Bank Dunia: Ekonomi Asia terancam overheating
A
A
A
Sindonews.com - Bank Dunia mengungkapkan, ekonomi di Asia Timur dan Pasifik akan tumbuh sebesar 7,8 persen tahun ini, pada permintaan domestik. Tetapi mereka memperingatkan negara-negara di wilayah tersebut untuk menjaga overheating pada kredit dan harga aset.
Dilansir dari Global Post, Senin (15/4/2013), perkiraan pertumbuhan naik dari proyeksi tahun lalu sebesar 7,5 persen. Namun, Bank Dunia melihat data terbaru dari ekspansi Asia Timur dan Pasifik akan turun menjadi 7,6 persen pada tahun depan.
Permintaan domestik akan mendukung kenaikan setelah wilayah tersebut menyumbang 40 persen dari pertumbuhan global tahun lalu. Risiko global yang timbul dari krisis utang zona euro dan showdown fiskal AS telah mereda, dan tanda-tanda pemulihan ekonomi di negara maju menjadi sinyal baik bagi ekspor Asia.
Namun, satu masalah yang muncul adalah risiko overheating di kawasan tersebut lebih besar. Suku bunga mendekati nol dan kebijakan moneter yang mudah di AS, Uni Eropa dan Jepang, telah menyebabkan eksodus uang besar-besaran ke pasar negara berkembang, termasuk Asia. Mereka berharap mendapat keuntungan yang lebih tinggi.
Inflow telah meningkatkan properti dan harga saham tetapi ada kekhawatiran gelembung aset bisa runtuh setelah dana ditarik.
Dikombinasikan dengan masuknya dana, langkah-langkah stimulus domestik, termasuk suku bunga rendah yang dilaksanakan pemerintah untuk meningkatkan permintaan karena ekspor berkurang, telah menyebabkan tingkat utang yang lebih tinggi dan inflasi.
"Tindakan lanjutan permintaan meningkat mungkin menjadi kontra-produktif karena bisa menambah tekanan inflasi," kata Bert Hofman, pimpinan ekonom regional Bank Dunia.
Bank Dunia menyebutkan, arus modal bruto di wilayah tersebut sebesar USD46,8 miliar dalam tiga bulan pertama tahun ini, naik 86,3 persen dari tahun lalu. Sementara jumlah uang tunai di pasar saham Asia naik dua kali lipat lebih dari tahun sebelumnya menjadi USD13,2 miliar (dari USD5,6 miliar).
Dilansir dari Global Post, Senin (15/4/2013), perkiraan pertumbuhan naik dari proyeksi tahun lalu sebesar 7,5 persen. Namun, Bank Dunia melihat data terbaru dari ekspansi Asia Timur dan Pasifik akan turun menjadi 7,6 persen pada tahun depan.
Permintaan domestik akan mendukung kenaikan setelah wilayah tersebut menyumbang 40 persen dari pertumbuhan global tahun lalu. Risiko global yang timbul dari krisis utang zona euro dan showdown fiskal AS telah mereda, dan tanda-tanda pemulihan ekonomi di negara maju menjadi sinyal baik bagi ekspor Asia.
Namun, satu masalah yang muncul adalah risiko overheating di kawasan tersebut lebih besar. Suku bunga mendekati nol dan kebijakan moneter yang mudah di AS, Uni Eropa dan Jepang, telah menyebabkan eksodus uang besar-besaran ke pasar negara berkembang, termasuk Asia. Mereka berharap mendapat keuntungan yang lebih tinggi.
Inflow telah meningkatkan properti dan harga saham tetapi ada kekhawatiran gelembung aset bisa runtuh setelah dana ditarik.
Dikombinasikan dengan masuknya dana, langkah-langkah stimulus domestik, termasuk suku bunga rendah yang dilaksanakan pemerintah untuk meningkatkan permintaan karena ekspor berkurang, telah menyebabkan tingkat utang yang lebih tinggi dan inflasi.
"Tindakan lanjutan permintaan meningkat mungkin menjadi kontra-produktif karena bisa menambah tekanan inflasi," kata Bert Hofman, pimpinan ekonom regional Bank Dunia.
Bank Dunia menyebutkan, arus modal bruto di wilayah tersebut sebesar USD46,8 miliar dalam tiga bulan pertama tahun ini, naik 86,3 persen dari tahun lalu. Sementara jumlah uang tunai di pasar saham Asia naik dua kali lipat lebih dari tahun sebelumnya menjadi USD13,2 miliar (dari USD5,6 miliar).
(dmd)