Kebijakan reaktif tanpa perhitungan matang
A
A
A
Sindonews.com - Kekhawatiran bakal terjadi kekacauan dalam pengaturan BBM bersubsidi sampai saat ini sudah di depan mata namun belum terjadi. Karena pada kenyataannya, Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah menunda lagi agenda pembahasan hasil kajian pengaturan BBM bersubsidi, kendati pemerintah menyatakan kesiapan dalam melaksanakan kebijakan tersebut pada akhir kuartal 1/2012.
Ketua Komisi VII DPR Teuku Riefky Harsya menegaskan komisi energi masih memerlukan waktu untuk membahas hasil kajian yang disampaikan pemerintah. DPR, katanya, tidak bisa memutuskan secara langsung kebijakan pengaturan BBM yang berdampak luas di masyarakat. “Kami (DPR) juga meminta Menteri ESDM menyampaikan hasil kajian secara langsung. Pemerintah juga harus melengkapi dengan tinjauan politik, geopolitik, keuangan negara, dan sosial,” katanya usai rapat dengar pendapat Komisi VII DPR RI dengan Kementerian ESDM.
Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menegaskan akan menolak pembatasan BBM kalau tidak ada penjelasan yang masuk akal mengenai kebijakan itu. “Jangan sampai ada tudingan pemerintah bermain dan hendak menguntungkan pihak-pihak tertentu,” ujar Effendi MS Simbolon kepada Sindonews.
DPR meragukan kesiapan pemerintah mengenai konversi BBM karena terkesan mendadak dan terburu-buru. Apalagi dalam pembahasan RAPBN 2012 isu perubahan kebijakan energi dari BBM ke BBG tidak menjadi fokus pembahasan antara Pemerintah dan DPR.
"Kami menilai pernyataan pemerintah yang telah siap dengan mekanisme konversi BBM ke BBG sebagai sikap yang terburu-buru dan tidak melalui perencanaan yang matang. Ini hanya reaktif saja, sebaiknya pemerintah memulai dengan menyiapkan blue print energi," kata Anggota Komisi Energi Nasional DPR Mardani dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (14/1/2012).
Mardani mengatakan, pemerintah sepertinya panik dan tidak memiliki solusi yang sistematis untuk mengatasi terjadinya over kuota BBM subsidi yang terjadi setiap tahun. Apalagi saat ini desakan masyarakat sangat besar agar pemerintah segera menata masalah kebijakan energi ini. Padahal sebelumnya, pemerintah mengutarakan telah siap dengan pelaksanaan konversi BBM ke BBG, bahkan telah menyiapkan anggarannya untuk pembangunan SPBG dan infrastruktur lainnya ketika diungkapkan Menko Perekonomian Hatta Rajasa.
Dia melanjutkan, jika pemerintah cerdas dan berani serta benar-benar berpikir untuk kesejahteraan rakyat, maka tidak kurang dari Rp79 triliun devisa dapat diselamatkan. "Dan, pada saat yang sama kita akan mendapat tambahan PDB lebih dari tiga persen karena turunnya harga energi kita, sehingga harga produk barang dan jasa semakin murah dan menjadikan kita semakin kompetitif. Lebih dari itu, pertumbuhan ekonomi akan meningkat dan lapangan kerja tersedia lebih banyak,” pungkas dia.
Meski ada opsi konversi ke BBG, pemerintah masih menilai pengalihan penggunaan premium ke pertamax merupakan opsi yang terbaik.Namun, untuk opsi paling realistis adalah menaikkan harga premium.
Selain masalah kesiapan yang minim, efektifkah pembatasan BBM bersubsidi? Banyak pihak mengkritik pembatasan BBM tidak akan efektif. Uang yang dihemat dari pembatasan BBM itu tidak akan sebanding dengan ongkos politik dan psikologis yang timbul. Tentu akan menjadi percuma bila angka yang dihemat kecil sementara risiko politiknya begitu besar.
Kalau bisa memilih, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) lebih setuju adanya langkah untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) secara bertahap ketimbang pembatasan BBM subsidi. Hal ini disampaikan Wakil Ketua Umum Bidang Energi dan Kehutanan Alzier Dianis Thabranie kala ditemui, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (12/1/2012).
