Pengusaha bantah harga daging mahal akibat kartel
A
A
A
Sindonews.com - Para pengusaha yang tergabung dalam Komite Daging Sapi Jakarta Raya (KDS Jakarta) berpendapat, tingginya harga daging sapi saat ini bukan disebabkan adanya kartel daging sapi.
"Kenaikan ini perlu kami sampaikan, ada isu kartel, bahwa ini bukan disebabkan oleh kartel," ungkap Ketua Umum KDS Jakarta, Sarman Simanjorang dalam konferensi pers di Galery Cafe TIM, Jakarta, Senin (18/2/2013).
Pendapat KDS Jakarta ini, kata Sarman, didasari oleh minimnya kontribusi daging sapi impor dalam pemenuhan kebutuhan daging nasional. Daging sapi impor hanya menyumbang sekitar 15 persen dari kebutuhan nasional. "Dari 560 ribu ton kebutuhan nasional, hanya 15 persen yang impor atau hanya 80 ribu ton," terang Sarman.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) membantah pernyataan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia yang menyebut adanya kartel daging sapi di Indonesia.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Bachrul Chairi menjelaskan, ada puluhan perusahaan yang ditunjuk untuk melakukan impor daging sapi. Situasi tersebut tidak membuat peluang terjadinya kartel. "Dari segi jumlah pengusaha cukup signifikan, kalau 53 atau 50 tidak dalam posisi oligopoli," terang Bachrul, beberapa waktu lalu.
Seperti diketahui, Kadin menyatakan, ada enam komoditas pangan yang berpotensi kartel di Indonesia. Mulai dari perdagangan daging sapi hingga beras disebut-sebut dikuasai oleh beberapa pihak.
Sebagai indikasi adanya kartel, Kadin menuturkan harga daging di Indonesia bisa sangat fluktuatif dan tidak masuk akal. "Dari 2009 ke 2012 bisa mningkat sampai 100 persen. Misalnya daging sapi, dulu Rp63 ribu (per kg) sekarang Rp95 ribu. Padahal di negara asalnya Rp53 ribu," papar Wakil Ketua Kadin bidang Pemberdayaan Daerah dan Bulog, Natsir Mansyur.
"Kenaikan ini perlu kami sampaikan, ada isu kartel, bahwa ini bukan disebabkan oleh kartel," ungkap Ketua Umum KDS Jakarta, Sarman Simanjorang dalam konferensi pers di Galery Cafe TIM, Jakarta, Senin (18/2/2013).
Pendapat KDS Jakarta ini, kata Sarman, didasari oleh minimnya kontribusi daging sapi impor dalam pemenuhan kebutuhan daging nasional. Daging sapi impor hanya menyumbang sekitar 15 persen dari kebutuhan nasional. "Dari 560 ribu ton kebutuhan nasional, hanya 15 persen yang impor atau hanya 80 ribu ton," terang Sarman.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) membantah pernyataan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia yang menyebut adanya kartel daging sapi di Indonesia.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan, Bachrul Chairi menjelaskan, ada puluhan perusahaan yang ditunjuk untuk melakukan impor daging sapi. Situasi tersebut tidak membuat peluang terjadinya kartel. "Dari segi jumlah pengusaha cukup signifikan, kalau 53 atau 50 tidak dalam posisi oligopoli," terang Bachrul, beberapa waktu lalu.
Seperti diketahui, Kadin menyatakan, ada enam komoditas pangan yang berpotensi kartel di Indonesia. Mulai dari perdagangan daging sapi hingga beras disebut-sebut dikuasai oleh beberapa pihak.
Sebagai indikasi adanya kartel, Kadin menuturkan harga daging di Indonesia bisa sangat fluktuatif dan tidak masuk akal. "Dari 2009 ke 2012 bisa mningkat sampai 100 persen. Misalnya daging sapi, dulu Rp63 ribu (per kg) sekarang Rp95 ribu. Padahal di negara asalnya Rp53 ribu," papar Wakil Ketua Kadin bidang Pemberdayaan Daerah dan Bulog, Natsir Mansyur.
(izz)