Suku bunga KPR sulit diturunkan
A
A
A
Sindonews.com – Upaya Kementerian Perumahan Rakyat agar perbankan menurunkan bunga kredit pemilikan rumah (KPR) bersubsidi menjadi 5–6 persen dengan skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) tampaknya sulit direalisasikan.
Sebab, jika hal itu diterapkan, perbankan akan merugi. “Pada prinsipnya dalam menyalurkan kredit bank itu berorientasi pada profit taking. Mana ada perbankan yang mau merugi,” kata Ketua Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) cabang Palembang Fatmahadi Kumala, Rabu 8 Februari 2012.
Menurut dia, pemerintah boleh saja merencanakan tingkat suku bunga rendah dengan dalih menumbuhkan iklim usaha. Apalagi, rumah merupakan kebutuhan primer yang didambakan masyarakat. Akan tetapi, perbankan akan sangat sulit untuk mengimplementasikan atas rencana penurunan suku bunga KPR bersubsidi dengan skema FLPP tersebut, mengingat kondisi perbankan saat ini.
“Jika dilihat dari loan to deposit ratio (LDR) perbankan, sudah berada di atas rata-rata mencapai 90 persen. Artinya dana yang disalurkan ke masyarakat sudah berada di atas rata-rata. Bahkan, hampir semuanya sudah dikembalikan lagi dalam bentuk kredit,” kata Pimpinan BCA cabang Palembang ini.
Khusus di Bank Central Asia (BCA) cabang Palembang, dari sisi LDR masih berada di kisaran 50–60 persen. Dengan angka itu, pihaknya optimistis dapat bersaing secara kompetitif dalam hal suku bunga KPR.
“Tapi, bagi kami masih cukup sehat untuk memberikan suku bunga KPR di kisaran 6–7 persen. Jika terlalu rendah dikhawatirkan kredit yang diberikan tidak produktif,” ungkapnya.
Sementara itu, Assistant Manager BTN cabang Palembang Uka Trisna Wardhana menambahkan, ukuran ideal atau tidaknya suku bunga kredit itu tergantung dari porsi kredit yang diberikan. Tahun lalu saja, pihaknya memberlakukan suku bunga KPR dengan skema FLPP berkisar antara 8,15– 8,5 persen.
“Kami belum bisa menentukan seberapa besar idealnya karena tergantung porsi kredit yang disalurkan. Jika suku bunga di angka 5–7 persen memang masih menguntungkan tetapi relatif kecil. Dikhawatirkan tidak sesuai biaya operasional yang dikeluarkan,” tuturnya. (bro)
()