Raja Bawal kota Bandung

Senin, 16 April 2012 - 06:00 WIB
Raja Bawal kota Bandung
Raja Bawal kota Bandung
A A A


Sindonews.com - Kalau mencari ikan bawal populer di Bandung sudah pasti jawabannya Reds Dipo Waroeng Bawal, sebuah restoran serba merah yang khas nuansa Liverpool FC di dalamnya.

Pribadi ramah dan welcome langsung terasa ketika Aprie ditemui SINDO di restoran miliknya yang terletak di Jalan Dipatiukur. Tanpa harus berbasabasi panjang lebar, senja yang mengiringi obrolan kami pun berlangsung terasa sangat cepat karena Aprie dengan semangat dan penuh senyum menjawab tiap pertanyaan. Ini dia hasil obrolan sore yang inspiratif bersama ayah seorang anak dan pengusaha.

Mulanya dia bertutur tentang dirinya yang jadi pionir berdirinya sebuah sindikasi yang menunjukkan identitas kuliner Kota Bandung yakni Sindikat Kuliner (SK). SK ini dituturkan Aprie menjadi pendongkrak pengusaha kuliner yang sudah melekat jadi ikon Kota Bandung. Berikut petikan wawancaranya.

Apakah Anda satu-satunya pendiri Sindikat Kuliner (SK)?

Sebenarnya ini juga usulan dari Ginda (Boloekodja), Medi (Cuanki Dara Kembar), Olga (Mie Ayam Popo), Gandi (Kumaramen), dan Hendi (MaioBurger),dua lagi sudah vakum usahanya. Saya sendiri dikatakan pionir karena yang membuka komunikasi antara kedelapan pendiri, ya saya. Tujuannya waktu itu seperti komunitas kebanyakan, untuk pengusaha kuliner kan belum ada.

Lantas dalam perkembangannya sendiri,SK akhirnya membentuk semacam pembinaan?

Ya, itu goal-nya. Kami ingin sekali semua penggiat kuliner menunjukkan citranya masing-masing. Di sini, kami suka berbagi pengalaman dari soal supplier bahan baku sampai sumber pelanggan atau pasar.Tidak ada persaingan antar anggota, justru saling bahu-membahu. Dari situ jugalah akhirnya kami punya empat kelas untuk belajar mengembangkan usaha kecil menengah (UKM) kuliner, saat ini sedang berjalan kelas usaha agar bankable.

Apakah pengetahuan tentang UKM dan bank juga jadi latar belakang berdirinya SK?

Iya betul sekali, banyak penggiat kuliner tidak melirik pengetahuan penting ini.Akhirnya usaha mereka mudah sekali putus di tengah jalan hanya akibat modal dan tata kelola keuangan. SK juga kini memitrakan anggotanya dengan beberapa bank untuk pencairan modal supaya lebih mudah. Makanya syarat jadi anggota SK harus punya usaha yang berjalan minimal dua tahun, seperti syarat pencairan modal di bank.

Bagaimana dengan kesan eksklusif dengan syarat-syarat tertentu yang diberlakukan SK?

Itu masih dalam rule-nya, kami menginginkan anggota yang produknya hasil produksi sendiri atau orisinal sehingga banyak keripik produk repackage (mengemas dan memasarkan ulang produksi orang lain) tidak diterima di sini. Syarat lainnya yang tertulis yakni usia bisnisnya dua tahun dan atau punya rumah produksi dan atau punya badan hukum dan atau memiliki enam orang karyawan.

Bagaimana kiat Anda membina anggota SK?

Alhamdulillah, ketika baru dua minggu didirikan pada Maret 2011,kami sudah punya 30 anggota dan tidak akan diperbanyak lagi untuk sementara waktu. Karena ingin memperjelas dulu, hingga Maret lalu kami dipanggil ke Jakarta oleh Ibu Marie Elka Pangestu yang mendaftarkan kuliner jadi salah satu industri kreatif Indonesia. Kami saat itu disandingkan dengan Wiliam Wongso dan Bondan Winarno, lalu dirangkul Wali Kota Bandung Dada Rosada juga Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf.

