Minarak Lapindo baru sediakan dana Rp50 M
A
A
A
Sindonews.com - Korban lumpur yang tagihan pembayaran asetnya di atas Rp500 juta untuk sementara harus gigit jari. Sebab, saat ini Lapindo Brantas Inc, melalui anak perusahaannya PT Minarak Lapindo Jaya (Minarak) baru sanggup menyediakan dana Rp50 miliar.
Direktur Utama Minarak Andi Darussalam Tabusala mengatakan, keuangan keluarga Bakrie saat ini masih sanggup menyediakan dana Rp400 miliar untuk pembayaran tagihan korban lumpur di bawah Rp500 juta. Sedangkan untuk tagihan korban lumpur di atas Rp500 juta, masih tersedia dana Rp50 miliar.
Meski demikian, Andi mengaku masih mengupayakan penyelesaian pelunasan jual beli aset korban lumpur tersebut. “Sesuai komitmen kami, pelunasan jual beli aset akan kami selesaikan paling lambat Desember 2012. Untuk dana Rp400 miliar itu mulai kita bayarkan 10 Juni nanti,” ujarnya.
Andi Darussalam menambahkan, dana sebesar Rp400 miliar itu sebenarnya untuk pembayaran jual beli aset korban lumpur yang tagihannya di bawah Rp500 juta. Namun, dari perwakilan korban lumpur minta agar pembayaran juga dibagikan kepada korban lumpur yang tagihannya di atas Rp500 juta.
Karena permintaan perwakilan korban lumpur seperti itu, lanjut Andi Darussalam, pihaknya akan menyerahkan pembayaran ke koordinator kelompok korban lumpur. “Sebenarnya kita bisa langsung bayar ke korban lumpur, tapi perwakilan warga mintanya seperti itu. Makanya, kita serahkan mekanisme pembayarannya kepada perwakilan korban lumpur,” urai Andi.
Sisa pembayaran Rp500 miliar yang rencananya akan digunakan untuk korban lumpur yang tagihannya di atas Rp500 juta. Korban lumpur juga mau meninggalkan tanggul lumpur titik 25 yang lebih dari sebulan diduduki, setelah ada kejelasan pembayaran.
Kepada warga Andi Darussalam mengaku untuk sisa pembayaran Rp500 miliar, kini pihaknya masih mempunyai cadangan dana sebesar Rp50 miliar. “Di luar dana Rp400 miliar itu, kita masih mempunyai cadangan Rp50 miliar. Jadi sisanya masih menunggu keuangan kita,” tandasnya.
Andi merinci dari sisa pembayaran jual beli korban lumpur sebesar Rp900 miliar, untuk tagihan di bawah Rp100 juta sebanyak 1.440 berkas.
Untuk tagihan pembayaran Rp150-200 juta sebanyak 600 berkas dan tagihan di atas Rp2 miliar sebanyak 70 berkas atau 36 warga. “Untuk pembayaran tagihan di atas Rp500 juta masih kita carikan formulanya seperti apa. Yang pasti, sesuai komitmen kita akan menyelesaikan pembayaran akhir Desember 2012,” tegasnya.
Yudho Wintoko, salah satu perwakilan korban lumpur mengatakan pihaknya berharap agar pelunasan jual beli asetnya bisa diselesaikan bersamaan. Sebab, jika nantinya pembayaran hanya dilakukan untuk tagihan di bawah Rp500 juta akan memunculkan kecemburuan. “Kami tetap berharap pelunasan bisa dilakukan dengan adil dan bisa merata,” ujarnya.
Sekedar diketahui, sejauh ini sebanyak 13.2032 berkas warga yang menjadi tanggung jawab Lapindo sudah dibayar 20 persen mencapai 94 persen dan yang sudah mendapat pembayaran 80 persen sebanyak 75 persen. Dari 13.237 berkas, sudah 99,38 persen yang menerima pembayaran uang muka 20 persen. Sedangkan pembayaran 80 persen sisanya, sudah dilakukan terhadap 8.979 berkas.
Lapindo sebenarnya sanggup menyelesaikan pelunasan pembayaran akhir Desember 2012, dari total pembayaran Rp3,9 triliun dan yang terbayar Rp2,8 triliun masih kurang Rp1,1 triliun (termasuk jual beli skema bisnis to bisnis dengan perusahaan yang terendam lumpur). Pemerintah kemudian mendesak agar Lapindo menyelesaikan pembayaran paling lambat Juni 2012.
Karena tidak ada dana segar, Lapindo melalui salah satu anak perusahaannya PT Mutiara Masyhur Sejahtera (MMS) mengajukan kredit ke Bank Jatim sebesar Rp1 trilun.
Namun, pengajuan kredit itu ditolak. Karena desakan korban lumpur agar pembayaran segera dilunasi, keluarga Bakrie menghitung dulu berapa aset keluarga Bakrie, baik di dalam maupun luar negeri. Aset-aset itulah yang bakal dijual untuk membayar pelunasan. Ternyata, kini keluarga Bakrie melalui Minarak baru sanggup menyediakan dana Rp400 miliar dan Rp50 miliar.
