DPR protes Permen digitalisasi penyiaran

Rabu, 07 Maret 2012 - 09:10 WIB
DPR protes Permen digitalisasi...
DPR protes Permen digitalisasi penyiaran
A A A


Sindonews.com - Komisi I DPR memprotes kebijakan Menkominfo Tifatul Sembiring yang mengeluarkan tiga peraturan menteri (permen) dan satu keputusan menteri (kepmen) terkait digitalisasi penyiaran.

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar Tantowi Yahya mengatakan, kebijakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) itu terkesan dipaksakan dan seperti ada kepentingan di belakangnya. Sebab, kata Tantowi, saat ini Komisi I DPR sedang melakukan revisi atas UU No 32/2002 tentang Penyiaran dan masalah itu rencananya akan dibahas di dalamnya.

”Ini UU sedang kita revisi. Lalu bagaimana ceritanya permen kemudian diikuti oleh pembukaan tender. Padahal, pengaturan dari frekuensi itu sendiri soal pengaturan dan waktunya belum kita bahas,” kata Tantowi, Selasa 6 Maret 2012 malam.

Tantowi mengakui bahwa pada masa mendatang migrasi era analog ke digital merupakan sebuah keniscayaan. Sebab, dunia teknologi akan sangat maju dan semuanya harus masuk digitalisasi.

Namun, lanjut dia, itu semua membutuhkan waktu dan perlu peraturan perundang-undangan yang komprehensif sebagai payung hukumnya. ”Kenapa Menkominfo terburu-buru? Ini seperti ada sesuatu,” ujarnya.

Menurut Tantowi, untuk aturan semacam itu harus ada UU-nya, tidak cukup hanya dengan permen dan kepmen. ”Permen itu kan turunan dari undang-undang. Kalau di undang-undang saja belum ada, lalu apa payung hukum untuk mengontrolnya,” protesnya.

Senada diungkapkan anggota Komisi I DPR dari FPDIP Helmi Fauzi. Menurut dia, Permen Kominfo No 22/2011 tentang migrasi TV analog ke TV digital harus dicabut karena syarat dengan pelanggaran. Dia menilai peraturan tersebut berpotensi menimbulkan penyimpangan berupa penguasaan frekuensi siaran yang merupakan aset publik.

”Kita tidak keberatan dengan digitalisasi televisi. Itu adalah keniscayaan tapi proses tendernya akan membuka ruang untuk monopoli frekuensi karena tidak ada batasan zona,” ungkapnya.

Rencana migrasi ke digital ini merupakan bagian dari rencana global yang telah ditetapkan oleh International Telecommunication Union (ITU) pada tahun 2006 melalui The Geneva Frequency Plan Agreement dengan batas waktu 17 Juni 2015.

Negara-negara di seluruh dunia diwajibkan untuk melakukan migrasi dari sistem siaran analog ke digital. Namun mengingat luasnya wilayah Indonesia, migrasi total ke sistem digital di Indonesia diundur hingga tahun 2018.

Koordinator Program Media-Link Mujtaba Hamdi menilai permen tersebut tidak sinkron dengan UU Penyiaran. Karena itu,dia mendesak Menkominfo untuk segera mencabutnya.

Diamenjelaskan, ada dua hal pokok yang perlu disoroti dari kebijakan itu. Pertama, digitalisasi merupakan sebuah cakupan yang besar sehingga tidak cukup hanya dengan permen. Kedua, isi permen tersebut memiliki banyak klausul yang bertentangan dengan UU Penyiaran, terutama terkait dengan kepemilikan dan frekuensi. (bro)
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0908 seconds (0.1#10.140)