Dia meminta, pemerintah menaikkan harga BBM tersebut sebesar Rp500-Rp1.000 per liter. "Kita sih kalau bisa dinaikin harganya supaya jangan subsidi terus, dinaikan saja sedikit-sedikit tidak apa-apa, yang pantas supaya rakyat juga tidak menjerit dan pemerintah tidak sakit (subsidinya)," ujar Alzier.
"Kendaraan umum masih dapat subsidi. Masalah yang menjadi agak sulit mengaturnya adalah plat hitam. Karena plat hitam ini banyak jumlahnya, ada yang punya dua atau tiga. Tetapi yang punya plat hitam ini ada juga orang yang tidak kaya. Jadi yang saya sebut kemarin, ada seorang guru sudah 30 tahun jadi guru, dia menabung terus bisa beli mobil. Nah, ini kalau tidak boleh beli yang subsidi ya kasihan. Dan ini memang ini tidak mudah. Itu kita sedang mempersiapkan ini," lanjut Alzier.
Pengamat ekonomi, Anggito Abimanyu meminta pemerintah untuk tidak tergesa-gesa dalam menerapkan pembatasan dan konversi BBM ke BBG di April 2012. "Dari aspek ekonomi mengenai infrastruktur pemerintah belum siap tetapi jangan terkesan tergesa-gesa dalam menerapkan ini harus gradual," ujarnya saat ditemui di Gedung Freedom Institute, Jakarta Jumat (13/1/2012).
Menurutnya pemerintah harus punya pertimbangan yang matang guna menjaga kualitas dan kuantitas program tersebut. "Namun, Kami tetap dukung. Kami pro dengan pemerintah mengenai kebijakan program ini tetapi harus membangun infrastruktur yang lebih banyak lagi," jelasnya.
Anggito menjelaskan, saat ini memang tepat jika pemerintah menerapkan program pembatasan dan konversi BBM tersebut. Namun dirinya mengimbau agar pemerintah mengundur rencana tersebut sehingga infrastruktur lebih disiapkan. "Karena subsidi energi di 2011 itu sangat tidak wajar dan kuota yang telah ditetapkan tahun kemarin jebol hingga 103,3 persen. Tetapi kami meminta untuk diundur sehingga program ini dapat berjalan dengan maksimal," pungkasnya. (bro)
Ketua Komisi VII DPR Teuku Riefky Harsya menegaskan komisi energi masih memerlukan waktu untuk membahas hasil kajian yang disampaikan pemerintah. DPR, katanya, tidak bisa memutuskan secara langsung kebijakan pengaturan BBM yang berdampak luas di masyarakat. “Kami (DPR) juga meminta Menteri ESDM menyampaikan hasil kajian secara langsung. Pemerintah juga harus melengkapi dengan tinjauan politik, geopolitik, keuangan negara, dan sosial,” katanya usai rapat dengar pendapat Komisi VII DPR RI dengan Kementerian ESDM.
Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menegaskan akan menolak pembatasan BBM kalau tidak ada penjelasan yang masuk akal mengenai kebijakan itu. “Jangan sampai ada tudingan pemerintah bermain dan hendak menguntungkan pihak-pihak tertentu,” ujar Effendi MS Simbolon kepada Sindonews.
DPR meragukan kesiapan pemerintah mengenai konversi BBM karena terkesan mendadak dan terburu-buru. Apalagi dalam pembahasan RAPBN 2012 isu perubahan kebijakan energi dari BBM ke BBG tidak menjadi fokus pembahasan antara Pemerintah dan DPR.
"Kami menilai pernyataan pemerintah yang telah siap dengan mekanisme konversi BBM ke BBG sebagai sikap yang terburu-buru dan tidak melalui perencanaan yang matang. Ini hanya reaktif saja, sebaiknya pemerintah memulai dengan menyiapkan blue print energi," kata Anggota Komisi Energi Nasional DPR Mardani dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (14/1/2012).
