BBM naik, tarif RS ikut melonjak
A
A
A
Sindonews.com - Rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) 1 April mendatang akan memicu kenaikan tarif rumah sakit milik swasta yang ada di Kudus.
Direktur Umum Rumah Sakit Mardirahayu Kudus, dr Pujianto mengatakan, kenaikan tarif ini terjadi karena hampir bisa dipastikan harga obatobatan dan peralatan medis akan ikut naik. Berdasar pengalaman saat terjadi kenaikan harga BBM beberapa tahun lalu,biasanya diikuti kenaikan harga obat dan peralatan medis dengan besaran sekitar 20 persen dari kondisi normal. ”Tapi kalau harga sewa kamar dan jasa dokter tidak naik,” ujar Pujianto kemarin.
RS Mardi Rahayu tidak mempunyai pilihan lain seiring melambungnya harga obat dan peralatan medis ini. Pilihan satu-satunya agar rumah sakit tetap dapat beroperasi normal dengan menyesuaikan tarif seiring kenaikan harga obat dan peralatan medis yang memang ditentukan oleh pasar. ”Jadi, itu jalan satu-satunya. Kalau BBM sudah pasti naik, tarif baru akan kita berlakukan,” ujarnya.
Menurut salah seorang pasien RS Mardi Rahayu Kudus, Sunarto, kenaikan tarif tersebut akan membebani pasien maupun keluarganya. Setahu dia, 50 persen biaya yang ditanggung pasien berasal dari tarif obat dan rekam medik. ”Jadi, pasti akan membebani pasien dan keluarganya,”ujarnya.
Sunarto berharap pihak RS Mardi Rahayu Kudus meninjau ulang rencana kenaikan tarif ini. Sebagai salah satu rumah sakit besar di Kudus,mestinya pihak pengelola lebih mengedepankan aspek memberi pertolongan kepada pasien, terlebih jika yang bersangkutan berasal dari keluarga tidak mampu. ”Mestinya itu yang harus didahulukan,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur RSUD Kudus Syakib Arsyalan menegaskan, meski ada kenaikan harga BBM, pihaknya tetap menggunakan tarif lama. Tarif untuk rumah sakit pelat merah ini sudah ditentukan melalui peraturan daerah (perda) yang diteken Bupati Kudus. ”Kita tidak bisa sembarangan mengubah tarif. Ada mekanisme yang harus dilalui,jadi tarif kita kemungkinan masih tetap,” paparnya.
Syakib tidak memungkiri jika ke depan ada rencana penyesuaian tarif. Maklum saja, tarif yang berlaku saat ini sudah diterapkan sejak 2007.”Jadi, perda itu memang sudah lima tahun. Kemungkinan ada yang naik, tapi kita lihat saja nanti,”tandasnya.
Direktur Umum Rumah Sakit Mardirahayu Kudus, dr Pujianto mengatakan, kenaikan tarif ini terjadi karena hampir bisa dipastikan harga obatobatan dan peralatan medis akan ikut naik. Berdasar pengalaman saat terjadi kenaikan harga BBM beberapa tahun lalu,biasanya diikuti kenaikan harga obat dan peralatan medis dengan besaran sekitar 20 persen dari kondisi normal. ”Tapi kalau harga sewa kamar dan jasa dokter tidak naik,” ujar Pujianto kemarin.
RS Mardi Rahayu tidak mempunyai pilihan lain seiring melambungnya harga obat dan peralatan medis ini. Pilihan satu-satunya agar rumah sakit tetap dapat beroperasi normal dengan menyesuaikan tarif seiring kenaikan harga obat dan peralatan medis yang memang ditentukan oleh pasar. ”Jadi, itu jalan satu-satunya. Kalau BBM sudah pasti naik, tarif baru akan kita berlakukan,” ujarnya.
Menurut salah seorang pasien RS Mardi Rahayu Kudus, Sunarto, kenaikan tarif tersebut akan membebani pasien maupun keluarganya. Setahu dia, 50 persen biaya yang ditanggung pasien berasal dari tarif obat dan rekam medik. ”Jadi, pasti akan membebani pasien dan keluarganya,”ujarnya.
Sunarto berharap pihak RS Mardi Rahayu Kudus meninjau ulang rencana kenaikan tarif ini. Sebagai salah satu rumah sakit besar di Kudus,mestinya pihak pengelola lebih mengedepankan aspek memberi pertolongan kepada pasien, terlebih jika yang bersangkutan berasal dari keluarga tidak mampu. ”Mestinya itu yang harus didahulukan,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur RSUD Kudus Syakib Arsyalan menegaskan, meski ada kenaikan harga BBM, pihaknya tetap menggunakan tarif lama. Tarif untuk rumah sakit pelat merah ini sudah ditentukan melalui peraturan daerah (perda) yang diteken Bupati Kudus. ”Kita tidak bisa sembarangan mengubah tarif. Ada mekanisme yang harus dilalui,jadi tarif kita kemungkinan masih tetap,” paparnya.
Syakib tidak memungkiri jika ke depan ada rencana penyesuaian tarif. Maklum saja, tarif yang berlaku saat ini sudah diterapkan sejak 2007.”Jadi, perda itu memang sudah lima tahun. Kemungkinan ada yang naik, tapi kita lihat saja nanti,”tandasnya.
()