Rupiah merosot tajam
A
A
A
Sindonews.com - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada hari pertama pekan ini merosot tajam dibanding penutupan pada akhir pekan lalu. Penurunan tersebut seiring melemahnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sore ini.
Posisi rupiah berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada penutupan perdagangan Senin (27/5/2013) melemah 20 poin dari Rp9.772 per USD pada akhir pekan lalu menjadi Rp9.792 per USD.
Sementara data Bloomberg mencatat bahwa kurs rupiah sore ini tergerus 19 poin menjadi Rp9.793 per USD dibanding perdagangan Jumat (24/5/2013) di Rp9.774 per USD.
Sedangkan berdasarkan data yahoofinance, mata uang domestik ditutup terdepresiasi 81 poin menjadi Rp9.833 per USD dibanding akhir pekan lalu di level Rp9.752 per USD, dengan kisaran harian Rp9.670-9.798 per USD.
Kepala Riset Trust Securities, Reza Priyambada mengatakan, laju rupiah hari ini dipengaruhi kekhawatiran terhadap rencana stimulus Bank of Japan (BoJ) yang akan mendorong volatilitas di pasar obligasi.
"Pelaku pasar melihat tidak adanya perubahan terhadap rencana stimulus tersebut, sementara pelaku pasar menginginkan BoJ lebih agresif," kata dia dalam risetnya hari ini.
Posisi rupiah berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada penutupan perdagangan Senin (27/5/2013) melemah 20 poin dari Rp9.772 per USD pada akhir pekan lalu menjadi Rp9.792 per USD.
Sementara data Bloomberg mencatat bahwa kurs rupiah sore ini tergerus 19 poin menjadi Rp9.793 per USD dibanding perdagangan Jumat (24/5/2013) di Rp9.774 per USD.
Sedangkan berdasarkan data yahoofinance, mata uang domestik ditutup terdepresiasi 81 poin menjadi Rp9.833 per USD dibanding akhir pekan lalu di level Rp9.752 per USD, dengan kisaran harian Rp9.670-9.798 per USD.
Kepala Riset Trust Securities, Reza Priyambada mengatakan, laju rupiah hari ini dipengaruhi kekhawatiran terhadap rencana stimulus Bank of Japan (BoJ) yang akan mendorong volatilitas di pasar obligasi.
"Pelaku pasar melihat tidak adanya perubahan terhadap rencana stimulus tersebut, sementara pelaku pasar menginginkan BoJ lebih agresif," kata dia dalam risetnya hari ini.
(rna)