Mardani mengatakan, pemerintah sepertinya panik dan tidak memiliki solusi yang sistematis untuk mengatasi terjadinya over kuota BBM subsidi yang terjadi setiap tahun. Apalagi saat ini desakan masyarakat sangat besar agar pemerintah segera menata masalah kebijakan energi ini. Padahal sebelumnya, pemerintah mengutarakan telah siap dengan pelaksanaan konversi BBM ke BBG, bahkan telah menyiapkan anggarannya untuk pembangunan SPBG dan infrastruktur lainnya ketika diungkapkan Menko Perekonomian Hatta Rajasa.
Dia melanjutkan, jika pemerintah cerdas dan berani serta benar-benar berpikir untuk kesejahteraan rakyat, maka tidak kurang dari Rp79 triliun devisa dapat diselamatkan. "Dan, pada saat yang sama kita akan mendapat tambahan PDB lebih dari tiga persen karena turunnya harga energi kita, sehingga harga produk barang dan jasa semakin murah dan menjadikan kita semakin kompetitif. Lebih dari itu, pertumbuhan ekonomi akan meningkat dan lapangan kerja tersedia lebih banyak,” pungkas dia.
Meski ada opsi konversi ke BBG, pemerintah masih menilai pengalihan penggunaan premium ke pertamax merupakan opsi yang terbaik.Namun, untuk opsi paling realistis adalah menaikkan harga premium.
Selain masalah kesiapan yang minim, efektifkah pembatasan BBM bersubsidi? Banyak pihak mengkritik pembatasan BBM tidak akan efektif. Uang yang dihemat dari pembatasan BBM itu tidak akan sebanding dengan ongkos politik dan psikologis yang timbul. Tentu akan menjadi percuma bila angka yang dihemat kecil sementara risiko politiknya begitu besar.
Kalau bisa memilih, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) lebih setuju adanya langkah untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) secara bertahap ketimbang pembatasan BBM subsidi. Hal ini disampaikan Wakil Ketua Umum Bidang Energi dan Kehutanan Alzier Dianis Thabranie kala ditemui, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (12/1/2012).
Dia meminta, pemerintah menaikkan harga BBM tersebut sebesar Rp500-Rp1.000 per liter. "Kita sih kalau bisa dinaikin harganya supaya jangan subsidi terus, dinaikan saja sedikit-sedikit tidak apa-apa, yang pantas supaya rakyat juga tidak menjerit dan pemerintah tidak sakit (subsidinya)," ujar Alzier.
"Kendaraan umum masih dapat subsidi. Masalah yang menjadi agak sulit mengaturnya adalah plat hitam. Karena plat hitam ini banyak jumlahnya, ada yang punya dua atau tiga. Tetapi yang punya plat hitam ini ada juga orang yang tidak kaya. Jadi yang saya sebut kemarin, ada seorang guru sudah 30 tahun jadi guru, dia menabung terus bisa beli mobil. Nah, ini kalau tidak boleh beli yang subsidi ya kasihan. Dan ini memang ini tidak mudah. Itu kita sedang mempersiapkan ini," lanjut Alzier.
Pengamat ekonomi, Anggito Abimanyu meminta pemerintah untuk tidak tergesa-gesa dalam menerapkan pembatasan dan konversi BBM ke BBG di April 2012. "Dari aspek ekonomi mengenai infrastruktur pemerintah belum siap tetapi jangan terkesan tergesa-gesa dalam menerapkan ini harus gradual," ujarnya saat ditemui di Gedung Freedom Institute, Jakarta Jumat (13/1/2012).
Menurutnya pemerintah harus punya pertimbangan yang matang guna menjaga kualitas dan kuantitas program tersebut. "Namun, Kami tetap dukung. Kami pro dengan pemerintah mengenai kebijakan program ini tetapi harus membangun infrastruktur yang lebih banyak lagi," jelasnya.
Anggito menjelaskan, saat ini memang tepat jika pemerintah menerapkan program pembatasan dan konversi BBM tersebut. Namun dirinya mengimbau agar pemerintah mengundur rencana tersebut sehingga infrastruktur lebih disiapkan. "Karena subsidi energi di 2011 itu sangat tidak wajar dan kuota yang telah ditetapkan tahun kemarin jebol hingga 103,3 persen. Tetapi kami meminta untuk diundur sehingga program ini dapat berjalan dengan maksimal," pungkasnya. (bro)
()