Telkomsel keukeh tak mau bayar fee kurator
A
A
A
Sindonews.com – PT Telekomunikasi Seluler Tbk (Telkomsel) masih pada pendapatnya semula dalam menghadapi batas akhir pembayaran fee kurator senilai Rp146,808 miliar, yakni tidak menganggap adanya tagihan karena penetapan hukum dari fee itu cacat hukum dan tidak mencerminkan rasa keadilan, kepatutan, serta kepantasan.
“Kami tidak akan melakukan pembayaran karena tidak menganggap adanya tagihan. Bagi kami tagihan itu tidak wajar,” ujar Tim Kuasa Hukum Telkomsel Andri W Kusuma kepada Sindonews, di Jakarta, Jumat (15/2/2013).
Ditegaskannya, dasar diacuhkannya pembayaran fee kurator itu karena permohonan Telkomsel telah dikabulkan kasasi pailitnya oleh Mahkamah Agung (MA). Hal ini berarti anak usaha Telkom itu tidak pailit.
“Logisnya di mana? Telkomsel dituntut pailit oleh Prima Jaya Informatika untuk yang 'katanya' utang sebesar Rp5,260 miliar. Di kasasi itu tidak terbukti. Nah, sekarang Telkomsel dituntut membayar fee kurator nyaris 300 kali lipat dari 'utang' yang dipersengketakan itu. Masuk akal tidak?” tanyanya.
Diungkapkan Andri, dalam Permenkumham yang mengatur tentang imbalan jasa kurator baik No 9/1998 atau No 1/2013 secara jelas diatur tiga hal.
Pertama, perhitungan berdasarkan aset jika pailit benar terjadi. Kedua, jika terjadi perdamaian tetap ada pemberesan dan dihitung dua persen dari aset. Ketiga, jika pailit dibatalkan di tingkat kasasi atau Peninjauan Kembali (PK), fee kurator dihitung berdasarkan jam kerja.
Perbedaan di Permenkumham lama atau baru ini adalah, di aturan lama jika tidak terjadi pailit fee kurator dihitung berdasarkan jam kerja dan ditanggung berdua. Sedangkan di aturan baru jika tidak terjadi pailit fee dihitung berdasarkan jam kerja dan ditanggung pemohon.
“Jadi, saya tegaskan, mau pakai aturan lama atau baru sama saja. Hitungannya berdasarkan jam kerja. Bukan nilai total aset,” tegasnya.
Terkait akan adanya upaya hukum ke Telkomsel jika tidak memenuhi batas waktu pembayaran, Andri dengan santai menjawab. “Silakan saja jika mau eksekusi kalau bisa,” katanya.
Untuk diketahui, perhitungan fee kurator menurut penetapan PN Niaga Jakarta Pusat adalah berdasarkan perhitungan 0,5 persen dikalikan total aset yang dimiliki Telkomsel yakni sekitar Rp58.723 triliun. Hasil perkalian itu adalah Rp293.616.135.000.
Angka sekitar Rp293,616 miliar ini dibagi dua antara Telkomsel dengan Pemohon Pailit (Prima Jaya Informatika/PJI) sehingga masing-masing dibebankan Rp146.808 miliar. Pola perhitungan itu menggunakan Permenkumham No 9/1998.
Sedangkan Telkomsel berpandangan aturan yang digunakan adalah Permenkumham No 1/2013 tentang imbalan jasa kurator yang berlaku 11 Januari 2013. Dalam aturan ini seharusnya perhitungan fee kurator adalah berdasarkan jumlah jam kerja dan bukan berdasarkan perhitungan persentase aset pailit.
Jika mengacu kepada jam kerja, dengan asumsi tarif masing-masing kurator per orang Rp2,5 juta per jam, 8 jam per hari, selama 86 hari, maka total imbalan 3 kurator sekitar Rp5,160 miliar dan dibebankan kepada pemohon pailit.
“Kami tidak akan melakukan pembayaran karena tidak menganggap adanya tagihan. Bagi kami tagihan itu tidak wajar,” ujar Tim Kuasa Hukum Telkomsel Andri W Kusuma kepada Sindonews, di Jakarta, Jumat (15/2/2013).
Ditegaskannya, dasar diacuhkannya pembayaran fee kurator itu karena permohonan Telkomsel telah dikabulkan kasasi pailitnya oleh Mahkamah Agung (MA). Hal ini berarti anak usaha Telkom itu tidak pailit.
“Logisnya di mana? Telkomsel dituntut pailit oleh Prima Jaya Informatika untuk yang 'katanya' utang sebesar Rp5,260 miliar. Di kasasi itu tidak terbukti. Nah, sekarang Telkomsel dituntut membayar fee kurator nyaris 300 kali lipat dari 'utang' yang dipersengketakan itu. Masuk akal tidak?” tanyanya.
Diungkapkan Andri, dalam Permenkumham yang mengatur tentang imbalan jasa kurator baik No 9/1998 atau No 1/2013 secara jelas diatur tiga hal.
Pertama, perhitungan berdasarkan aset jika pailit benar terjadi. Kedua, jika terjadi perdamaian tetap ada pemberesan dan dihitung dua persen dari aset. Ketiga, jika pailit dibatalkan di tingkat kasasi atau Peninjauan Kembali (PK), fee kurator dihitung berdasarkan jam kerja.
Perbedaan di Permenkumham lama atau baru ini adalah, di aturan lama jika tidak terjadi pailit fee kurator dihitung berdasarkan jam kerja dan ditanggung berdua. Sedangkan di aturan baru jika tidak terjadi pailit fee dihitung berdasarkan jam kerja dan ditanggung pemohon.
“Jadi, saya tegaskan, mau pakai aturan lama atau baru sama saja. Hitungannya berdasarkan jam kerja. Bukan nilai total aset,” tegasnya.
Terkait akan adanya upaya hukum ke Telkomsel jika tidak memenuhi batas waktu pembayaran, Andri dengan santai menjawab. “Silakan saja jika mau eksekusi kalau bisa,” katanya.
Untuk diketahui, perhitungan fee kurator menurut penetapan PN Niaga Jakarta Pusat adalah berdasarkan perhitungan 0,5 persen dikalikan total aset yang dimiliki Telkomsel yakni sekitar Rp58.723 triliun. Hasil perkalian itu adalah Rp293.616.135.000.
Angka sekitar Rp293,616 miliar ini dibagi dua antara Telkomsel dengan Pemohon Pailit (Prima Jaya Informatika/PJI) sehingga masing-masing dibebankan Rp146.808 miliar. Pola perhitungan itu menggunakan Permenkumham No 9/1998.
Sedangkan Telkomsel berpandangan aturan yang digunakan adalah Permenkumham No 1/2013 tentang imbalan jasa kurator yang berlaku 11 Januari 2013. Dalam aturan ini seharusnya perhitungan fee kurator adalah berdasarkan jumlah jam kerja dan bukan berdasarkan perhitungan persentase aset pailit.
Jika mengacu kepada jam kerja, dengan asumsi tarif masing-masing kurator per orang Rp2,5 juta per jam, 8 jam per hari, selama 86 hari, maka total imbalan 3 kurator sekitar Rp5,160 miliar dan dibebankan kepada pemohon pailit.
(gpr)