SBY: Konflik dunia akibat perebutan sumber energi
A
A
A
Sindonews.com - Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) mengungkapkan permasalahan energi yang saat ini dihadapi Indonesia tidak hanya datang dari dalam tapi juga dari kondisi ekonomi global. Serta menurut SBY energi saat ini berpotensi sebagai sumber konflik yang bisa menimbulkan krisis dunia.
Oleh karena itu, SBY meminta jajarannya cerdas dan bijak, dalam mengembangkan kebijakan energi nasional, maupun policy koordinasi secara global agar dunia terhindar dari konflik terbuka perebutan sumber-sumber energi.
Sedangkan untuk Indonesia, SBY menambahkan ada tiga permasalahan energi yang saat ini dihadapi. Pertama, terus bertambahnya penduduk dunia berimplikasi pada meningkatnya konsumsi energi. "Pada 2045 diperlukan tambahan 60-70 persen dari energi yang dihasilkan dunia saat ini, itu semua karena ada raise and demand pada bangsa-bangsa sedunia," ungkap SBY dalam sidang paripurna pertama di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (7/3/2013).
Serta konteks kedua, datang dari kondisi dalam negeri. Menurutnya, beberapa tahun terakhir memang ada kenaikan penggunaan energi di tingkat nasional, karenannya potensi sumber-sumber energi migas, batubara, maupun energi baru terbarukan (EBT).
"Sekaligus kapasitas rill dan peluang di masa depan, yang bisa kita jadikan untuk pengembangan energi kita, memenuhi raising demand energi ini," jelas dia.
Selain itu, dia menilai dibutuhkan kebijakan nasional tentang energi dan implementasi yang tepat di atas segalanya yang masih sifatnya general. SBY menambahkan, intervensi teknologi, dan policy yang sering terjadi juga menjadi penting. "Itulah konteks nasional, mengalir dari tingkat global, domain Dewan Energi Nasional (DEN), untuk dikelola dengan baik," tambah dia.
Terakhir, yakni konteks khusus yang bersifat situasional. Menurutnya, harga minyak dunia yang kembali meroket, tentu memiliki pengaruh dan dampak yang penting bagi kesehatan APBN, subsidi, fiskal. "Oleh karena itu masalah ini harus kita kelola, carikan opsi paling baik, paling tepat," kata SBY.
Dia melihat, untuk urusan jangka pendek juga harus melihat segala aspek, tidak hanya berkaitan dengan sisi ekonomi, sisi fiskal, harga minyak dunia, namun juga aspek politik sosial keamanan. "Mari kita lihat masalah secara utuh, ketika memilih opsi menjadi tepat," tukasnya. (ank)
Oleh karena itu, SBY meminta jajarannya cerdas dan bijak, dalam mengembangkan kebijakan energi nasional, maupun policy koordinasi secara global agar dunia terhindar dari konflik terbuka perebutan sumber-sumber energi.
Sedangkan untuk Indonesia, SBY menambahkan ada tiga permasalahan energi yang saat ini dihadapi. Pertama, terus bertambahnya penduduk dunia berimplikasi pada meningkatnya konsumsi energi. "Pada 2045 diperlukan tambahan 60-70 persen dari energi yang dihasilkan dunia saat ini, itu semua karena ada raise and demand pada bangsa-bangsa sedunia," ungkap SBY dalam sidang paripurna pertama di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (7/3/2013).
Serta konteks kedua, datang dari kondisi dalam negeri. Menurutnya, beberapa tahun terakhir memang ada kenaikan penggunaan energi di tingkat nasional, karenannya potensi sumber-sumber energi migas, batubara, maupun energi baru terbarukan (EBT).
"Sekaligus kapasitas rill dan peluang di masa depan, yang bisa kita jadikan untuk pengembangan energi kita, memenuhi raising demand energi ini," jelas dia.
Selain itu, dia menilai dibutuhkan kebijakan nasional tentang energi dan implementasi yang tepat di atas segalanya yang masih sifatnya general. SBY menambahkan, intervensi teknologi, dan policy yang sering terjadi juga menjadi penting. "Itulah konteks nasional, mengalir dari tingkat global, domain Dewan Energi Nasional (DEN), untuk dikelola dengan baik," tambah dia.
Terakhir, yakni konteks khusus yang bersifat situasional. Menurutnya, harga minyak dunia yang kembali meroket, tentu memiliki pengaruh dan dampak yang penting bagi kesehatan APBN, subsidi, fiskal. "Oleh karena itu masalah ini harus kita kelola, carikan opsi paling baik, paling tepat," kata SBY.
Dia melihat, untuk urusan jangka pendek juga harus melihat segala aspek, tidak hanya berkaitan dengan sisi ekonomi, sisi fiskal, harga minyak dunia, namun juga aspek politik sosial keamanan. "Mari kita lihat masalah secara utuh, ketika memilih opsi menjadi tepat," tukasnya. (ank)
()