Belanja modal pemerintah masih kecil
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintah mengakui belanja modal masih kecil dibandingkan dengan total belanja keseluruhan. Belanja modal yang kecil tersebut sulit mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, belanja modal yang hanya dialokasikan Rp168,875 triliun dalam RAPBN-P 2012 memang masih jauh dari kata mencukupi. “Untuk kita mau menggenjot pertumbuhan di atas tujuh persen yah (belanja modal saat ini terbilang) kecil,” tutur Bambang di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Bambang menjelaskan, postur APBN yang ideal seharusnya mengalokasikan belanja modal lebih besar daripada belanja subsidi,tapi kenyataan sebaliknya terjadi saat ini. Belanja subsidi yang terus membengkak setiap tahun juga membatasi gerak pemerintah untuk menambah belanja modal. Minimnya belanja modal ini menjadi kritikan banyak pihak.
Alasannya, tanpa belanja modal yang cukup,pemerintah tidak akan mampu menggenjot pembangunan infrastruktur, padahal infrastruktur merupakan pendorong terbesar bagi pertumbuhan ekonomi sekaligus pendongkrak kesejahteraan rakyat. Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Herry Purnomo mengingatkan besaran belanja modal seharusnya tidak hanya dilihat dari pos tersebut, tapi juga pos lain yang memiliki karakteristik sama dengan belanja modal, termasuk belanja infrastruktur pedesaan.
Diberitakan sebelumnya, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Erani Yustika menilai alokasi belanja modal yang lebih kecil dibandingkan belanja barang dan pegawai menunjukkan ketidakberpihakan pemerintah kepada rakyat. Dia mengatakan, bila ingin menggenjot pembangunan sekaligus meningkatkan pendapatan per kapita, pemerintah seharusnya memberi alokasi belanja modal lebih besar.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, belanja modal yang hanya dialokasikan Rp168,875 triliun dalam RAPBN-P 2012 memang masih jauh dari kata mencukupi. “Untuk kita mau menggenjot pertumbuhan di atas tujuh persen yah (belanja modal saat ini terbilang) kecil,” tutur Bambang di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Bambang menjelaskan, postur APBN yang ideal seharusnya mengalokasikan belanja modal lebih besar daripada belanja subsidi,tapi kenyataan sebaliknya terjadi saat ini. Belanja subsidi yang terus membengkak setiap tahun juga membatasi gerak pemerintah untuk menambah belanja modal. Minimnya belanja modal ini menjadi kritikan banyak pihak.
Alasannya, tanpa belanja modal yang cukup,pemerintah tidak akan mampu menggenjot pembangunan infrastruktur, padahal infrastruktur merupakan pendorong terbesar bagi pertumbuhan ekonomi sekaligus pendongkrak kesejahteraan rakyat. Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Herry Purnomo mengingatkan besaran belanja modal seharusnya tidak hanya dilihat dari pos tersebut, tapi juga pos lain yang memiliki karakteristik sama dengan belanja modal, termasuk belanja infrastruktur pedesaan.
Diberitakan sebelumnya, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Erani Yustika menilai alokasi belanja modal yang lebih kecil dibandingkan belanja barang dan pegawai menunjukkan ketidakberpihakan pemerintah kepada rakyat. Dia mengatakan, bila ingin menggenjot pembangunan sekaligus meningkatkan pendapatan per kapita, pemerintah seharusnya memberi alokasi belanja modal lebih besar.
()