Daya beli terancam merosot

Kamis, 15 Maret 2012 - 10:10 WIB
Daya beli terancam merosot
Daya beli terancam merosot
A A A
Sindonews.com – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta rencana kenaikan tarif tenaga listrik tahun ini ditunda karena akan menurunkan daya beli masyarakat dan menggerus pertumbuhan industri nasional.

Ketua Umum Apindo Sofjan Wanandi mengatakan,kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) sebaiknya dilakukan tahun depan. Dia menegaskan, realisasi pertumbuhan industri nasional tahun lalu sebesar 6,83 persen akan terkoreksi apabila kenaikan tarif listrik jadi diberlakukan pemerintah tahun ini. Pertumbuhan industri bahkan bisa anjlok menjadi sekitar enam persen tahun ini. “Kita minta kenaikan tarif listrik tahun ini ditunda hingga tahun depan. Kalau jadi naik 10 persen tahun ini, pertumbuhan industri tahun lalu bisa terkoreksi menjadi enam persen. Sama dengan tahun lalu saja sudah bagus,” kata Sofjan dalam jumpa pers di Jakarta kemarin.

Dia menjelaskan, kenaikan tarif listrik yang direncanakan akan berlaku secara bertahap sebanyak tiga kali mulai Mei mendatang tetap akan menimbulkan beban bagi industri nasional. Dia menegaskan, kenaikan tarif listrik hingga tiga kali tidak ada artinya. Dia khawatir setiap tiga bulan sekali saat ada kenaikan tarif listrik akan menimbulkan perdebatan lagi. Sofjan menuturkan,kenaikan tarif listrik tahun ini akan berdampak terhadap daya beli masyarakat.“Masyarakat sampai mana kemampuan daya belinya. Kami tidak mampu menghadapi kenaikan tarif listrik itu sekarang,”tegasnya.

Kenaikan tarif listrik, menurut Sofjan, berbeda dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). “Kalau BBM dampaknya tidak langsung yakni kenaikan tarif transportasi. Kalau tarif listrik naik, itu dampaknya langsung ke kita (kalangan dunia usaha),” tandasnya. Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, pihaknya tetap optimistis target pertumbuhan industri sekitar 7,2 persen tahun ini bisa tercapai meski tarif listrik naik 10 persen. “Tinggal menunggu persetujuan DPR. Semua dampak sosial sedang diantisipasi pemerintah,” papar Hidayat.

Berdasarkan simulasi yang dilakukan oleh Apindo,kenaikan tarif listrik sebesar 10 persen akan menimbulkan beban sekitar Rp47 juta hingga Rp37 miliar per tahun per perusahaan. Simulasi itu dilakukan terhadap sembilan sektor yakni semen, sepatu, besi dan baja, kaca, makanan dan minuman, tekstil dan produk tekstil (TPT), kosmetika, jamu, serta hotel dan mal. Perusahaan semen bisa menghabiskan dana sekitar Rp37,53 miliar per tahun apabila tarif listrik naik 10 persen. Namun, itu bergantung pada seberapa besar daya listrik yang digunakan.

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat Usman mengatakan, kenaikan TTL 10 persen bisa menyebabkan biaya produksi dari hulu sampai hilir di sektor tekstil meningkat menjadi 10 persen. “Kami menolak tarif listrik dinaikkan tahun ini karena menyebabkan efek domino khususnya di dalam negeri maupun ekspor,”kata Ade. Sekjen Gabungan Elektronika (Gabel) Yeane Keet menjelaskan, kenaikan tarif listrik akan menyebabkan kenaikan biaya produksi, harga komponen material produk, dan barang jadi; menurunkan daya saing industri elektronika nasional; serta pemutusan hubungan kerja (PHK).

Dia mengatakan, besarnya kerugian produksi, biaya produksi tujuh persen, dan lonjakan material empat persen. Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Satria Hamid Ahmadi menuturkan,kenaikan tarif listrik 10 persen akan memengaruhi daya beli masyarakat.“Kami berada di sektor hilir.Yang kami khawatirkan dampak BBM satu paket dengan tarif listrik itu akan memengaruhi daya beli masyarakat,”katanya.

Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Eddy Widjanarko mengatakan, kenaikan tarif listrik tersebut akan menyebabkan kenaikan biaya produksi secara langsung sebesar dua persen. Selain itu,bahan baku juga akan naik 10 persen.“Ini akan menyebabkan kenaikan harga jual produk sekitar 7-10 persen,”ujarnya. Dampak kondisi itu, buyer akan lebih memilih produksi dari China atau Vietnam yang merupakan saingan ketiga terbesar penghasil alas kaki di dunia.

Di dalam negeri porsi produk alas kaki impor asal China tadinya 55 persen.“Kalau listrik naik tahun ini, porsi akan menjadi di atas 60 persen,” ucap Eddy. Sedangkan produksi akan terkoreksi 4–5 persen.
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6173 seconds (0.1#10.140)