG Bone 7.362,60 ton, dan PG Takalar 6.177,80 ton.
Sementara itu, kebutuhan gula kristal putih di Sulsel sekitar 120 ribu ton. Pada tahun yang sama, PT Makassar Tene memproduksi gula rafinasi sebanyak 360.852,65 ton. Sementara kebutuhan gula rafinasi untuk Indonesia timur hanya 200 ribu ton per tahun. Berdasarkan data tersebut terlihat kelebihan pasokan gula rafinasi.
“Di beberapa pasar tradisional, seperti Makassar, Gowa, Maros, Takalar, Pangkep, banyak stok gula rafinasi dijual langsung,” tuturnya..
Namun, sangat sulit menemukan gula kristal putih di pasar-pasar tradisional tersebut. Apabila tidak ada kontrol yang tegas, dikhawatirkan gula kristal putih, terutama milik petani tebu sulit diserap pasar. “Harganya tidak bisa bersaing dengan gula rafinasi,” katanya.
Menurut dia, gula rafinasi merupakan komoditas yang pendistribusian dan perdagangannya dalam pengawasan. Dasar hukum perdagangan gula rafinasi, antara lain UU No 8/1962. “Peraturan Pemerintah No 11/2004 tentang Perdagangan Barang dalam Pengawasan,” ujarnya.
Menurutnya, berdasarkan aturan tersebut sudah jelas bahwa gula rafinasi memang untuk industri. “Sementara pemenuhan konsumsi masyarakat diproduksi gula kristal putih,” ucapnya.
Jika ditemukan bukti awal dugaan pelanggaran terhadap UU No 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, KPPU akan melakukan proses penegakan hukum, yakni ancaman denda Rp1 miliar.
Khusus PT Makassar Tene, KPPU akan mendalami lebih lanjut peran perusahaan tersebut terhadap peredaran gula rafinasi ke pasar konsumsi. “Apabila ditemukan bukti awal yang mengakibatkan langkanya gula kristal putih, KPPU akan menindaklanjutinya,” ungkapnya.
Ketua Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu (Apegti) Sulsel Natsir Mansyur mengakui keempat perusahaan tersebut adalah distributor gula besar di Sulsel. “Mereka juga yang memenangi tender penjualan gula di semua pabrik gula yang ada di Sulsel,” paparnya.
Dia menegaskan, jika sudah ditemukan dugaan keterlibatan mereka, dia meminta pihak kepolisian menindaklanjutinya. “Termasuk KPPU agar terus memproses masalah ini hingga selesai. Jika tidak ditindaklanjuti bisa mematikan petani tebu,” pungkasnya.
()