Apindo: Jangan tetapkan UMR untuk semua perusahaan
A
A
A
Sindonews.com - Kenaikan upah minimum buruh yang sudah ditetapkan menurut kalangan pengusaha hal tersebut tidak bisa diterapkan kepada seluruh perusahaan.
"Upah minimum tidak boleh diberlakukan pada semua perusahaan, pasalnya pendapatan antara perusahaan kecil dan perusahaan besar tidak sama. Hal ini berkaitan dengan kekuatan membayar upah, kalau industri kecil disuruh membayar upah minimum yang ditetapkan oleh pemerintah. Maka perusahaan tersebut bisa tutup, sangat ironis sekali kalau usah seperti Home industri harus bayar sama," ucap Ketua Advokasi Kebijakan Publik Apindo Antony Hilman dalam diskusi Polemik, Sindo Radio di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (4/2/2012).
Hilman juga menambahkan sangat keliru kalau ukuran kesejahteraan diukur pada ukuran upah yang rendah, kalau begitu perusahaan kecil harus gulung tikar.
"Kalau tolak ukurnya upah murah hal tersebut keliru. Kita berbicara kesejahteraan, bukan melalui upah minuman tetapi memberikan pemberdayaan," ungkapnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, dengan adanya fenomena ini justru akan menyebabkan kesenjangan, yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. "Buruh formal semakin kaya, informal semakin miskin, jadi orang kaya semakin kaya, orang miskin semakin miskin," jelasnya
Dia menilai penetapan upah buruh per daerah itu berbeda-beda sesuai dengan hasil survei bersama antara wakil buruh, pengusaha dan pemerintah. Jadi sambungnya kesejahteran daerah tidak bisa dinilai dari berapa besar upah minimumnya.
"Layak buat si A beda dengan layak si B. Hidup layak ada tolak ukurnya, komponen hidup layak (KHL) ada 46 komponen mengukur nilai hidup layak penetapan upah minimum," tegasnya.
Kendati demikian dia mengakui secara nasional pencapai KHL Indonesia baru mencapai 89 persen, namun ini tidak bisa dilihat hanya secara makro pasalnya skala ekonomi daerah berbeda beda. (ank)
"Upah minimum tidak boleh diberlakukan pada semua perusahaan, pasalnya pendapatan antara perusahaan kecil dan perusahaan besar tidak sama. Hal ini berkaitan dengan kekuatan membayar upah, kalau industri kecil disuruh membayar upah minimum yang ditetapkan oleh pemerintah. Maka perusahaan tersebut bisa tutup, sangat ironis sekali kalau usah seperti Home industri harus bayar sama," ucap Ketua Advokasi Kebijakan Publik Apindo Antony Hilman dalam diskusi Polemik, Sindo Radio di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (4/2/2012).
Hilman juga menambahkan sangat keliru kalau ukuran kesejahteraan diukur pada ukuran upah yang rendah, kalau begitu perusahaan kecil harus gulung tikar.
"Kalau tolak ukurnya upah murah hal tersebut keliru. Kita berbicara kesejahteraan, bukan melalui upah minuman tetapi memberikan pemberdayaan," ungkapnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, dengan adanya fenomena ini justru akan menyebabkan kesenjangan, yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. "Buruh formal semakin kaya, informal semakin miskin, jadi orang kaya semakin kaya, orang miskin semakin miskin," jelasnya
Dia menilai penetapan upah buruh per daerah itu berbeda-beda sesuai dengan hasil survei bersama antara wakil buruh, pengusaha dan pemerintah. Jadi sambungnya kesejahteran daerah tidak bisa dinilai dari berapa besar upah minimumnya.
"Layak buat si A beda dengan layak si B. Hidup layak ada tolak ukurnya, komponen hidup layak (KHL) ada 46 komponen mengukur nilai hidup layak penetapan upah minimum," tegasnya.
Kendati demikian dia mengakui secara nasional pencapai KHL Indonesia baru mencapai 89 persen, namun ini tidak bisa dilihat hanya secara makro pasalnya skala ekonomi daerah berbeda beda. (ank)
()