Reguk untung dari bisnis kelom geulis
A
A
A
Sindonews.com - Bekerja sama dengan kelompok perajin di Tasikmalaya, Rini Sumartini mampu memproduksi dan menjual ratusan pasang kelom geulis setiap bulan. Peminat sandal kayu cantik ini tak hanya dari dalam negeri, melainkan juga sampai India. Jika Cibaduyut identik dengan sepatu, maka Tasikmalaya identik sebagai sentra produksi sandal kayu atau lebih dikenal dengan sebutan kelom geulis.
Kerajinan asli Tasikmalaya ini sudah hadir sejak awal 1960 dan perajinnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Terlahir di Tasikmalaya, Rini Sumartini sebetulnya sudah sejak kecil mengenal kelom geulis. Namun, ide berwirausaha dengan memproduksi dan menjual kelom geulis baru terpikirkan olehnya pada 2010 lalu.
Saat itu, ibu dua anak ini masih berstatus staf humas di salah satu hotel berbintang di Bogor. Lantaran anak-anaknya sudah mulai besar dan masuk SD, mereka butuh perhatian lebih dari ibunya. Akhirnya pada September 2010, Rini pun memutuskan keluar dari pekerjaannya dan memilih berwirausaha. ”Rasanya berbeda sekali antara bekerja dengan orang lain dengan berwirausaha. Dengan wirausaha, saya jadi punya lebih banyak waktu buat anak dan waktunya juga lebih fleksibel,” ucap Rini dengan logat Sunda yang kental.
Mengawali usahanya, saat itu wanita yang berdomisili di Bogor ini mencoba menjadi distributor sepatu. Sayangnya usaha ini tidak bertahan lama lantaran omzet yang kurang bagus. Sembari mencari inspirasi, Rini mengunjungi keluarga besarnya di Tasikmalaya. Ia berkeliling di kota kelahirannya itu dan takjub melihat kerajinan kelom geulis telah berkembang begitu pesat.
”Saya lihat banyak anak muda yang beli karena modelnya yang bagus dan juga trendi. Kalau dulu kan kelom itu identik dengan sandal ibu-ibu,” tuturnya. Rini pun lantas memborong satu kodi kelom geulis dengan berbagai model untuk dibawa ke Bogor. Untuk mengetahui respons pasar, kelom-kelom cantik itu dipromosikan melalui saudara dan teman-temannya.
Rini juga menitipkan beberapa pasang kelom untuk dijual di koperasi sekolah anaknya. ”Ternyata responsnya bagus. Guru dan orang tua murid di sekolah juga banyak yang menyukainya,” ungkapnya. Melihat produk perdananya laris manis, Rini makin mantap melangkah di bidang usaha kelom geulis .Agar tidak perlu bolak-balik Bogor-Tasikmalaya, Rini pun meminta kepada orang tuanya di Tasikmalaya untuk mencarikan perajin yang bisa menyuplai kelom geulis secara rutin.
Sebagai orang asli Tasikmalaya, tentu tak sulit bagi orang tua Rini mendapatkan perajin yang mau diajak kerja sama. ”Sejak itu kalau saya butuh barang atau kehabisan stok tinggal menghubungi para perajin, lalu barangnya dikirim ke sini (Bogor),”ujarnya. Demi memudahkan penjualan, Rini membuka outlet di ruko Bangbarung Grande, Bogor, dan menamai usahanya ”Nice Collection”.
Pada akhir 2010 yang lalu,ia juga menyewa outlet di Plaza Ekalokasari, Bogor. Penjualan kelom geulis makin meningkat setelah Rini membuka outlet ketiga di Botani Square, Bogor, yang dibuka pada bulan Januari 2011. Rini membanderol kelom geulis yang dijualnya dengan harga Rp100 ribu–Rp150 ribu per pasang.
”Di Botani Square saya bisa menjual rata-rata 200 pasang per bulan. Kalau Lebaran penjualan bisa naik dua kali lipat,” ungkapnya. Seiring meningkatnya penjualan, Rini memutuskan untuk memproduksi sendiri kelom geulis.Ia mengumpulkan tujuh orang mitra perajin kelom geulis di Tasikmalaya, lalu mereka difasilitasi dengan alat dan tempat.
Rini juga menunjuk satu orang kepercayaan untuk memudahkan komunikasi jarak jauh dengan para perajin. ”Saat saya punya ide atau ada permintaan model khusus dari pelanggan, saya tinggal menggambar modelnya lalu di-e-mail ke sana (Tasikmalaya). Tapi, sebulan sekali saya juga datang langsung ke sana,”tuturnya. Untuk menggenjot omzet usahanya, Rini juga aktif berpromosi online melalui internet dan ikut pameran.
