Satu truk pasir dibarter 20 liter solar
A
A
A
Sindonews.com - Kebijakan pemerintah melakukan pembatasan solar bersubsidi dengan sistem kuota, telah menimbulkan dampak di masyarakat kecil. Salah satunya bagi para penambang pasir di sepanjang sungai Progo. Kini mereka harus melakukan barter antara solar dari tangki truk dengan pasir sungai kepada para pengemudi.
Diketahui, ratusan warga di wilayah Kecamatan Sentolo, Lendah dan Galur Kulonprogo, menggantungkan hidupnya sebagai penambang pasir. Pertambangan rakyat ini sudah menggunakan mesin diesel untuk menyedot pasir dari aliran sungai. Di wilayah Sentolo saja ada lebih dari 50 kelompok masyarakat.
Kini dengan kebijakan pemerintah melakukan pengetata BBM, khususnya solar bersubsidi membuat geliat usaha ini agak terganggu. Para penambang kini tidak lagi mudah mendapatkan solar untuk mengisi mesin dieselnya. Padahal dulu setiap saat, dengan mudah mereka membeli dengan jeriken.
“Sekarang kita tidak bisa beli di SPBU, beli dengan jeriken dilarang,” ujar salah satu penambang di Kelompok Ngupo Bogo Barokah, Armiat Yoli, Kamis (11/4/2013).
Pembatasan pembelian ini sempat membuat warga khawatir kondisi ekonominya akan terganggu. Sebab tanpa ada solar, mereka harus kembali menambang manual. Selain hasilnya minim, arus sungai yang deras membuat penambangan tradisional tidak efektif.
Hingga akhirnya mereka menyiasati dengan sistem barter, antara pasir dengan solar dari tangki truk. Satu truk pasir akan ditukar dengan 20 liter solar yang diambil dengan cara menyedot dari tangki. Cara ini terbukti ampuh untuk memebuhi kebutuhan solar setiap hari. “Per liter kita hargai Rp5.000, jadi sopir juga untung Rp500,” jelasnya.
Satu unit mesin, setiap harinya menghabiskan solar hingga 20 sampai dengan 30 liter. Dengan jumlah ini bisa menghasilkan pasir antara 30 sampai denga 50 bak truk. Satu pasir dalam bak truk dibanderol Rp130 ribu, tergantung besar kecilnya ukuran bak. “Sekarang kalau ada solar ya kerja, tidak ada ya libur,” ujar Kemat, operator mesin.
Diketahui, ratusan warga di wilayah Kecamatan Sentolo, Lendah dan Galur Kulonprogo, menggantungkan hidupnya sebagai penambang pasir. Pertambangan rakyat ini sudah menggunakan mesin diesel untuk menyedot pasir dari aliran sungai. Di wilayah Sentolo saja ada lebih dari 50 kelompok masyarakat.
Kini dengan kebijakan pemerintah melakukan pengetata BBM, khususnya solar bersubsidi membuat geliat usaha ini agak terganggu. Para penambang kini tidak lagi mudah mendapatkan solar untuk mengisi mesin dieselnya. Padahal dulu setiap saat, dengan mudah mereka membeli dengan jeriken.
“Sekarang kita tidak bisa beli di SPBU, beli dengan jeriken dilarang,” ujar salah satu penambang di Kelompok Ngupo Bogo Barokah, Armiat Yoli, Kamis (11/4/2013).
Pembatasan pembelian ini sempat membuat warga khawatir kondisi ekonominya akan terganggu. Sebab tanpa ada solar, mereka harus kembali menambang manual. Selain hasilnya minim, arus sungai yang deras membuat penambangan tradisional tidak efektif.
Hingga akhirnya mereka menyiasati dengan sistem barter, antara pasir dengan solar dari tangki truk. Satu truk pasir akan ditukar dengan 20 liter solar yang diambil dengan cara menyedot dari tangki. Cara ini terbukti ampuh untuk memebuhi kebutuhan solar setiap hari. “Per liter kita hargai Rp5.000, jadi sopir juga untung Rp500,” jelasnya.
Satu unit mesin, setiap harinya menghabiskan solar hingga 20 sampai dengan 30 liter. Dengan jumlah ini bisa menghasilkan pasir antara 30 sampai denga 50 bak truk. Satu pasir dalam bak truk dibanderol Rp130 ribu, tergantung besar kecilnya ukuran bak. “Sekarang kalau ada solar ya kerja, tidak ada ya libur,” ujar Kemat, operator mesin.
(gpr)