Industri garmen dituntut tingkatkan daya saing
A
A
A
Sindonews,com - Program Manager BWI-ILO, Simon Field mengatakan, Jawa Barat (Jabar) merupakan sentra industri garmen di Indonesia yang penting untuk ditingkatkan daya saing dan produktifitasnya.
Salah satu upaya peningkatan daya saing melalui peningkatan keselamatan kerja. Upaya yang bisa dilakukan ILO yaitu membantu standar ketenagakerjaan di industri garmen. Program BWI telah dilakukan sejak 2011 dengan sasaran pertama kali adalah industri di Jabodetabek, Purwakarta, Karawang, serta Subang.
Saat ini, sebanyak 71 industri garmen yang terdaftar di ILO. Untuk tahap kedua ini, sebanyak tujuh industri garmen di Bandung Raya dan Majalengka. Selain di Jabar, program serupa diadakan di Jateng yang juga menjadi sentra industri garmen. Disasarnya industri garmen tidak terlepas dari kendala standar tenaga kerja yang disyaratkan oleh buyers.
Menurut Senior Enterprise Advisor BWI, M Anis Nugroho, industri garmen di Jabar kebanyakan memperoleh order dari buyers merek-merek ternama internasional. Buyers itulah yang mensyaratkan standar tenaga kerja seperti menyangkut hak pekerja yang harus dipenuhi. Jika tidak, industri garmen akan kehilangan order.
Saat ini, sedikitnya ada 25 merek internasional yang bersepakat dengan program BWI. Jika industri mampu memenuhi persyaratan standar tenaga kerja, maka ada peluang memperoleh order buyers merek internasional tersebut.
Program serupa juga diadakan bagi industri-industri di lima negara lainnya. Yaitu, Vietnam, Yordania, Haiti, Lesotho dan Nikaragua. Kasus ketenagakerjaan yang sering diabaikan oleh industri maupun perusahaan di Indonesia berupa kasus K-3.
Salah satu upaya peningkatan daya saing melalui peningkatan keselamatan kerja. Upaya yang bisa dilakukan ILO yaitu membantu standar ketenagakerjaan di industri garmen. Program BWI telah dilakukan sejak 2011 dengan sasaran pertama kali adalah industri di Jabodetabek, Purwakarta, Karawang, serta Subang.
Saat ini, sebanyak 71 industri garmen yang terdaftar di ILO. Untuk tahap kedua ini, sebanyak tujuh industri garmen di Bandung Raya dan Majalengka. Selain di Jabar, program serupa diadakan di Jateng yang juga menjadi sentra industri garmen. Disasarnya industri garmen tidak terlepas dari kendala standar tenaga kerja yang disyaratkan oleh buyers.
Menurut Senior Enterprise Advisor BWI, M Anis Nugroho, industri garmen di Jabar kebanyakan memperoleh order dari buyers merek-merek ternama internasional. Buyers itulah yang mensyaratkan standar tenaga kerja seperti menyangkut hak pekerja yang harus dipenuhi. Jika tidak, industri garmen akan kehilangan order.
Saat ini, sedikitnya ada 25 merek internasional yang bersepakat dengan program BWI. Jika industri mampu memenuhi persyaratan standar tenaga kerja, maka ada peluang memperoleh order buyers merek internasional tersebut.
Program serupa juga diadakan bagi industri-industri di lima negara lainnya. Yaitu, Vietnam, Yordania, Haiti, Lesotho dan Nikaragua. Kasus ketenagakerjaan yang sering diabaikan oleh industri maupun perusahaan di Indonesia berupa kasus K-3.
(izz)