Rupiah diprediksi masih stagnan
A
A
A
Sindonews.com - Pengamat Valuta Asing, Rahadyo Anggoro Widagdo memproyeksikan, untuk Senin (18/3) nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) masih tidak akan terlalu banyak pergerakan dan diprediksi di level Rp9.690- 9.710/USD.
Menurut Rahadyo, yang harus diperhatikan adalah membaiknya ekonomi AS, dimana rilis data pengajuan klaim jaminan sosial (initial jobless claim) di AS lebih baik dari ekspektasi. "Kondisi ini diprediksi akan membuat USD akan menguat terhadap mata uang lain termasuk rupiah. Untuk itu BI perlu mengantisipasi pelemahan rupiah dengan melakukan intervensi ke pasar uang," kata Rahadyo, Senin (18/3/2013).
Selain itu, lanjut dia, untuk pekan ini yang perlu menjadi perhatian bagi pelaku pasar adalah rencana pemerintah memformulasikan kembali kebijakan subisidi bahan bakar. Rahadyo juga menyebutkan, pada hari Jumat (15/03/2013) lalu, rupiah ditutup stagnan ke level 9.703/9.707 setelah sebelumnya pada hari Kamis (14/03/2013) ditutup di level Rp9702/9707 per USD.
"Stagnannya kondisi ini diakibatkan minimnya sentiment positif terhadap ekonomi global dan masih menunggunya para pelaku pasar terhadap pertemuan para pemimpin eropa di Brussels," kata dia.
Adapun sentiment positif bagi kawasan asia, lanjut Rahadyo datang dari Jepang dimana Parlemen Jepang akhirnya menyetujui Haruhiko Kuroda sebagai gubernur BOJ berikutnya, membuka jalan untuk stimulus moneter agresif yang dicanangkan oleh Perdana Menteri Shinzo Abe sebagai bagian rencana ekonominya.
Target dari pemerintah kepada BOJ adalah dengan segera menyiapkan langkah kebijakan untuk mencapai target inflasi 2 persen. Dengan kondisi ini, Abe bisa memuluskan janji politiknya untuk mengakhiri deflasi dengan pembelanjaan besar.
Fokus kini tertuju ke apa yang akan dilakukan BOJ dalam rapat pertamanya di bawah kepemimpinan Kuroda, yang sebelumnya menjabat sebagai Presiden ADB selama delapan tahun. Rapat BOJ selanjutnya digelar pada 3-4 April 2013, di sinilah kemungkinan Kuroda meluncurkan stimulusnya.
Kuroda berjanji akan bertindak cepat dan melakukan apapun yang diperlukan untuk mencapai target inflasi. Janji itu memicu spekulasi ia bisa menggelar rapat lebih cepat dari jadwal. "Kuroda dan Iwata pernah mengimbau BOJ perlu membeli obligasi pemerintah jangka lebih panjang untuk mendorong ekspektasi inflasi," papar Rahadyo.
Menurut Rahadyo, yang harus diperhatikan adalah membaiknya ekonomi AS, dimana rilis data pengajuan klaim jaminan sosial (initial jobless claim) di AS lebih baik dari ekspektasi. "Kondisi ini diprediksi akan membuat USD akan menguat terhadap mata uang lain termasuk rupiah. Untuk itu BI perlu mengantisipasi pelemahan rupiah dengan melakukan intervensi ke pasar uang," kata Rahadyo, Senin (18/3/2013).
Selain itu, lanjut dia, untuk pekan ini yang perlu menjadi perhatian bagi pelaku pasar adalah rencana pemerintah memformulasikan kembali kebijakan subisidi bahan bakar. Rahadyo juga menyebutkan, pada hari Jumat (15/03/2013) lalu, rupiah ditutup stagnan ke level 9.703/9.707 setelah sebelumnya pada hari Kamis (14/03/2013) ditutup di level Rp9702/9707 per USD.
"Stagnannya kondisi ini diakibatkan minimnya sentiment positif terhadap ekonomi global dan masih menunggunya para pelaku pasar terhadap pertemuan para pemimpin eropa di Brussels," kata dia.
Adapun sentiment positif bagi kawasan asia, lanjut Rahadyo datang dari Jepang dimana Parlemen Jepang akhirnya menyetujui Haruhiko Kuroda sebagai gubernur BOJ berikutnya, membuka jalan untuk stimulus moneter agresif yang dicanangkan oleh Perdana Menteri Shinzo Abe sebagai bagian rencana ekonominya.
Target dari pemerintah kepada BOJ adalah dengan segera menyiapkan langkah kebijakan untuk mencapai target inflasi 2 persen. Dengan kondisi ini, Abe bisa memuluskan janji politiknya untuk mengakhiri deflasi dengan pembelanjaan besar.
Fokus kini tertuju ke apa yang akan dilakukan BOJ dalam rapat pertamanya di bawah kepemimpinan Kuroda, yang sebelumnya menjabat sebagai Presiden ADB selama delapan tahun. Rapat BOJ selanjutnya digelar pada 3-4 April 2013, di sinilah kemungkinan Kuroda meluncurkan stimulusnya.
Kuroda berjanji akan bertindak cepat dan melakukan apapun yang diperlukan untuk mencapai target inflasi. Janji itu memicu spekulasi ia bisa menggelar rapat lebih cepat dari jadwal. "Kuroda dan Iwata pernah mengimbau BOJ perlu membeli obligasi pemerintah jangka lebih panjang untuk mendorong ekspektasi inflasi," papar Rahadyo.
(rna)