Pengusaha kuliner keberatan pajak
A
A
A
Sindonews.com – Para pengusaha kuliner di Kota Madiun keberatan dengan munculnya Perda Kota Madiun No. 23/2011 tentang Pajak Daerah.Dalam perda itu disebutkan, pengusaha kuliner dengan omzet Rp200 ribu per hari atau lebih dikenai pajak 10 persen.
Mayoritas pengusaha kuliner dari kelas bawah dan menengah mengaku terkejut dengan hadirnya perda yang dipastikan memberatkan bahkan mematikan usaha mereka. “Saya jelas merasa keberatan atas pemberlakukan pajak 10 persen dari omzet, padahal itu penghasilan kotor atau belum dipotong biaya lain. Jumlah yang ada dalam sehari kadang belum impas, apalagi dikenakan pajak 10 persen dari omzet” ujar Suradi pengusaha ikan bakar.
Jika perda itu dipaksakan, tambahnya, dapat mematikan usaha kuliner kelas bawah dan menengah sebab beban yang ditanggung makin besar. Belum lagi, pajak lain yang harus ditanggung seperti iklan dan lainnya. Meski iklan dipasang dalam ruang usaha atau lingkungannya, tapi iklan atau sekadar spanduk yang mereka pasang juga kena pajak. “Jelas terasa memberatkan,” tandasnya.
Kepala DPPKAD setempat Rusdiyanto mengatakan tidak bisa berbuat banyak, meski secara pribadi mampu memahami keberatan pengusaha kuliner. “Saya hanya pelaksana, keberatan para pengusaha semua akan saya teruskan kepada pimpinan dan kalangan DPRD,” ujarnya. Dia meminta para pengusaha tetap memenuhi perda itu, jika tidak ada sanksinya.
Mayoritas pengusaha kuliner dari kelas bawah dan menengah mengaku terkejut dengan hadirnya perda yang dipastikan memberatkan bahkan mematikan usaha mereka. “Saya jelas merasa keberatan atas pemberlakukan pajak 10 persen dari omzet, padahal itu penghasilan kotor atau belum dipotong biaya lain. Jumlah yang ada dalam sehari kadang belum impas, apalagi dikenakan pajak 10 persen dari omzet” ujar Suradi pengusaha ikan bakar.
Jika perda itu dipaksakan, tambahnya, dapat mematikan usaha kuliner kelas bawah dan menengah sebab beban yang ditanggung makin besar. Belum lagi, pajak lain yang harus ditanggung seperti iklan dan lainnya. Meski iklan dipasang dalam ruang usaha atau lingkungannya, tapi iklan atau sekadar spanduk yang mereka pasang juga kena pajak. “Jelas terasa memberatkan,” tandasnya.
Kepala DPPKAD setempat Rusdiyanto mengatakan tidak bisa berbuat banyak, meski secara pribadi mampu memahami keberatan pengusaha kuliner. “Saya hanya pelaksana, keberatan para pengusaha semua akan saya teruskan kepada pimpinan dan kalangan DPRD,” ujarnya. Dia meminta para pengusaha tetap memenuhi perda itu, jika tidak ada sanksinya.
()