ASPIDI: Kadin mengada-ada daging dikuasai kartel
A
A
A
Sindonews.com - Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (ASPIDI) manyatakan, isu keberadaan kartel daging sapi yang dihembus-hembuskan oleh Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) hanya mengada-ada.
Berdasarkan data ASPIDI, daging sapi impor hanya dijual terbatas di tiga provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Itu pun hanya untuk kebutuhan industri dan tidak dijual di pasar secara bebas. Artinya, berapa pun jumlah daging yang diimpor sama sekali tidak berpengaruh terhadap harga pasaran daging nasional.
"Mengada-ada itu (Kadin). 85 persen daging impor hanya bergerak di tiga provinsi. Kalau bisa merembes (ke pasar) malah turun dong (harga daging)," jelas Ketua Umum ASPIDI, Thomas Sembiring usai menghadiri konferensi pers KDS Jakarta Raya di Galery Cafe TIM, Jakarta, Senin (18/2/2013).
Karena itu, pihaknya meminta Kadin maupun pihak-pihak lainnya tidak sembarangan membuat pernyataan yang memicu kontroversi. Menurut Thomas, Kadin tidak mengerti persoalan daging sapi. "Itulah kadang-kadang orang enggak ngerti. Jangan sembarang keluarkan statement bikin ricuh," ujar dia.
Senada dengan ASPIDI, sebelumnya Kementerian Perdagangan (Kemendag) membantah pernyataan Kadin yang menyebut adanya kartel daging sapi di Indonesia.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Bachrul Chairi menjelaskan, ada puluhan perusahaan yang ditunjuk untuk melakukan impor daging sapi. Situasi tersebut tidak membuat peluang terjadinya kartel amat kecil. "Dari segi jumlah pengusaha cukup signifikan, kalau 53 atau 50 tidak dalam posisi oligopoli," terang Bachrul beberapa waktu lalu.
Seperti diketahui, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan, ada enam komoditas pangan yang berpotensi kartel di Indonesia. Mulai dari perdagangan daging sapi hingga beras disebut-sebut dikuasai oleh beberapa pihak.
Sebagai indikasi adanya kartel, Kadin menuturkan bagaimana harga daging di Indonesia bisa sangat fluktuatif dan tidak masuk akal. "Dari 2009 ke 2012 bisa mningkat sampai 100 persen. Misalnya daging sapi dulu Rp63 ribu (per kg) sekarang Rp95 ribu. Padahal di negara asalnya Rp53 ribu," papar Wakil Ketua Kadin bidang Bulog Natsir Mansyur.
Berdasarkan data ASPIDI, daging sapi impor hanya dijual terbatas di tiga provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Itu pun hanya untuk kebutuhan industri dan tidak dijual di pasar secara bebas. Artinya, berapa pun jumlah daging yang diimpor sama sekali tidak berpengaruh terhadap harga pasaran daging nasional.
"Mengada-ada itu (Kadin). 85 persen daging impor hanya bergerak di tiga provinsi. Kalau bisa merembes (ke pasar) malah turun dong (harga daging)," jelas Ketua Umum ASPIDI, Thomas Sembiring usai menghadiri konferensi pers KDS Jakarta Raya di Galery Cafe TIM, Jakarta, Senin (18/2/2013).
Karena itu, pihaknya meminta Kadin maupun pihak-pihak lainnya tidak sembarangan membuat pernyataan yang memicu kontroversi. Menurut Thomas, Kadin tidak mengerti persoalan daging sapi. "Itulah kadang-kadang orang enggak ngerti. Jangan sembarang keluarkan statement bikin ricuh," ujar dia.
Senada dengan ASPIDI, sebelumnya Kementerian Perdagangan (Kemendag) membantah pernyataan Kadin yang menyebut adanya kartel daging sapi di Indonesia.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Bachrul Chairi menjelaskan, ada puluhan perusahaan yang ditunjuk untuk melakukan impor daging sapi. Situasi tersebut tidak membuat peluang terjadinya kartel amat kecil. "Dari segi jumlah pengusaha cukup signifikan, kalau 53 atau 50 tidak dalam posisi oligopoli," terang Bachrul beberapa waktu lalu.
Seperti diketahui, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan, ada enam komoditas pangan yang berpotensi kartel di Indonesia. Mulai dari perdagangan daging sapi hingga beras disebut-sebut dikuasai oleh beberapa pihak.
Sebagai indikasi adanya kartel, Kadin menuturkan bagaimana harga daging di Indonesia bisa sangat fluktuatif dan tidak masuk akal. "Dari 2009 ke 2012 bisa mningkat sampai 100 persen. Misalnya daging sapi dulu Rp63 ribu (per kg) sekarang Rp95 ribu. Padahal di negara asalnya Rp53 ribu," papar Wakil Ketua Kadin bidang Bulog Natsir Mansyur.
(gpr)