Direktur Utama Minarak Andi Darussalam Tabusala mengatakan, keuangan keluarga Bakrie saat ini masih sanggup menyediakan dana Rp400 miliar untuk pembayaran tagihan korban lumpur di bawah Rp500 juta. Sedangkan untuk tagihan korban lumpur di atas Rp500 juta, masih tersedia dana Rp50 miliar.
Meski demikian, Andi mengaku masih mengupayakan penyelesaian pelunasan jual beli aset korban lumpur tersebut. “Sesuai komitmen kami, pelunasan jual beli aset akan kami selesaikan paling lambat Desember 2012. Untuk dana Rp400 miliar itu mulai kita bayarkan 10 Juni nanti,” ujarnya.
Andi Darussalam menambahkan, dana sebesar Rp400 miliar itu sebenarnya untuk pembayaran jual beli aset korban lumpur yang tagihannya di bawah Rp500 juta. Namun, dari perwakilan korban lumpur minta agar pembayaran juga dibagikan kepada korban lumpur yang tagihannya di atas Rp500 juta.
Karena permintaan perwakilan korban lumpur seperti itu, lanjut Andi Darussalam, pihaknya akan menyerahkan pembayaran ke koordinator kelompok korban lumpur. “Sebenarnya kita bisa langsung bayar ke korban lumpur, tapi perwakilan warga mintanya seperti itu. Makanya, kita serahkan mekanisme pembayarannya kepada perwakilan korban lumpur,” urai Andi.
Sisa pembayaran Rp500 miliar yang rencananya akan digunakan untuk korban lumpur yang tagihannya di atas Rp500 juta. Korban lumpur juga mau meninggalkan tanggul lumpur titik 25 yang lebih dari sebulan diduduki, setelah ada kejelasan pembayaran.
Kepada warga Andi Darussalam mengaku untuk sisa pembayaran Rp500 miliar, kini pihaknya masih mempunyai cadangan dana sebesar Rp50 miliar. “Di luar dana Rp400 miliar itu, kita masih mempunyai cadangan Rp50 miliar. Jadi sisanya masih menunggu keuangan kita,” tandasnya.
Andi merinci dari sisa pembayaran jual beli korban lumpur sebesar Rp900 miliar, untuk tagihan di bawah Rp100 juta sebanyak 1.440 berkas.
Untuk tagihan pembayaran Rp150-200 juta sebanyak 600 berkas dan tagihan di atas Rp2 miliar sebanyak 70 berkas atau 36 warga. “Untuk pembayaran tagihan di atas Rp500 juta masih kita carikan formulanya seperti apa. Yang pasti, sesuai komitmen kita akan menyelesaikan pembayaran akhir Desember 2012,” tegasnya.
Yudho Wintoko, salah satu perwakilan korban lumpur mengatakan pihaknya berharap agar pelunasan jual beli asetnya bisa diselesaikan bersamaan. Sebab, jika nantinya pembayaran hanya dilakukan untuk tagihan di bawah Rp500 juta akan memunculkan kecemburuan. “Kami tetap berharap pelunasan bisa dilakukan dengan adil dan bisa merata,” ujarnya.
Sekedar diketahui, sejauh ini sebanyak 13.2032 berkas warga yang menjadi tanggung jawab Lapindo sudah dibayar 20 persen mencapai 94 persen dan yang sudah mendapat pembayaran 80 persen sebanyak 75 persen. Dari 13.237 berkas, sudah 99,38 persen yang menerima pembayaran uang muka 20 persen. Sedangkan pembayaran 80 persen sisanya, sudah dilakukan terhadap 8.979 berkas.
Lapindo sebenarnya sanggup menyelesaikan pelunasan pembayaran akhir Desember 2012, dari total pembayaran Rp3,9 triliun dan yang terbayar Rp2,8 triliun masih kurang Rp1,1 triliun (termasuk jual beli skema bisnis to bisnis dengan perusahaan yang terendam lumpur). Pemerintah kemudian mendesak agar Lapindo menyelesaikan pembayaran paling lambat Juni 2012.
Karena tidak ada dana segar, Lapindo melalui salah satu anak perusahaannya PT Mutiara Masyhur Sejahtera (MMS) mengajukan kredit ke Bank Jatim sebesar Rp1 trilun.
Namun, pengajuan kredit itu ditolak. Karena desakan korban lumpur agar pembayaran segera dilunasi, keluarga Bakrie menghitung dulu berapa aset keluarga Bakrie, baik di dalam maupun luar negeri. Aset-aset itulah yang bakal dijual untuk membayar pelunasan. Ternyata, kini keluarga Bakrie melalui Minarak baru sanggup menyediakan dana Rp400 miliar dan Rp50 miliar.
()