Gita Wirjawan minta masukan dari mantan mendag
A
A
A
Sindonews.com – Menteri Perdagangan (Mendag) Gita Wirjawan kemarin mengumpulkan mantan menteri-menteri perdagangan dalam rangka silaturahmi dan berbincang mengenai berbagai hal.
Dalam acara bincang-bincang santai tersebut, Gita meminta masukan atas isu-isu perdagangan terkini dan perbandingan kondisi Kementerian Perdagangan dari berbagai era. Dalam acara yang dilangsungkan di Gedung Kementerian Perdagangan tersebut, hadir Jusuf Kalla, Rahardi Ramelan, Rini Suwandi, Luhut M Panjaitan, dan Mari Elka Pangestu.
Pada pertemuan itu, mantan Menteri Perdagangan periode 1998–1999 Rahardi Ramelan mengatakan, banyak perbedaan antara kementerian perdagangan di zamannya dengan saat ini. Menurut dia, sistem politik di Kementerian Perdagangan saat ini jauh lebih rumit dan sebetulnya tidak cocok untuk negara ini.
“Contohnya kalau dulu menteri dapat mengambil keputusan sendiri, sekarang menteri harus lapor dulu ke DPR,” ujarnya di Jakarta kemarin. Persoalan perdagangan dalam negeri pun menurut dia menjadi semakin rumit karena adanya otonomi. Kewenangan pusat terhadap persoalan perdagangan daerah tidak lagi terlalu jauh. “Kantor wilayah (perdagangan) saja sudah tidak ada, jadi sangat tergantung otoritas di daerah,” tuturnya.
Rahardi juga menyoroti soal defisit perdagangan dengan China yang menurut dia sudah sangat parah. Kemendag harus mengatur kembali ASEAN China Free TradeArea (ACFTA) agar defisit dengan Negeri Panda tak semakin parah. Namun, Rahardi mengaku belum mengetahui penyebab begitu besarnya defisit perdagangan antara Indonesia dan China. Mantan Menteri Perdagangan yang juga mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla pun prihatin terhadap persoalan defisit.
Dia menyebut, defisit perdagangan terjadi karena banyak produk yang diselundupkan sehingga tidak tercatat. “Sebenarnya ya tidak semua, tapi yang paling penting kita harus lebih efisien dan kita harus memperketat aturanaturan kita sendiri. Katakanlah ekspor kita kecil, kan banyak sekali yang tidak tercatat. Ada USD10 miliar per tahun yang tidak tercatat,jadi kita harus memperbaiki sistemnya,” kata Kalla.
Mengenai pertemuan itu sendiri, Jusuf Kalla mengatakan bahwa sifatnya lebih pada silaturahmi meski mereka sebagai mantan menteri ikut memberikan saran-saran dari pengalaman-pengalaman selama menjabat. Saran-saran tersebut, kata dia, tidak hanya masalah perdagangan,namun juga soal isu nasional terkini seperti penggunaan bahan bakar minyak bersubsidi.
Dalam acara bincang-bincang santai tersebut, Gita meminta masukan atas isu-isu perdagangan terkini dan perbandingan kondisi Kementerian Perdagangan dari berbagai era. Dalam acara yang dilangsungkan di Gedung Kementerian Perdagangan tersebut, hadir Jusuf Kalla, Rahardi Ramelan, Rini Suwandi, Luhut M Panjaitan, dan Mari Elka Pangestu.
Pada pertemuan itu, mantan Menteri Perdagangan periode 1998–1999 Rahardi Ramelan mengatakan, banyak perbedaan antara kementerian perdagangan di zamannya dengan saat ini. Menurut dia, sistem politik di Kementerian Perdagangan saat ini jauh lebih rumit dan sebetulnya tidak cocok untuk negara ini.
“Contohnya kalau dulu menteri dapat mengambil keputusan sendiri, sekarang menteri harus lapor dulu ke DPR,” ujarnya di Jakarta kemarin. Persoalan perdagangan dalam negeri pun menurut dia menjadi semakin rumit karena adanya otonomi. Kewenangan pusat terhadap persoalan perdagangan daerah tidak lagi terlalu jauh. “Kantor wilayah (perdagangan) saja sudah tidak ada, jadi sangat tergantung otoritas di daerah,” tuturnya.
Rahardi juga menyoroti soal defisit perdagangan dengan China yang menurut dia sudah sangat parah. Kemendag harus mengatur kembali ASEAN China Free TradeArea (ACFTA) agar defisit dengan Negeri Panda tak semakin parah. Namun, Rahardi mengaku belum mengetahui penyebab begitu besarnya defisit perdagangan antara Indonesia dan China. Mantan Menteri Perdagangan yang juga mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla pun prihatin terhadap persoalan defisit.
Dia menyebut, defisit perdagangan terjadi karena banyak produk yang diselundupkan sehingga tidak tercatat. “Sebenarnya ya tidak semua, tapi yang paling penting kita harus lebih efisien dan kita harus memperketat aturanaturan kita sendiri. Katakanlah ekspor kita kecil, kan banyak sekali yang tidak tercatat. Ada USD10 miliar per tahun yang tidak tercatat,jadi kita harus memperbaiki sistemnya,” kata Kalla.
Mengenai pertemuan itu sendiri, Jusuf Kalla mengatakan bahwa sifatnya lebih pada silaturahmi meski mereka sebagai mantan menteri ikut memberikan saran-saran dari pengalaman-pengalaman selama menjabat. Saran-saran tersebut, kata dia, tidak hanya masalah perdagangan,namun juga soal isu nasional terkini seperti penggunaan bahan bakar minyak bersubsidi.
()