Maskapai Eropa tolak pajak karbon

Selasa, 13 Maret 2012 - 10:16 WIB
Maskapai Eropa tolak...
Maskapai Eropa tolak pajak karbon
A A A
Sindonews.com – Kalangan industri penerbangan Eropa melayangkan surat keberatan pajak karbon yang diberlakukan Uni Eropa (UE). Langkah itu dilakukan untuk memperingatkan UE mengenai konsekuensi aturan tersebut terhadap ekonomi Benua Biru.

Sumber yang dekat dengan industri penerbangan mengatakan, ketujuh perusahaan terkait penerbangan yang menolak pajak adalah produsen pesawat asal Prancis Airbus dan maskapai Air France, maskapai penerbangan Inggris British Airways dan Virgin Atlantic, maskapai Jerman Lufthansa dan Air Berlin, serta perusahaan penerbangan asal Spanyol yaitu Iberia.

Ketujuh perusahaan dari industri penerbangan itu berpendapat, pemberlakuan pajak karbon akan menambah biaya perusahaan hingga miliaran dolar dan mengakibatkan pemangkasan ribuan karyawan di dalam perusahaan.

Perusahaan juga mendesak para politisi memberi solusi yang menjanjikan sehingga dapat mengurangi kekhawatiran dan melindungi integritas dari Skema Perdagangan Emisi (Emissions Trading Scheme/ ETS). Juru bicara British Airways mengutarakan, memaksakan skema pajak karbon pada penerbangan luar Eropa berisiko pada tindakan balasan terhadap maskapai dan perdagangan UE di saat perekonomian Eropa berada di bawah tekanan.

Untuk itu, diperlukan rencana alternatif jika ada tindakan balasan. AFP melaporkan, sejumlah maskapai penerbangan Prancis dan perusahaan pertahanan Safransertaprodusen mesin pesawat Jerman MTU juga menolak diberlakukannya pajak karbon.

Mereka mencantumkan nama dalam surat yang ditujukan untuk Perdana Menteri (PM) Inggris David Cameron, PM Prancis Francois Fillon,Kanselir Jerman Angela Merkel, dan PM Spanyol Mariano Rajoy. ”Maskapai penerbangan prihatin mengenai perdagangan terkait pembalasan oleh negara-negara yang tidak memenuhi ETS,” ujar sumber tersebut dikutip BBC, kemarin.

Chief Executive Officer (CEO) Airbus Thomas Enders mengungkapkan, rencana kebijakan pemberlakuan pajak karbon akan mengancam lebih dari 1.000 karyawan di Airbus dan 1.000 orang lainnya pada seluruh rantai pasokan Airbus. ”Pajak karbon juga telah membuat China menangguhkan pembelian pesawat buatan perusahaan induk Airbus, European Aeronatic Defence and Space Company (EADS),” imbuhnya. Menurutnya, masalah ETS juga berpotensi menjadi konflik di sektor perdagangan.

KekhawatiranAirbus diperkuat dengan kabar dari salah satu media online ekonomi Prancis,Les Echos,yang menyatakan pemberlakuan pajak karbon telah mendorong China membekukan pesanan Airbus. Les Echos melaporkan,rencana tersebut telah mengakibatkan naiknya biaya di Airbus hingga USD12 miliar (9 miliar euro). Asosiasi Maskapai Penerbangan Internasional (IATA) sebelumnya memperingatkan, pajak yang diberlakukan Uni Eropa dapat memicu perang dagang.

Jumat 9 Maret 2012 pekan lalu, Menteri Iklim Denmark Martin Lidegaard mengungkapkan,UE tetap akan mempertahankan pajak atas perusahaan penerbangan yang beroperasi di wilayah udaranya selama solusi internasional belum ditemukan.

Pajak karbon yang dikenakan pada maskapai penerbangan mulai diberlakukan sejak 1 Januari tahun ini, tetapi implementasi pembayarannya baru akan dimulai pada 2013 setelah penilaian emisi karbon. Lebih dari 24 negara termasuk China, Rusia, dan Amerika Serikat (AS) menentang langkah UE karena hal tersebut melanggar hukum internasional. Pekan lalu, China melarang semua maskapai penerbangan di negara itu bergabung dalam skema ETS yang bertujuan mengurangi emisi karbon.

Pihak berwenang Negeri Panda juga melarang maskapai penerbangan menaikkan tarif atau biaya tambahan baru untuk skema pajak. Larangan itu datang hanya beberapa minggu setelah China Air Transport Association mengatakan anggotanya tidak mendukung ETS. Namun,UE menyatakan,tidak akan membatalkan rencana tersebut, pasalnya pajak akan membantu mencapai tujuan guna mengurangi emisi karbon sebesar 20 persen pada 2020.

Kawasan blok ekonomi Eropa itu menegaskan, perusahaan penerbangan akan mengenakan biaya tambahan sebesar 4–24 euro (USD5,25–31,50) untuk harga penerbangan pulang pergi jarak jauh. ”Kami berpendapat bahwa maskapai penerbangan mampu mengelola pembiayaan mereka,” ungkap UE.
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0471 seconds (0.1#10.140)