Ekspansi industri penerbangan

Senin, 25 Juni 2012 - 07:57 WIB
Ekspansi industri penerbangan
Ekspansi industri penerbangan
A A A


Sindonews.com - Pekan lalu saya membaca artikel menarik dari Borneo Times,koran berbahasa Inggris terbitan dari Kuching,Serawak, tentang ekspansi perusahaan penerbangan berbiaya murah Air Asia yang membentuk regional headquarter mereka di Indonesia.

Perusahaan tersebut menggunakan bahasa diplomasi yang menarik,yaitudenganmengatakan kantor pusat mereka tetap di Malaysia, tetapi kantor pusat regionalnya di Jakarta. Karena itu, mereka memindahkan sekitar 20 staf penting perusahaan tersebut ke Jakarta dan dipimpin langsung oleh Tony Fernandes, pemilik Air Asia yang sangatfenomenaltersebut.Strategi tersebut ditempuh karena mereka melihat pertumbuhan yang eksponensial di Indonesia, sementara di Malaysia industri penerbangan mulai jenuh.

Fenomena ini menarik karena merupakan pengakuan dari dunia usaha internasional mengenai potensi luar biasa Indonesia. Itu pula sebabnya, Tiger Airways dari Singapura juga mau menghidupkan perusahaan penerbangan Mandala bersama Grop Saratoga yang dimiliki Edwin Soeryadjaya dan Sandiaga Uno.

Perusahaan tersebut paham betul potensi yang dimiliki Indonesia memang masih sangat besar dan tahun-tahun mendatang justru potensi tersebut akan semakin besar lagi dengan terus meningkatnya kemampuan masyarakat menggunakan jasa penerbangan sebagaimana tercermin dari produk domestik bruto (PDB) per kapita yang terus meningkat.

Berita itu kebetulan sekali muncul bersamaan dengan berita mengenai kerugian yang besar dari perusahaan penerbangan Malaysia Airlines. Perusahaan penerbangan itu pada 2011 mengalami kerugian sekitar Rp7 triliun, sementara di kuartal I/2012 ini mereka masih mengalami kerugian sekitar Rp2 triliun meskipun dikatakan bahwa kerugian kuartal tahun ini sedikit lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Tidak hanya itu, bahkan Singapore Airlines, untuk pertama kalinya selama beberapa tahun terakhir mengalami kerugian di kuartal I/2012 sebesar USD30 juta atau sekitar Rp300 miliar.

Umumnya perusahaan penerbangan di dunia mengalami kerugian karena tingginya harga avtur yang menjadi bahan bakar pesawat. Dalam keadaan demikian, Garuda Indonesia akhirnya menjadi suatu anomali. Perusahaan penerbangan pelat merah tersebut mengalami keuntungan sebesar Rp44 miliar atau sekitar USD5 juta di kuartal I/2012. Ini prestasi besar bagi Garuda karena selama bertahun-tahun perusahaan tersebut selalu mengalami kerugian di kuartal pertama karena periode itu selalu dianggap sebagai low season.

Tetapi kuartal I/2012 ini Garuda justru mengalami kenaikan jumlah penumpang yang sangat signifikan,yaitu sekitar 25%, baik dari penerbangan luar negerinya maupun (sudah barang tentu) dari rute-rute domestik. Saya ikut “merasakan” keadaan itu dalam penerbangan saya ke Singapura dengan Garuda pekan lalu. Jika dalam penerbangan saya tahun lalu masih merasakan banyak tempat duduk kosong, minggu lalu saya harus menunggu waiting list di Bandara Soekarno-Hatta untuk kelas bisnis karena sungguhsungguh sudah penuh.

Pada penerbangan tersebut kelas ekonomi juga mengalami keadaan yang sama. Penerbangan ke Singapura dengan load factor 100% semacam itu pada akhirnya ikut mewarnai tingginya pertumbuhan penumpang Garuda ke luar negeri. Garuda bagi saya menjadi suatu contoh yang menarik karena meskipun saya yakin Lion Air, Sriwijaya Air, dan Batavia Air juga pasti mengalami pertumbuhan yang sama,namun Garudalah yang melaporkan secara transparan kinerja mereka.

Sebagai perusahaan terbuka, kinerja yang dimiliki Garuda mampu menjadi inspirasi bagi masyarakat maupun juga bagi para pesaingnya. Itu sebabnya kinerja Garuda tersebut mampu menunjukkan potensi luar biasa dari industri penerbangan kita karena pertumbuhan sebesar 25% di tengah krisis global seperti saat ini sungguh suatu situasi yang bisa dikatakan fenomenal. Dengan pertumbuhan yang sangat besar saat ini pada akhirnya kita akan melihat betapa semakin sesaknya bandara kita. Jika kita ke Bandara Soekarno-Hatta, kita melihat tempat parkir sudah meluber ke mana-mana.

(Saya yakin kalau tempat parkir tersebut diserahkan ke swasta pasti akan dibangunkan gedung parkir bertingkat dengan fasilitas yang jauh lebih baik dibandingkan dengan saat ini.) Belum lagi arus masuk penumpang ke terminal yang jumlahnya sangat banyak sehingga terjadi antrean. Kalau kita melihat suasana dalam terminal, saya yakin tidak lama lagi akan semakin sesak, bahkan sesudah proyek perluasan gedung selesai dilakukan. Tetapi, yang saya rasakan sangat menyesakkan adalah antrean pesawat untuk take off yang mulai memanjang dan kadang antrean untuk mendarat.

Dengan keuangan pemerintah yang sangat kuat dewasa ini, rasanya ada suatu peluang yang luar biasa untuk membuktikan kepiawaian pemerintah dalam memprioritaskan penggunaan dananya untuk pengembangan fasilitas bandara kita di seluruh Indonesia. Dengan pertumbuhan penumpang yang seperti deret ukur (eksponensial), perlu percepatan pembangunan bandara di mana-mana. Sikap bussiness as usual harus kita tinggalkan jauh-jauh. Saya memahami permasalahan ini timbul karena kurangnya antisipasi manajemen Angkasa Pura,5-10 tahun lalu yang tidak mampu melihat potensi sangat besar yang dimiliki oleh Indonesia.

Akibatnya manajemen yang ada saat ini harus bekerja beberapa kali lebih keras untuk mengejar ketinggalan itu. Apa yang kita saksikan dengan penempatan regional headquarter Air Asia di Indonesia pada akhirnya merupakan simtom dari pergeseran peran Indonesia di ASEAN yang semakin lama semakin menjadi lokomotif kawasan. Jika pada 2000 pangsa PDB Indonesia di ASEAN hanya sekitar 27%, pada 2011 ekonomi kita merupakan 40% ekonomi ASEAN.

Piyush Gupta, CEO dari DBS Singapura,menyatakan pada 2020 Indonesia akan merupakan 55% dari ekonomi ASEAN. Itulah sebabnya saya katakan sebagai simtom karena hal tersebut terjadi bersamaan dengan ekspansi yang besar negara-negara tetangga maupun investor global lainnya ke Indonesia tidak hanya di industri penerbangan, tetapi juga di industri perbankan, automotif, dan akan banyak lagi. (bro)

CYRILLUS HARINOWO HADIWERDOYO
Pengamat Ekonomi
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0451 seconds (0.1#10.140)