Outsourcing bukan isu negatif
A
A
A
Sindonews.com - Outsourcing sering dikonotasikan sebagai sesuatu yang negatif oleh masyarakat. Padahal, tidak semua bisnis outsourcing memperlakukan buruh dengan tidak manusiawi. Demikian diutarakan oleh Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI).
"Banyak salah kaprah tentang pengertian outsourcing, bahkan juga oleh pemerintah," kata Ketua Umum ABADI Wisnu Wibowo di Menara Kuningan, Jakarta, Jumat (9/11/2012).
Wisnu memaparkan, umumnya masyarakat Indonesia hanya mengenal outsourcing untuk jenis jasa penyedia tenaga kerja yang dikategorikan sebagai unskilled worker. Sementara untuk jenis outsourcing yang mensyaratkan adanya tingkat pendidikan tinggi dengan kualifikasi tertentu, pemenuhan hak-hak cenderung tidak bermasalah.
"Ada pemborongan pekerjaan dan penempatan pekerja atau penyediaan pekerja. Penempatan pekerja ini yang lebih dikenal. Di pemborongan tidak terjadi permasalahan," ungkapnya.
Dia juga mengatakan, outsourcing bukan isu negatif di berbagai negara. Bahkan, outsourcing menjadi suatu jenis usaha penyumbang devisa yang berkontribusi langsung terhadap kemajuan negara. Misalnya di Brasil, India, China, Filipina, dan sebagainya.
Menurut Wisnu, bisnis outsourcing memiliki potensi sangat besar untuk menjadi salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia. "Kalau Indonesia bisa mendapatkan pangsa pasar 1 persen saja, maka akan ada penambahan devisa Rp97 triliun," ujarnya.
Karena itu, sambung Wisnu, yang paling penting saat ini adalah penegakan hukum yang berlaku, bukan pembatasan bidang outsourcing menjadi hanya lima bidang. Semua perusahaan outsourcing yang melanggar peraturan harus dijatuhi sanksi.
"Pemerintah harus lebih fokus pada tata cara penegakan disiplin terhadap pengguna jasa alih daya yang tidak taat hukum," simpulnya.
"Banyak salah kaprah tentang pengertian outsourcing, bahkan juga oleh pemerintah," kata Ketua Umum ABADI Wisnu Wibowo di Menara Kuningan, Jakarta, Jumat (9/11/2012).
Wisnu memaparkan, umumnya masyarakat Indonesia hanya mengenal outsourcing untuk jenis jasa penyedia tenaga kerja yang dikategorikan sebagai unskilled worker. Sementara untuk jenis outsourcing yang mensyaratkan adanya tingkat pendidikan tinggi dengan kualifikasi tertentu, pemenuhan hak-hak cenderung tidak bermasalah.
"Ada pemborongan pekerjaan dan penempatan pekerja atau penyediaan pekerja. Penempatan pekerja ini yang lebih dikenal. Di pemborongan tidak terjadi permasalahan," ungkapnya.
Dia juga mengatakan, outsourcing bukan isu negatif di berbagai negara. Bahkan, outsourcing menjadi suatu jenis usaha penyumbang devisa yang berkontribusi langsung terhadap kemajuan negara. Misalnya di Brasil, India, China, Filipina, dan sebagainya.
Menurut Wisnu, bisnis outsourcing memiliki potensi sangat besar untuk menjadi salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia. "Kalau Indonesia bisa mendapatkan pangsa pasar 1 persen saja, maka akan ada penambahan devisa Rp97 triliun," ujarnya.
Karena itu, sambung Wisnu, yang paling penting saat ini adalah penegakan hukum yang berlaku, bukan pembatasan bidang outsourcing menjadi hanya lima bidang. Semua perusahaan outsourcing yang melanggar peraturan harus dijatuhi sanksi.
"Pemerintah harus lebih fokus pada tata cara penegakan disiplin terhadap pengguna jasa alih daya yang tidak taat hukum," simpulnya.
(rna)