Dari situlah kami memperjelas diri dengan pembukaan kelas di Reds Dipo, Mr Komot, Bober Café, dan Bebek Garang. Sekarang anggotanya sudah ada 48 usaha yang perlu dibangun wawasannya tentang UKM dan perkoperasian.

Ke depannya selain bahas produk bankable, SK akan memfasilitasi apa lagi di bidang kuliner?

Setelah kuliner Bandung punya identitas sudah selayaknya didukung dunia luas, tapi ada syaratnya yaitu harus berstandar internasional. Standar itu harus mulai dirintis minimal dari kebersihan dapurnya, sering kali dibandingkan, dapur restoran luar negeri itu jauh lebih bersih dari dapur kotor kita lho. Karena secara budgeting memang mahal, apa salahnya mencicil, sekarang beberapa restoran sudah diikutkan pelatihan oleh PHRI mengenai hal itu, dan itu merupakan awal yang baik sekali.

Melihat perkembangannya tampaknya SK kooperatif sekali dengan pemerintah?

Harusnya sih begitu, sayang saja Pemerintah Kota Bandung sering keduluan sama pemerintah provinsi dan nasional dalam mengakui keberadaan kami.Waktu para restoran masih berbentuk pedagang kaki lima (PKL), Pemkot bisa seenaknya main gusur, ketika kami berkembang baru mereka mengulurkan tangan. Tak jarang kami populer duluan di dunia internasional lewat media massa.

By the way, siapa yang menginspirasi Anda dalam berbisnis kuliner?

Awalnya saya juga kabita (iri) melihat teman pada sukses di distro dan FO, tapi karena saya hobi masak dan makan akhirnya memilih bisnis kuliner. Seorang ayah teman saya yang mengajarkan filosofi bisnis dalam tradisi China, yakni 3 H. Hopeng artinya relasi,hong shui tempat strategis, dan hoki atau keberuntungan, di antara semuanya yang paling utama relasi. Saya memegang teguh nasihat ayah teman saya itu sampai sekarang dengan menjaga hubungan pertemanan dan jaringan.

Awal berbisnis kuliner memang langsung membidik ikan bawal?

Saya, Johan dan Posma (pendiri lain) punya keinginan masing-masing, tapi sama-sama kuliner. Niatnya bikin warung jadi restoran tapi produknya beda-beda saya ingin jus, Johan ingin ayam, dan Posma mi keju. salah satu sahabat saya yang sudah suks e s duluan akhirnya menasihati kalau tidak punya resep khusus jangan bisnis yang sudah menjamur dijamin tidak laku. Akhirnya kami bubar sampai Johan makan ikan bawal paling enak di Jakarta.

Jadi, bumbu rahasia bawalnya berasal dari restoran itu?

Harusnya begitu, pengusahanya kan baik sekali mengajarkan kami bumbu dan cara masaknya, tapi tidak ada yang mencatat sehingga sampai di Bandung lupa. Saya, Posma, dan Johan pun akhirnya memutuskan untuk tanya ibu masingmasing di rumah yang kebetulan punya latar belakang suku berbeda. Akhirnya, ikan bawal khas warung kami komposisinya campuran dari selera Padang, Jawa, dan Sunda.

Dengan cita rasa berbeda, bawal Reds Dipo langsung melejit saat itu?

Tidak, kami sempat gak laku empat hari,wajarlah selain beda menu, beda juga penyajiannya. Siapa coba yang dulu mau makan ikan bakar siang-siang, selain itu kita juga akhirnya pakai menunya Johan yaitu ayam goreng. Beberapa bulan kemudian sebuah media cetak menulis tentang menu bawal kami dan memasukkannya ke peta jajanan Bandung. Sejak itulah warung kami laris manis.

Kabarnya Reds Dipo sempat kehilangan banyak penggemarnya?

Ya, waktu warung kami digusur Satpol PP, kami pindah ke Jalan Sulanjana. Awalnya kami punya 200 pelanggan per hari, jadi hanya punya 20 pelanggan per minggu, saya juga sempat tidak bisa membayar 18 karyawan saya lagi. Tapi, saya tidak pernah menyerah sebab rezeki itu sudah ada yang mengatur dan tidak akan tertukar.

Gita Pratiwi
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0483 seconds (0.1#10.140)