Kelom Geulis, lestarikan budaya Sunda
A
A
A
Sindonews.com - Di tengah persaingan produk-produk asing yang masuk ke Indonesia, ternyata masih ada segilintir masyarakat pribumi yang mau memproduksi dan memasarkan produk tradisonal.
Adalah Uus, seorang pria asli Sumedang yang memproduksi sendal kayu yang lebih dikenal dengan nama kelom geulis dengan modifikasi dot painting dan ukiran.
"Sebenarnya ini kalau boleh dibilang adalah produk tradisi orang Sunda. Dulunya kelom geulis ini cuma dalam bentuk polos saja. Kemudian melihat sekarang anak muda jarang memakai ini lagi karena takut terlihat tua, lalu saya modifikasi dengan pemakaian warna dan ukiran. Sehingga, terlihat menarik dan masuk untuk anak muda," ujarnya saat ditemui Sindonews, beberapa waktu lalu.
Ceritanya usaha ini telah berjalan turun-temurun, namun untuk fokus di bidang kelom geulis, dia baru memulai di tahun 2007 dengan memanfaatkan modal yang hanya Rp500 ribu. "Dari kondisi turun-temurun ini yang saya manfaatkan untuk belajar secara otodidak, hingga dari modal pribadi yang hanya segitu saya bisa memproduksi satu kodi kelom geulis," tambah pria yang merupakan generasi ketiga dari keluarganya.
Keunikan dari sepatu ini menurutnya memang berada pada pembuatan yang cukup lama dengan manual tangan yang menonjolkan nilai seni, sehingga harga yang ditawarkan pun cukup mahal, yakni berkisar antara Rp150 ribu-Rp350 ribu. Walaupun demikian, Uus tetap menuju segmentasi pasar mulai dari anak-anak, remaja dan ibu-ibu di mana setiap bulannya mendapatkan omzet hingga Rp30 juta-Rp40 juta.
Usaha ini sudah memiliki 11 karyawan yang dibina langsung oleh Uus, dan setiap dua pekan dapat memproduksi 200 pasang. Penjualan produk Kelom geulis memang lebih kepada pemanfaatan kerja sama dengan beberapa toko-toko dan factory outlet untuk wilayah Bandung dan Jakarta.
"Jadi untuk penjualan kita serahkan saja ke mereka, karena mereka juga dapat untung kan, mau dipasarkan lewat apapun ya terserah mereka saja. Kalau konsumen mah ada saja," tambahnya.
Kesulitan yang dihadapi pria yang kurang lebih memiliki tinggi 175 cm ini adalah pada pengembangan sumber daya manusia. Menurutnya, yang mengerjakan produk ini tidak sembarangan orang, butuh ketrampilan khusus walaupun itu secara otodidak.
Ke depannya Uus berharap dapat membenahi manajemen usaha yang sudah dirintisnya selama ini menjadi lebih baik dan bisa menciptakan inovasi-inovasi produk yang dapat menunjang produktivitas usaha itu sendiri.
Adalah Uus, seorang pria asli Sumedang yang memproduksi sendal kayu yang lebih dikenal dengan nama kelom geulis dengan modifikasi dot painting dan ukiran.
"Sebenarnya ini kalau boleh dibilang adalah produk tradisi orang Sunda. Dulunya kelom geulis ini cuma dalam bentuk polos saja. Kemudian melihat sekarang anak muda jarang memakai ini lagi karena takut terlihat tua, lalu saya modifikasi dengan pemakaian warna dan ukiran. Sehingga, terlihat menarik dan masuk untuk anak muda," ujarnya saat ditemui Sindonews, beberapa waktu lalu.
Ceritanya usaha ini telah berjalan turun-temurun, namun untuk fokus di bidang kelom geulis, dia baru memulai di tahun 2007 dengan memanfaatkan modal yang hanya Rp500 ribu. "Dari kondisi turun-temurun ini yang saya manfaatkan untuk belajar secara otodidak, hingga dari modal pribadi yang hanya segitu saya bisa memproduksi satu kodi kelom geulis," tambah pria yang merupakan generasi ketiga dari keluarganya.
Keunikan dari sepatu ini menurutnya memang berada pada pembuatan yang cukup lama dengan manual tangan yang menonjolkan nilai seni, sehingga harga yang ditawarkan pun cukup mahal, yakni berkisar antara Rp150 ribu-Rp350 ribu. Walaupun demikian, Uus tetap menuju segmentasi pasar mulai dari anak-anak, remaja dan ibu-ibu di mana setiap bulannya mendapatkan omzet hingga Rp30 juta-Rp40 juta.
Usaha ini sudah memiliki 11 karyawan yang dibina langsung oleh Uus, dan setiap dua pekan dapat memproduksi 200 pasang. Penjualan produk Kelom geulis memang lebih kepada pemanfaatan kerja sama dengan beberapa toko-toko dan factory outlet untuk wilayah Bandung dan Jakarta.
"Jadi untuk penjualan kita serahkan saja ke mereka, karena mereka juga dapat untung kan, mau dipasarkan lewat apapun ya terserah mereka saja. Kalau konsumen mah ada saja," tambahnya.
Kesulitan yang dihadapi pria yang kurang lebih memiliki tinggi 175 cm ini adalah pada pengembangan sumber daya manusia. Menurutnya, yang mengerjakan produk ini tidak sembarangan orang, butuh ketrampilan khusus walaupun itu secara otodidak.
Ke depannya Uus berharap dapat membenahi manajemen usaha yang sudah dirintisnya selama ini menjadi lebih baik dan bisa menciptakan inovasi-inovasi produk yang dapat menunjang produktivitas usaha itu sendiri.
()