Bisnis ulat hongkong, warga Jombang jadi jutawan
A
A
A
Sindonews.com - Bagi kebanyakan orang, ulat merupakan jenis binatang yang menjijikkan namun bagi warga di desa Bandung, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, ulat justru menjadi sumber mata pencaharian utama mereka. Melalui peternakan ulat, bahkan sejumlah warga di desa tersebut mampu menjadi jutawan.
Sudah hampir 10 tahun ini, warga desa Bandung Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jatim, menekuni bisnis yang dianggap kebanyakan orang menjijikkan, yakni beternak ulat.
Salah satunya adalah Baidowi, pria berusia 53 tahun ini dalam bisnis ulat hongkong. Baidowi termasuk pendatang baru (baru setengah tahun). Sebelumnya, baidowi mengaku sudah puluhan tahun menjadi peternak ikan lele.
Namun karena lama-kelamaan hasilnya terus merosot, Baidowi beralih beternak ulat hongkong, menyusul para tetangganya yang sudah sukses sebelumnya. Sebab berbeda dengan ikan lele, beternak ulat hongkong sangat mudah dan relatif jauh dari risiko kematian ataupun penyakit, hasilnya pun menurutnya sangat menjanjikan.
"Untuk beternak ulat hongkong, kita hanya tinggal membeli bibit berupa indukan (kepik) yang banyak di jual di toko pertanian," ucap Baidowi, peternak ulat hongkong, Jumat (18/5/2012).
Ia lalu menerangkan, dari indukan tersebut kemudian diletakkan pada sebuah tempat berupa ijuk atau serabut kelapa. Setelah bertelur dan menjadi anak ulat, pisahkan anak ulat tersebut ke dalam wadah tersendiri yang penuh dengan bekatul.
Setiap hari, dirinya memberi makan ulat-ulat dengan polar atau serbuk sagu. Dengan cara sederhana ini, dari 50 kilogram indukan atau biaya Rp1 juta-Rp2 juta di awal usaha, setiap tiga hari sekali, Baidowi dapat memanen sedikitnya 25 kilogram ulat hongkong dan menjualnya Rp25 ribu perkilogramnya.
"Untuk penjualan juga tidak terlalu sulit, karena setiap hari selalu ada saja pengepul yang datang dan memborong ulat hongkong hasil peternakan warga di sini," ucapnya.
Dia menambahkan ulat jenis ini, banyak dibutuhkan masyarakat untuk pakan burung atau ikan. Dalam sebulan, dari 50 kilogram indukan, baidowi mengaku dapat meraup omzet antara Rp6 juta-Rp7 juta perbulan. (ank)
Sudah hampir 10 tahun ini, warga desa Bandung Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jatim, menekuni bisnis yang dianggap kebanyakan orang menjijikkan, yakni beternak ulat.
Salah satunya adalah Baidowi, pria berusia 53 tahun ini dalam bisnis ulat hongkong. Baidowi termasuk pendatang baru (baru setengah tahun). Sebelumnya, baidowi mengaku sudah puluhan tahun menjadi peternak ikan lele.
Namun karena lama-kelamaan hasilnya terus merosot, Baidowi beralih beternak ulat hongkong, menyusul para tetangganya yang sudah sukses sebelumnya. Sebab berbeda dengan ikan lele, beternak ulat hongkong sangat mudah dan relatif jauh dari risiko kematian ataupun penyakit, hasilnya pun menurutnya sangat menjanjikan.
"Untuk beternak ulat hongkong, kita hanya tinggal membeli bibit berupa indukan (kepik) yang banyak di jual di toko pertanian," ucap Baidowi, peternak ulat hongkong, Jumat (18/5/2012).
Ia lalu menerangkan, dari indukan tersebut kemudian diletakkan pada sebuah tempat berupa ijuk atau serabut kelapa. Setelah bertelur dan menjadi anak ulat, pisahkan anak ulat tersebut ke dalam wadah tersendiri yang penuh dengan bekatul.
Setiap hari, dirinya memberi makan ulat-ulat dengan polar atau serbuk sagu. Dengan cara sederhana ini, dari 50 kilogram indukan atau biaya Rp1 juta-Rp2 juta di awal usaha, setiap tiga hari sekali, Baidowi dapat memanen sedikitnya 25 kilogram ulat hongkong dan menjualnya Rp25 ribu perkilogramnya.
"Untuk penjualan juga tidak terlalu sulit, karena setiap hari selalu ada saja pengepul yang datang dan memborong ulat hongkong hasil peternakan warga di sini," ucapnya.
Dia menambahkan ulat jenis ini, banyak dibutuhkan masyarakat untuk pakan burung atau ikan. Dalam sebulan, dari 50 kilogram indukan, baidowi mengaku dapat meraup omzet antara Rp6 juta-Rp7 juta perbulan. (ank)
()