Alhasil sejak tahun lalu, ia kebanjiran pesanan dari para pelanggan yang umumnya reseller. Mereka biasanya rutin memesan secara grosir, rata-rata sebanyak dua kodi dengan beragam model. Rini mencatat sudah 20 reseller yang menjadi pelanggan tetapnya. Mereka datang dari berbagai kota seperti Jakarta, Depok,hingga Kalimantan dan Sulawesi. Bahkan, Rini pernah ditawari menjadi penyuplai ribuan kelom geulis untuk dijual di India.
Namun,lantaran kapasitas produksi masih terbatas, akhirnya kesempatan itu tidak diambilnya. Kendati demikian, Rini bersyukur melihat usahanya terus berkembang dan dikenal luas. Saat ini, dalam sebulan ia bisa mengantongi omzet rata-rata Rp25 juta-Rp30 juta. Apalagi menjelang Puasa dan Lebaran, omzet yang dikantonginya pasti lebih besar. Oktober 2011 lalu, Rini juga menjalin kemitraan dengan Bank Mandiri.
Dia mendapat pinjaman Program Kemitraan yang dimanfaatkan untuk memperbanyak kapasitas produksi kelom geulis sehingga dapat digunakan sebagai stok.Sebagai Mitra Binaan Bank Mandiri,Rini juga berkesempatan mengikuti seminar dan pelatihan. Manfaat lain yang dipetiknya adalah keikutsertaan dalam ajang pameran yang digelar Bank Mandiri.
Salah satunya ajang Pasar Indonesia Goes to Mall di Mal Margocity, Depok, belum lama ini. ”Dengan ikut pameran seperti ini otomatis produk saya akan semakin dikenal,” ujar Rini yang melabeli kelom geulis produksinya dengan nama ”Aruni”. Menurut Rini, desain dan bentuk kelom geulis masa kini semakin variatif.
Sandal yang umumnya berbahan kayu mahoni ini bisa diukir, dicat dengan air brush, dibentuk tanpa hak, berhak tebal (wedges), hingga berhak tinggi. Agar tidak licin, bagian bawah dilapisi karet. Bagian muka atau tali kelom geulis juga beragam bahannya, mulai kain pesa hingga kulit imitasi. ”Untuk mempermanis, bagian muka terkadang ditempeli pakupaku dekoratif,”sebutnya.
Rini menyadari saat ini pelaku usaha serupa makin menjamur. Untuk itu, kunci utamanya harus pandai-pandai memodifikasi atau mencari model baru. Ia mencontohkan, kelom geulis polos saat ini lebih diminati dibanding yang bermotif lukis bunga-bunga. Kelom geulis dengan platform agak tebal atau berhak wedges juga tengah diminati.
”Ke depan saya ingin membuat kelom geulis yang eksklusif baik dari mutu bahan maupun desainnya.Tujuannya supaya bisa ditaruh di mal-mal bergengsi,”katanya.
Kerajinan asli Tasikmalaya ini sudah hadir sejak awal 1960 dan perajinnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Terlahir di Tasikmalaya, Rini Sumartini sebetulnya sudah sejak kecil mengenal kelom geulis. Namun, ide berwirausaha dengan memproduksi dan menjual kelom geulis baru terpikirkan olehnya pada 2010 lalu.
Saat itu, ibu dua anak ini masih berstatus staf humas di salah satu hotel berbintang di Bogor. Lantaran anak-anaknya sudah mulai besar dan masuk SD, mereka butuh perhatian lebih dari ibunya. Akhirnya pada September 2010, Rini pun memutuskan keluar dari pekerjaannya dan memilih berwirausaha. ”Rasanya berbeda sekali antara bekerja dengan orang lain dengan berwirausaha. Dengan wirausaha, saya jadi punya lebih banyak waktu buat anak dan waktunya juga lebih fleksibel,” ucap Rini dengan logat Sunda yang kental.
Mengawali usahanya, saat itu wanita yang berdomisili di Bogor ini mencoba menjadi distributor sepatu. Sayangnya usaha ini tidak bertahan lama lantaran omzet yang kurang bagus. Sembari mencari inspirasi, Rini mengunjungi keluarga besarnya di Tasikmalaya. Ia berkeliling di kota kelahirannya itu dan takjub melihat kerajinan kelom geulis telah berkembang begitu pesat.
”Saya lihat banyak anak muda yang beli karena modelnya yang bagus dan juga trendi. Kalau dulu kan kelom itu identik dengan sandal ibu-ibu,” tuturnya. Rini pun lantas memborong satu kodi kelom geulis dengan berbagai model untuk dibawa ke Bogor. Untuk mengetahui respons pasar, kelom-kelom cantik itu dipromosikan melalui saudara dan teman-temannya.
Rini juga menitipkan beberapa pasang kelom untuk dijual di koperasi sekolah anaknya. ”Ternyata responsnya bagus. Guru dan orang tua murid di sekolah juga banyak yang menyukainya,” ungkapnya. Melihat produk perdananya laris manis, Rini makin mantap melangkah di bidang usaha kelom geulis .Agar tidak perlu bolak-balik Bogor-Tasikmalaya, Rini pun meminta kepada orang tuanya di Tasikmalaya untuk mencarikan perajin yang bisa menyuplai kelom geulis secara rutin.
