Menkeu setuju penyatuan zona waktu asal dikaji
A
A
A
Sindonews.com - Rencana pemerintah untuk menggabungkan zona waktu di Indonesia menurut Menteri Keuangan Agus Martowardojo hal ini harus dilakukan dengan hati-hati melihat luas geografis Indonesia yang sangat besar.
"Saya rasa jika ada wacana tiga waktu dirubah, saya dukung walaupun belum tahu idenya seperti apa. Tetapi kalau hanya dibikin satu waktu, Indonesia yang sebegini lebarnya, dari Aceh sampai Merauke, kalau satu waktu mungkin mesti dikaji dengan hati-hati," ucap Agus seusai melaksanakan rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI di Senayan, Jakarta, Senin (12/3/2012).
Dia juga menegaskan penyatuan zona waktu yang akan dirumuskan pemerintah kelak akan berdampak positif terhadap produktifitas di Indonesia.
"Kalau saya, jika tiga waktu dirubah, rasanya setuju. Akan tetapi jadi dua atau jadi satu, hal itu tentu bisa kita bicarakan. Pada Indonesia barat khususnya Sumatera Barat, Sumatera Utara kemudian jamnya adalah satu jam di belakang Singapura, kurang tepat. Istilahnya, seperti kita kurang agresif menjaga produktifitas," ujarnya.
Agus mendukung sepenuhnya mengenai program tersebut, walaupun sampai saat ini dia mengakui belum mendengar informasi tersebut dari Kementerian yang terkait.
Sebagai informasi, Kepala Divisi Humas dan Promosi Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI) Edib Muslim menuturkan usulan pembagian waktu bukan lagi hal baru, serta ada alasan Menteri Kordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Agung Laksono, melakukan hal tersebut.
Indonesia sendiri bukan kali ini saja menerapkan zona waktu yang berbeda. Dalam paparan KP3Ei, pada pra kemerdekaan, pemerintah Hindia Belanda juga telah mengubah zona waktu di wilayah nusantara sebanyak lima kali.
Memasuki zaman kemerdekaan, Indonsia sudah empat kali melakukan pengubahan pada 1947, 1950 dan 1963. Pada 1987 Bali keluar dari zona WIB dan masuk WITA. Alasannya, semata karena memperhitungkan sektor pariwisata. (ank)
"Saya rasa jika ada wacana tiga waktu dirubah, saya dukung walaupun belum tahu idenya seperti apa. Tetapi kalau hanya dibikin satu waktu, Indonesia yang sebegini lebarnya, dari Aceh sampai Merauke, kalau satu waktu mungkin mesti dikaji dengan hati-hati," ucap Agus seusai melaksanakan rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI di Senayan, Jakarta, Senin (12/3/2012).
Dia juga menegaskan penyatuan zona waktu yang akan dirumuskan pemerintah kelak akan berdampak positif terhadap produktifitas di Indonesia.
"Kalau saya, jika tiga waktu dirubah, rasanya setuju. Akan tetapi jadi dua atau jadi satu, hal itu tentu bisa kita bicarakan. Pada Indonesia barat khususnya Sumatera Barat, Sumatera Utara kemudian jamnya adalah satu jam di belakang Singapura, kurang tepat. Istilahnya, seperti kita kurang agresif menjaga produktifitas," ujarnya.
Agus mendukung sepenuhnya mengenai program tersebut, walaupun sampai saat ini dia mengakui belum mendengar informasi tersebut dari Kementerian yang terkait.
Sebagai informasi, Kepala Divisi Humas dan Promosi Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI) Edib Muslim menuturkan usulan pembagian waktu bukan lagi hal baru, serta ada alasan Menteri Kordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Agung Laksono, melakukan hal tersebut.
Indonesia sendiri bukan kali ini saja menerapkan zona waktu yang berbeda. Dalam paparan KP3Ei, pada pra kemerdekaan, pemerintah Hindia Belanda juga telah mengubah zona waktu di wilayah nusantara sebanyak lima kali.
Memasuki zaman kemerdekaan, Indonsia sudah empat kali melakukan pengubahan pada 1947, 1950 dan 1963. Pada 1987 Bali keluar dari zona WIB dan masuk WITA. Alasannya, semata karena memperhitungkan sektor pariwisata. (ank)
()