Buruh menolak 80% penangguhan UMP dikabulkan
A
A
A
Sindonews.com - Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) menyatakan, menolak rencana Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans), Muhaimin Iskandar yang akan mengabulkan penangguhan upah minimum provinsi (UMP) kepada sekitar 80 persen dari 908 perusahaan yang mengajukan.
"Serikat pekerja menolak keputusan Menakertrans dan Gubernur yang mempermudah penangguhan upah minimum," tegas Presidium MPBI Said Iqbal kepada Sindonews di Jakarta, Minggu (10/2/2013).
Menurut Said, penangguhan UMP yang diberikan kepada 600-an perusahaan tersebut tidak sah. Pasalnya, banyak perusahaan yang mendapatkan penangguhan UMP tanpa memenuhi memberikan laporan keuangan yang menunjukkan kerugian selama dua tahun berturut-turut sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menaker Nomor 231 Tahun 2003 (Permenaker No.231/2003).
"Semua perusahaan yang dikabulkan penangguhannya tidak memenuhi persyaratan Permenaker No 231/2003 tentang persyaratan penangguhan UMP, yaitu wajib mensyaratkan audit akuntan publik dan perusahaan merugi dua tahun," tandas Said.
Sebelumnya diberitakan, Menakertrans Muhaimin Iskandar menyatakan, sekitar 80 persen pengajuan penangguhan UMP akan dikabulkan. "Prediksi saya akan terjadi penangguhan sekitar 80 persen dari 900an itu, sekitar 600 perusahaan yang ditangguhkan," ungkap Muhaimin baru-baru ini.
Secara implisit, pria yang akrab disapa Cak Imin ini mengakui bahwa penangguhan UMP boleh dilakukan dengan hanya berdasarkan kesepakatan bipartit antara buruh dan pengusaha. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). Artinya, persyaratan lainnya sebagaimana diatur dalam Permenaker No 231/2003 bisa diabaikan.
"Kan syarat minimum bipartit. Yang penting bipartit itu terjadi agar pekerja memahami bahwa perusahaannya masih butuh penundaan, keuangannya butuh waktu untuk sehat," imbuh Muhaimin.
"Serikat pekerja menolak keputusan Menakertrans dan Gubernur yang mempermudah penangguhan upah minimum," tegas Presidium MPBI Said Iqbal kepada Sindonews di Jakarta, Minggu (10/2/2013).
Menurut Said, penangguhan UMP yang diberikan kepada 600-an perusahaan tersebut tidak sah. Pasalnya, banyak perusahaan yang mendapatkan penangguhan UMP tanpa memenuhi memberikan laporan keuangan yang menunjukkan kerugian selama dua tahun berturut-turut sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menaker Nomor 231 Tahun 2003 (Permenaker No.231/2003).
"Semua perusahaan yang dikabulkan penangguhannya tidak memenuhi persyaratan Permenaker No 231/2003 tentang persyaratan penangguhan UMP, yaitu wajib mensyaratkan audit akuntan publik dan perusahaan merugi dua tahun," tandas Said.
Sebelumnya diberitakan, Menakertrans Muhaimin Iskandar menyatakan, sekitar 80 persen pengajuan penangguhan UMP akan dikabulkan. "Prediksi saya akan terjadi penangguhan sekitar 80 persen dari 900an itu, sekitar 600 perusahaan yang ditangguhkan," ungkap Muhaimin baru-baru ini.
Secara implisit, pria yang akrab disapa Cak Imin ini mengakui bahwa penangguhan UMP boleh dilakukan dengan hanya berdasarkan kesepakatan bipartit antara buruh dan pengusaha. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). Artinya, persyaratan lainnya sebagaimana diatur dalam Permenaker No 231/2003 bisa diabaikan.
"Kan syarat minimum bipartit. Yang penting bipartit itu terjadi agar pekerja memahami bahwa perusahaannya masih butuh penundaan, keuangannya butuh waktu untuk sehat," imbuh Muhaimin.
(rna)