OJK tak memihak nasabah
A
A
A
Sindonews.com - Lunturnya kepercayaan nasabah terhadap otoritas perbankan membuat tugas yang diemban Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi tumpuan harapan masyarakat.
Meski demikian, Pengamat Ekonomi Drajad Wibowo mengaku sangsi dengan kemampuan OJK untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat tersebut.
"Akan tetapi saya juga meragukan lembaga independen tersebut dapat memberi pencerahan. 14 nama yang sudah direstui Presiden, disinyalir juga merupakan orang-orang yang tidak punya andil untuk membela nasabah, bahkan diantara mereka adalah yang mempersulit hak nasabah," ucapnya, pada Diskusi: “Nasabah Butuh Perlindungan Paripurna“ di D'Consulat Restaurant, Jakarta, Kamis (24/5/2012).
Dia menambahkan perlindungan dan pelayanan nasabah merupakan poin penting yang patut diperhatikan saat ini. "Apa mungkin bisa menciptakan itu (perlindungan dan pelayanan nasabah). Tidak satu pun saya lihat ada yang memihak ke nasabah," tegasnya.
Jika OJK nantinya terbentuk, dia menambahkan, aturan tersebut akan tersaji di UU OJK pasal 28-31. Namun, kalau kultur yang tidak diubah dari wadah otoritas sebelumnya, maka aturan itu hanya akan jadi pajangan belaka.
"OJK punya beberapa senjata, tapi tanpa perubahan kultur untuk membela nasabah ya apa gunanya OJK. Harus ada perubahan cultur yang radikal," tegasnya.
Keraguannya itu tertuang, karena melihat selama ini perlindungan nasabah, merupakan anak tiri dari sektor jasa keuangan. Drajat mengungkapkan tiga otoritas yang ada sangat meremehkan nasabah di Indonesia. Apalagi, menurutnya sangat aneh jika ada kasus nasabah dari luar negeri lebih cepat selesai dibandingkan dengan masyarakat sendiri.
"Otoritas jasa keuangan, Bank Indonesia, otoritas pasar modal Bapepam, otoritas Fiskal itu Kemenkeu, menempatkan perlindungan nasabah, yang mungkin haram. Sudah anak tiri, terus haram pula. Saya sering teriak menghajar otoritas itu karena sangat tidak masuknya perlindungan nasabah ini bagi aturan mereka," pungkasnya. (ank)
Meski demikian, Pengamat Ekonomi Drajad Wibowo mengaku sangsi dengan kemampuan OJK untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat tersebut.
"Akan tetapi saya juga meragukan lembaga independen tersebut dapat memberi pencerahan. 14 nama yang sudah direstui Presiden, disinyalir juga merupakan orang-orang yang tidak punya andil untuk membela nasabah, bahkan diantara mereka adalah yang mempersulit hak nasabah," ucapnya, pada Diskusi: “Nasabah Butuh Perlindungan Paripurna“ di D'Consulat Restaurant, Jakarta, Kamis (24/5/2012).
Dia menambahkan perlindungan dan pelayanan nasabah merupakan poin penting yang patut diperhatikan saat ini. "Apa mungkin bisa menciptakan itu (perlindungan dan pelayanan nasabah). Tidak satu pun saya lihat ada yang memihak ke nasabah," tegasnya.
Jika OJK nantinya terbentuk, dia menambahkan, aturan tersebut akan tersaji di UU OJK pasal 28-31. Namun, kalau kultur yang tidak diubah dari wadah otoritas sebelumnya, maka aturan itu hanya akan jadi pajangan belaka.
"OJK punya beberapa senjata, tapi tanpa perubahan kultur untuk membela nasabah ya apa gunanya OJK. Harus ada perubahan cultur yang radikal," tegasnya.
Keraguannya itu tertuang, karena melihat selama ini perlindungan nasabah, merupakan anak tiri dari sektor jasa keuangan. Drajat mengungkapkan tiga otoritas yang ada sangat meremehkan nasabah di Indonesia. Apalagi, menurutnya sangat aneh jika ada kasus nasabah dari luar negeri lebih cepat selesai dibandingkan dengan masyarakat sendiri.
"Otoritas jasa keuangan, Bank Indonesia, otoritas pasar modal Bapepam, otoritas Fiskal itu Kemenkeu, menempatkan perlindungan nasabah, yang mungkin haram. Sudah anak tiri, terus haram pula. Saya sering teriak menghajar otoritas itu karena sangat tidak masuknya perlindungan nasabah ini bagi aturan mereka," pungkasnya. (ank)
()