Diserbu impor, regulasi industri jamu harus dikaji ulang

Kamis, 31 Januari 2013 - 17:35 WIB
Diserbu impor, regulasi...
Diserbu impor, regulasi industri jamu harus dikaji ulang
A A A
Sindonews.com - Di tengah serbuan produk jamu impor dan ilegal dinilai bakal mengancam industri jamu dalam negeri. Karena itu, regulasi yang mengancam keberadaan industri jamu nasional harus dikaji ulang.

"Sejumlah regulasi pemerintah akan mengganggu daya saing dan keberlangsungan sektor tersebut di tengah serbuan produk impor dan ilegal," kata Anggota Komisi IX DPR RI, Poempida Hidayatulloh dalam keterangan rilisnya kepada Sindonews, di Jakarta, Kamis (31/1/2013).

Menurutnya, beberapa regulasi yang dinilai menghambat industri jamu nasional, antara lain, Permenkes No 6/2012 tentang Ijin Obat Tradisional, Permenkes No 7/2012 tentang Registrasi Obat Tradisional, Peraturan Kepala BPOM tentang Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB), Permenkes No 386/Menkes/SK/IV/1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Tradisional, RUU Kefarmasian yang memasukkan jamu ke dalam farmasi, Harmonisasi obat tradisional Asean, dan Asean-China Free Trade Area (ACFTA).

Poempida mengungkapkan, dalam merancang atau merumuskan suatu peraturan, hal penting yang harus dilakukan adalah mengharmonisasi draf peraturan sebelum ditetapkan menjadi peraturan. "Upaya harmonisasi itu dilakukan untuk menghindari adanya disharmoni dan pertentangan dengan pihak-pihak berkepentingan," ujarnya.

Selain itu, lanjut dia, pemerintah dalam menerbitkan sebuah kebijakan harus melakukan dialog dengan pemangku kepentingan terkait, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan. "Pemerintah seharusnya melakukan dialog terbuka dengan pemangku kepentingan terkait, agar dihasilkan kebijakan yang tidak merugikan stakeholders industri jamu," paparnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) melansir hasil survei yang dilakukan pada Januari 2013 di lima kota besar di Indonesia, yakni Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya.

Hasilnya, terdapat sedikitnya 56 produk jamu yang dilarang (public warning) oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Namun masih beredar bebas tanpa pengawasan.

Menanggapi hasil survei tersebut, politisi Partai Golkar ini menyayangkan lemahnya BPOM dalam melakukan pengawasan peredaran produk jamu ilegal. "Saya mendesak BPOM untuk serius dan melakukan langkah nyata untuk mengatasi peredaran jamu dan obat tradisional ilegal tersebut," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Perusahaan (GP) Jamu, Charles Serang mengatakan, temuan YPKKI memperkuat bukti ancaman besar terhadap industri jamu nasional. "Masa depan jamu suram. Tidak ada menteri yang mau memikirkan jamu, padahal jamu merupakan tradisi bangsa," kata Charles.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6646 seconds (0.1#10.140)