Kesenjangan masih membayangi perekonomian RI
A
A
A
Sindonews.com – Krisis keuangan di Eropa dan Amerika Serikat (AS) ternyata tak berpengaruh besar terhadap Indonesia pada tahun lalu. Kinerja perekonomian nasional di 2011 bahkan tercatat sebagai yang terkuat setelah krisis 1997-1998.
Kendati demikian, ekonom mengingatkan problem kesenjangan masih membayangi perekonomian Indonesia. Laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum dinikmati secara merata oleh masyarakat. Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin melaporkan,ekonomi Indonesia pada tahun lalu tumbuh 6,5 persen dengan besaran produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp7.427,1 triliun (USD850 miliar).
Jika mengacu pada harga konstan,PDB Indonesia sebesar Rp2.463,2 triliun. ”Ekonomi dalam negeri cukup bagus. PDB 2011 tumbuh 6,5 persen dibandingkan 2010,” ungkap Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS Suryamin di Jakarta kemarin.
Laju pertumbuhan ekonomi 2011 merupakan yang tertinggi sejak krisis 1997/1998 (lihat infografis). Suryamin menuturkan, terakselerasinya kinerja pertumbuhan ekonomi tahun 2011 otomatis mendorong peningkatan pendapatan per kapita.
BPS mencatat, pendapatan per kapita atas dasar harga berlaku mencapai Rp30,8 juta atau USD3.542,9. Nilai ini meningkat dibandingkan 2010 yang sebesar Rp27,1 juta (USD3.010,1). ”Ini capaian yang bagus di mana bisa menyentuh dan melewati USD3.500,” ungkapnya. Pertumbuhan ekonomi terutama ditopang oleh konsumsi masyarakat yang memberikan kontribusi hingga 54,3 persen.
Adapun konsumsi pemerintah hanya memberikan sumbangan sembilan persen. Penanaman modal tetap bruto (PMTB) atau investasi mulai menunjukkan peran dengan kontribusi 32 persen terhadap PDB. Dilihat dari sektornya, pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor pengangkutan dan komunikasi yang mampu tumbuh 10,7 persen.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyambut baik realisasi kinerja pertumbuhan ekonomi tahun lalu yang sesuai proyeksi pemerintah dalam asumsi makro Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2011 sebesar 6,5 persen. Bagi Agus, yang menggembirakan ekonomi nasional tetap tumbuh di tengah ketidakpastian perekonomian global pada 2011.
Agus juga mengapresiasi peningkatan peran investasi sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi. ”Jadi kita bisa mencapai pertumbuhan 6,5 persen dengan peran dari investasi yang meningkat.Itu sesuatu yang baik sekali karena pada 2009 yang berperan domestic consumption,”papar Agus.
Data BPS menyebutkan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga mencapai 4,7 persen, konsumsi pemerintah 3,2 persen, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) 8,8 persen, ekspor 13,6 persen, dan impor 13,3 persen.
Menteri Keuangan mengatakan, gambaran tersebut penting dan perlu terus ditingkatkan. Peran investasi baik swasta maupun pemerintah harus nyata dalam mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional. Agus berharap kinerja investasi lebih baik pada tahun ini.”Kita harapkan nanti pertumbuhannya di tahun 2012, investasi bisa 10 persen,” katanya.
Anggota Komisi XI DPR Arif Budimanta menilai pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5 persen perlu disyukuri, namun tidak boleh membuat pemerintah terlena. Terlepas dari itu, kontribusi pertumbuhan masih didominasi oleh sektor nontradable seperti komunikasi, sehingga yang kebanyakan menikmati adalah pemilik modal.Hal ini dipandang tidak menyelesaikan masalah ketimpangan yang ada saat ini.
”Kontribusi sektor pertanian di dalam menopang pertumbuhan juga relatif kecil, padahal kontribusi sektor pertanian terhadap penyerapan lapangan kerja sangat besar. Ini berarti peningkatan kesejahteraan pekerja di sektor pertanian semakin tertinggal,” sesal Arif.
Rendahnya kontribusi sektor pertanian terhadap PDB mengakibatkan orang miskin akan lebih banyak di desa daripada di kota. ”Kualitas pertumbuhan juga harus menjadi hal yang tidak terpisahkan dalam menilai kemajuan ekonomi kita,” tambahnya.
Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Atma Jaya A Prasetyantoko berpandangan, peningkatan pendapatan per kapita masyarakat Indonesia dan tingginya laju pertumbuhan ekonomi tidak sertamerta mencerminkan kualitas perekonomian Indonesia.
Peningkatan PDB per kapita berbanding terbalik dengan pertumbuhan sektor pertanian yang hanya tiga persen. Peningkatan PDB per kapita hanya dinikmati orang-orang yang bekerja di sektor- sektor yang mengalami pertumbuhan tinggi.
