BI Rate turun, inilah plus minusnya
A
A
A
Sindonews.com - Bank Indonesia (BI) kembali memangkas suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin (bp) ke level 5,75 persen. Sejumlah kalangan memandang kebijakan BI ini baik dari sisi positif maupun negatif.
Analis pasar modal Nico Omer menjelaskan dengan dipangkasnya BI rate menjadi 5,75 persen, maka risiko akan mulai meningkat karena inflasi akan cenderung tinggi dalam jangka menengah.
"Risiko mulai meningkat menurut saya, karena inflasi dalam jangka waktu menengah-panjang cenderung akan meningkat dengan easy money policies yang diterapkan oleh berbagai bank sentral di dunia," jelas Nico kepada okezone di Jakarta, Kamis (9/2/2012).
Dengan demikian, dia menilai jika inflasi naik, BI akan terlihat behind the curve dan pada akhirnya terpaksa mengejar inflasi.
Lebih lanjut dia mengatakan, turunnya BI Rate juga akan membuat rupiah melemah, namun pelemahan rupiah ini menurutnya masih akan terbantu dengan terus melemahnya dolar Amerika Serikat (AS). "Rupiah memang dapat agak tertekan, tapi masih tertopang pada saat ini dengan pelemahan dolar AS," pungkasnya.
Sementara itu, pendapat lain justru mendukung langkah BI ini menurunkan suku bunga acuan ini. Pasalnya langkah ini dinilai sebagai langkah untuk meyakinkan para investor akan prudentnya kondisi perekonomian Indonesia.
Komisaris Independen Bank Permata Tony A. Prasetiantono menilai BI sedang berusaha meyakinkan pasar bahwa inflasi aman, sehingga BI rate diturunkan jadi 5,75 persen.
"Namun tampaknya juga sulit menghindari bahwa sebentar lagi harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan tarif listrik pasti naik, justru karena inflasi rendah, serta APBN sudah terlalu berat memberi subsidi," ungkapnya. (ank)
Analis pasar modal Nico Omer menjelaskan dengan dipangkasnya BI rate menjadi 5,75 persen, maka risiko akan mulai meningkat karena inflasi akan cenderung tinggi dalam jangka menengah.
"Risiko mulai meningkat menurut saya, karena inflasi dalam jangka waktu menengah-panjang cenderung akan meningkat dengan easy money policies yang diterapkan oleh berbagai bank sentral di dunia," jelas Nico kepada okezone di Jakarta, Kamis (9/2/2012).
Dengan demikian, dia menilai jika inflasi naik, BI akan terlihat behind the curve dan pada akhirnya terpaksa mengejar inflasi.
Lebih lanjut dia mengatakan, turunnya BI Rate juga akan membuat rupiah melemah, namun pelemahan rupiah ini menurutnya masih akan terbantu dengan terus melemahnya dolar Amerika Serikat (AS). "Rupiah memang dapat agak tertekan, tapi masih tertopang pada saat ini dengan pelemahan dolar AS," pungkasnya.
Sementara itu, pendapat lain justru mendukung langkah BI ini menurunkan suku bunga acuan ini. Pasalnya langkah ini dinilai sebagai langkah untuk meyakinkan para investor akan prudentnya kondisi perekonomian Indonesia.
Komisaris Independen Bank Permata Tony A. Prasetiantono menilai BI sedang berusaha meyakinkan pasar bahwa inflasi aman, sehingga BI rate diturunkan jadi 5,75 persen.
"Namun tampaknya juga sulit menghindari bahwa sebentar lagi harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan tarif listrik pasti naik, justru karena inflasi rendah, serta APBN sudah terlalu berat memberi subsidi," ungkapnya. (ank)
()