Sebagai orang asli Tasikmalaya, tentu tak sulit bagi orang tua Rini mendapatkan perajin yang mau diajak kerja sama. ”Sejak itu kalau saya butuh barang atau kehabisan stok tinggal menghubungi para perajin, lalu barangnya dikirim ke sini (Bogor),”ujarnya. Demi memudahkan penjualan, Rini membuka outlet di ruko Bangbarung Grande, Bogor, dan menamai usahanya ”Nice Collection”.
Pada akhir 2010 yang lalu,ia juga menyewa outlet di Plaza Ekalokasari, Bogor. Penjualan kelom geulis makin meningkat setelah Rini membuka outlet ketiga di Botani Square, Bogor, yang dibuka pada bulan Januari 2011. Rini membanderol kelom geulis yang dijualnya dengan harga Rp100 ribu–Rp150 ribu per pasang.
”Di Botani Square saya bisa menjual rata-rata 200 pasang per bulan. Kalau Lebaran penjualan bisa naik dua kali lipat,” ungkapnya. Seiring meningkatnya penjualan, Rini memutuskan untuk memproduksi sendiri kelom geulis.Ia mengumpulkan tujuh orang mitra perajin kelom geulis di Tasikmalaya, lalu mereka difasilitasi dengan alat dan tempat.
Rini juga menunjuk satu orang kepercayaan untuk memudahkan komunikasi jarak jauh dengan para perajin. ”Saat saya punya ide atau ada permintaan model khusus dari pelanggan, saya tinggal menggambar modelnya lalu di-e-mail ke sana (Tasikmalaya). Tapi, sebulan sekali saya juga datang langsung ke sana,”tuturnya. Untuk menggenjot omzet usahanya, Rini juga aktif berpromosi online melalui internet dan ikut pameran.
Alhasil sejak tahun lalu, ia kebanjiran pesanan dari para pelanggan yang umumnya reseller. Mereka biasanya rutin memesan secara grosir, rata-rata sebanyak dua kodi dengan beragam model. Rini mencatat sudah 20 reseller yang menjadi pelanggan tetapnya. Mereka datang dari berbagai kota seperti Jakarta, Depok,hingga Kalimantan dan Sulawesi. Bahkan, Rini pernah ditawari menjadi penyuplai ribuan kelom geulis untuk dijual di India.
Namun,lantaran kapasitas produksi masih terbatas, akhirnya kesempatan itu tidak diambilnya. Kendati demikian, Rini bersyukur melihat usahanya terus berkembang dan dikenal luas. Saat ini, dalam sebulan ia bisa mengantongi omzet rata-rata Rp25 juta-Rp30 juta. Apalagi menjelang Puasa dan Lebaran, omzet yang dikantonginya pasti lebih besar. Oktober 2011 lalu, Rini juga menjalin kemitraan dengan Bank Mandiri.
Dia mendapat pinjaman Program Kemitraan yang dimanfaatkan untuk memperbanyak kapasitas produksi kelom geulis sehingga dapat digunakan sebagai stok.Sebagai Mitra Binaan Bank Mandiri,Rini juga berkesempatan mengikuti seminar dan pelatihan. Manfaat lain yang dipetiknya adalah keikutsertaan dalam ajang pameran yang digelar Bank Mandiri.
Salah satunya ajang Pasar Indonesia Goes to Mall di Mal Margocity, Depok, belum lama ini. ”Dengan ikut pameran seperti ini otomatis produk saya akan semakin dikenal,” ujar Rini yang melabeli kelom geulis produksinya dengan nama ”Aruni”. Menurut Rini, desain dan bentuk kelom geulis masa kini semakin variatif.
Sandal yang umumnya berbahan kayu mahoni ini bisa diukir, dicat dengan air brush, dibentuk tanpa hak, berhak tebal (wedges), hingga berhak tinggi. Agar tidak licin, bagian bawah dilapisi karet. Bagian muka atau tali kelom geulis juga beragam bahannya, mulai kain pesa hingga kulit imitasi. ”Untuk mempermanis, bagian muka terkadang ditempeli pakupaku dekoratif,”sebutnya.
Rini menyadari saat ini pelaku usaha serupa makin menjamur. Untuk itu, kunci utamanya harus pandai-pandai memodifikasi atau mencari model baru. Ia mencontohkan, kelom geulis polos saat ini lebih diminati dibanding yang bermotif lukis bunga-bunga. Kelom geulis dengan platform agak tebal atau berhak wedges juga tengah diminati.
”Ke depan saya ingin membuat kelom geulis yang eksklusif baik dari mutu bahan maupun desainnya.Tujuannya supaya bisa ditaruh di mal-mal bergengsi,”katanya.
()