”Memang masih terjadi ketimpangan. Indikator jumlah kekayaan orang Indonesia yang naik tidak dinikmati semua lapisan masyarakat,”ungkap Prasetyantoko.
Kendati demikian, ekonom mengingatkan problem kesenjangan masih membayangi perekonomian Indonesia. Laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum dinikmati secara merata oleh masyarakat. Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin melaporkan,ekonomi Indonesia pada tahun lalu tumbuh 6,5 persen dengan besaran produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp7.427,1 triliun (USD850 miliar).
Jika mengacu pada harga konstan,PDB Indonesia sebesar Rp2.463,2 triliun. ”Ekonomi dalam negeri cukup bagus. PDB 2011 tumbuh 6,5 persen dibandingkan 2010,” ungkap Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS Suryamin di Jakarta kemarin.
Laju pertumbuhan ekonomi 2011 merupakan yang tertinggi sejak krisis 1997/1998 (lihat infografis). Suryamin menuturkan, terakselerasinya kinerja pertumbuhan ekonomi tahun 2011 otomatis mendorong peningkatan pendapatan per kapita.
BPS mencatat, pendapatan per kapita atas dasar harga berlaku mencapai Rp30,8 juta atau USD3.542,9. Nilai ini meningkat dibandingkan 2010 yang sebesar Rp27,1 juta (USD3.010,1). ”Ini capaian yang bagus di mana bisa menyentuh dan melewati USD3.500,” ungkapnya. Pertumbuhan ekonomi terutama ditopang oleh konsumsi masyarakat yang memberikan kontribusi hingga 54,3 persen.
Adapun konsumsi pemerintah hanya memberikan sumbangan sembilan persen. Penanaman modal tetap bruto (PMTB) atau investasi mulai menunjukkan peran dengan kontribusi 32 persen terhadap PDB. Dilihat dari sektornya, pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor pengangkutan dan komunikasi yang mampu tumbuh 10,7 persen.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyambut baik realisasi kinerja pertumbuhan ekonomi tahun lalu yang sesuai proyeksi pemerintah dalam asumsi makro Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2011 sebesar 6,5 persen. Bagi Agus, yang menggembirakan ekonomi nasional tetap tumbuh di tengah ketidakpastian perekonomian global pada 2011.
Agus juga mengapresiasi peningkatan peran investasi sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi. ”Jadi kita bisa mencapai pertumbuhan 6,5 persen dengan peran dari investasi yang meningkat.Itu sesuatu yang baik sekali karena pada 2009 yang berperan domestic consumption,”papar Agus.
Data BPS menyebutkan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga mencapai 4,7 persen, konsumsi pemerintah 3,2 persen, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) 8,8 persen, ekspor 13,6 persen, dan impor 13,3 persen.
Menteri Keuangan mengatakan, gambaran tersebut penting dan perlu terus ditingkatkan. Peran investasi baik swasta maupun pemerintah harus nyata dalam mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional. Agus berharap kinerja investasi lebih baik pada tahun ini.”Kita harapkan nanti pertumbuhannya di tahun 2012, investasi bisa 10 persen,” katanya.
Anggota Komisi XI DPR Arif Budimanta menilai pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5 persen perlu disyukuri, namun tidak boleh membuat pemerintah terlena. Terlepas dari itu, kontribusi pertumbuhan masih didominasi oleh sektor nontradable seperti komunikasi, sehingga yang kebanyakan menikmati adalah pemilik modal.Hal ini dipandang tidak menyelesaikan masalah ketimpangan yang ada saat ini.
”Kontribusi sektor pertanian di dalam menopang pertumbuhan juga relatif kecil, padahal kontribusi sektor pertanian terhadap penyerapan lapangan kerja sangat besar. Ini berarti peningkatan kesejahteraan pekerja di sektor pertanian semakin tertinggal,” sesal Arif.
Rendahnya kontribusi sektor pertanian terhadap PDB mengakibatkan orang miskin akan lebih banyak di desa daripada di kota. ”Kualitas pertumbuhan juga harus menjadi hal yang tidak terpisahkan dalam menilai kemajuan ekonomi kita,” tambahnya.
Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Atma Jaya A Prasetyantoko berpandangan, peningkatan pendapatan per kapita masyarakat Indonesia dan tingginya laju pertumbuhan ekonomi tidak sertamerta mencerminkan kualitas perekonomian Indonesia.
Peningkatan PDB per kapita berbanding terbalik dengan pertumbuhan sektor pertanian yang hanya tiga persen. Peningkatan PDB per kapita hanya dinikmati orang-orang yang bekerja di sektor- sektor yang mengalami pertumbuhan tinggi.
”Memang masih terjadi ketimpangan. Indikator jumlah kekayaan orang Indonesia yang naik tidak dinikmati semua lapisan masyarakat,”ungkap Prasetyantoko.
()