Kebutuhan uang tunai masih besar
A
A
A
Sindonews.com – Bank Indonesia (BI) menyatakan kebutuhan masyarakat akan uang tunai masih besar. Minimnya akses ke perbankan dan penggunaan alat pembayaran nontunai juga menjadi penyebab tingginya kebutuhan tersebut.
Direktur Grup Departemen Pengedaran Uang BI Adnan Djuanda menjelaskan, penggunaan sistem pembayaran nontunai ternyata tidak mengurangi keberadaan uang kartal (uang kertas dan logam) dalam perekonomian. Masyarakat tetap membutuhkan uang kartal, khususnya untuk pembayaran yang bersifat perorangan dan bernilai nominal relatif kecil.
Menurut Adnan, uang yang diedarkan (UYD) tumbuh sangat pesat selama dua dekade terakhir. Sebagai gambaran, posisi UYD pada akhir 1993 tercatat sebesar Rp16,3 triliun, meningkat menjadi sebesar Rp372,9 triliun pada akhir 2011, atau terjadi kenaikan sebanyak lebih kurang 23 kali lipat. Untuk 2012, UYD pada Januari– Mei, sesuai pola musiman cenderung menurun dibandingkan akhir 2011.
Berdasarkan data BI, hingga akhir Mei jumlah uang kartal yang beredar di masyarakat dan perbankan mencapai Rp352,59 triliun. Secara yoy,jumlah ini naik 15 persen dibandingkan Mei 2011 sebesar Rp305,5 triliun.
“Sesuai pola musiman,uang yang diedarkan pada Januari hingga Mei 2012 cenderung turun dibandingkan akhir 2011 sebesar R372,98 triliun. Jumlah ini memang naik-turun sesuai kebutuhan masyarakat,” kata Adnan dalam keterangan tertulisnya kepada SINDO kemarin.
Menurut Adnan,penggunaan alat pembayaran tunai dan nontunai di suatu negara selain dipengaruhi oleh perkembangan/ ketersediaan infrastruktur yang memadai, juga dipengaruhi oleh perilaku atau preferensi masyarakat dalam menggunakan jenis alat pembayaran. Berdasarkan penelitian Khiaonarong dan Humprey (2005), untuk kawasan Asia, ditemukan penggunaan uang yang relatif stabil di Singapura.
Sementara Jepang,Thailand, Hong Kong mengalami ekspansi penggunaan uang kartal yang konsisten. Sebaliknya, Korea dan Taiwan mengalami kontraksi. Penelitian itu menemukan lebih dari 90 persen transaksi pembelian dan pembayaran tagihan di Jepang dan Thailand sebagian besar menggunakan uang tunai.Rasio yang lebih kecil ditemukan di Taiwan (80 persen), Hong Kong dan Singapura (70 persen),serta Korea (60 persen).
Penggunaan alat pembayaran nontunai, lanjut Adnan, juga terkait erat dengan akses masyarakat terhadap jasa keuangan. Penetrasi akses keuangan formal di Indonesia relatif masih rendah yaitu berkisar 50 persen, lebih rendah dibandingkan Thailand, Malaysia dan Korea (Bank Dunia,2000). Sementara itu, Sekretaris Perusahaan BRI Muhamad Ali mengatakan,masyarakat Indonesia masih banyak yang suka memegang uang tunai dan hal ini bisa di akomodasi oleh mesin ATM dibandingkan mereka harus bertransaksi di teller yang waktunya terbatas.
Menurut Ali, penambahan channel layanan baik konvensional maupun elektronic channel merupakan cara untuk mendukung dan mempermudah layanan perbankan bagi nasabah. SVP Electronic Banking Bank Mandiri Rico Usthavia Frans mengatakan, peran keberadaan ATM sebagai salah satu instrumen e-channel masih sangat signifikan dalam aktivitas transaksi perbankan. Selama masih banyaknya jumlah uang beredar kebutuhan e-channel ini juga akan tinggi.
Direktur Grup Departemen Pengedaran Uang BI Adnan Djuanda menjelaskan, penggunaan sistem pembayaran nontunai ternyata tidak mengurangi keberadaan uang kartal (uang kertas dan logam) dalam perekonomian. Masyarakat tetap membutuhkan uang kartal, khususnya untuk pembayaran yang bersifat perorangan dan bernilai nominal relatif kecil.
Menurut Adnan, uang yang diedarkan (UYD) tumbuh sangat pesat selama dua dekade terakhir. Sebagai gambaran, posisi UYD pada akhir 1993 tercatat sebesar Rp16,3 triliun, meningkat menjadi sebesar Rp372,9 triliun pada akhir 2011, atau terjadi kenaikan sebanyak lebih kurang 23 kali lipat. Untuk 2012, UYD pada Januari– Mei, sesuai pola musiman cenderung menurun dibandingkan akhir 2011.
Berdasarkan data BI, hingga akhir Mei jumlah uang kartal yang beredar di masyarakat dan perbankan mencapai Rp352,59 triliun. Secara yoy,jumlah ini naik 15 persen dibandingkan Mei 2011 sebesar Rp305,5 triliun.
“Sesuai pola musiman,uang yang diedarkan pada Januari hingga Mei 2012 cenderung turun dibandingkan akhir 2011 sebesar R372,98 triliun. Jumlah ini memang naik-turun sesuai kebutuhan masyarakat,” kata Adnan dalam keterangan tertulisnya kepada SINDO kemarin.
Menurut Adnan,penggunaan alat pembayaran tunai dan nontunai di suatu negara selain dipengaruhi oleh perkembangan/ ketersediaan infrastruktur yang memadai, juga dipengaruhi oleh perilaku atau preferensi masyarakat dalam menggunakan jenis alat pembayaran. Berdasarkan penelitian Khiaonarong dan Humprey (2005), untuk kawasan Asia, ditemukan penggunaan uang yang relatif stabil di Singapura.
Sementara Jepang,Thailand, Hong Kong mengalami ekspansi penggunaan uang kartal yang konsisten. Sebaliknya, Korea dan Taiwan mengalami kontraksi. Penelitian itu menemukan lebih dari 90 persen transaksi pembelian dan pembayaran tagihan di Jepang dan Thailand sebagian besar menggunakan uang tunai.Rasio yang lebih kecil ditemukan di Taiwan (80 persen), Hong Kong dan Singapura (70 persen),serta Korea (60 persen).
Penggunaan alat pembayaran nontunai, lanjut Adnan, juga terkait erat dengan akses masyarakat terhadap jasa keuangan. Penetrasi akses keuangan formal di Indonesia relatif masih rendah yaitu berkisar 50 persen, lebih rendah dibandingkan Thailand, Malaysia dan Korea (Bank Dunia,2000). Sementara itu, Sekretaris Perusahaan BRI Muhamad Ali mengatakan,masyarakat Indonesia masih banyak yang suka memegang uang tunai dan hal ini bisa di akomodasi oleh mesin ATM dibandingkan mereka harus bertransaksi di teller yang waktunya terbatas.
Menurut Ali, penambahan channel layanan baik konvensional maupun elektronic channel merupakan cara untuk mendukung dan mempermudah layanan perbankan bagi nasabah. SVP Electronic Banking Bank Mandiri Rico Usthavia Frans mengatakan, peran keberadaan ATM sebagai salah satu instrumen e-channel masih sangat signifikan dalam aktivitas transaksi perbankan. Selama masih banyaknya jumlah uang beredar kebutuhan e-channel ini juga akan tinggi.
()