Wall Street merosot tajam terimbas ledakan Boston
A
A
A
Sindonews.com - Saham-saham di bursa Wall Street pada perdagangan semalam waktu setempat ditutup merosot tajam dan menjadi hari perdagangan terburuk sejak 7 November 2012.
Pelemahan tajam tersebut dipicu penurunan besar pada harga komoditas. Selain itu, data pertumbuhan ekonomi China yang di bawah ekspektasi juga memberi sentimen negatif. Namun, dua ledakan di Boston yang mengejutkan investor, menjadi pemicu pelemahan tajam di akhir sesi perdagangan.
Saham-saham sektor komoditas memimpin koreksi tajam, dengan komoditas emas mengalami penjualan terburuk dalam 30 tahun terakhir dan data China memicu kekhawatiran terhadap kekuatan ekonomi dunia. The SPDR Gold Shares ETF (GLD.P) anjlok 8,8 persen menjadi USD131,31.
Sejumlah analis mengatakan, pasar saham sudah rawan terhadap koreksi, mengingat kenaikan tajam sejak awal tahun yang terjadi pada indeks Dow Jones dan S & P 500 yang baru-baru ini berhasil mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah. Sepanjang tahun ini, S & P 500 menguat 8,8 persen.
"Saya tidak berpikir pasar akan memiliki banyak toleransi untuk berita buruk. Ada sejumlah berita buruk, seperti PDB China. Aksi ambil untung mulai mengambil alih dan pada sesi akhir perdagangan, kami mendapat laporan bahwa ada ledakan di Boston, sehingga membuat banyak orang khawatir," kata Presiden Mitra Platinum, Uri Landesman seperti dilansir Reuters, Selasa (16/4/2013).
Data menunjukkan bahwa GDP China pada kuartal I/2013 menurun menjadi 7,7 persen dibanding kuartal IV/2012 sebesar 7,9 persen dan di bawah perkiraan ekonom mencapai 8,0 persen.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJI) merosot 265,86 poin atau 1,79 persen menjadi 14.599,20, The Standard & Poor 500 Index (SPX) anjlok 36,49 poin atau 2,30 persen ke 1.552,36, dan Nasdaq Composite Index (IXIC) terkoreksi 78,46 poin atau 2,38 persen menjadi 3.216,49.
Penurunan ketiga indeks di Wall Street tersebut merupakan persentase penurunan harian terbesar sejak 7 November 2012, ketika pasar melakukan memilih keluar dari pasar menyusul pemilihan presiden AS.
Pelemahan tajam tersebut dipicu penurunan besar pada harga komoditas. Selain itu, data pertumbuhan ekonomi China yang di bawah ekspektasi juga memberi sentimen negatif. Namun, dua ledakan di Boston yang mengejutkan investor, menjadi pemicu pelemahan tajam di akhir sesi perdagangan.
Saham-saham sektor komoditas memimpin koreksi tajam, dengan komoditas emas mengalami penjualan terburuk dalam 30 tahun terakhir dan data China memicu kekhawatiran terhadap kekuatan ekonomi dunia. The SPDR Gold Shares ETF (GLD.P) anjlok 8,8 persen menjadi USD131,31.
Sejumlah analis mengatakan, pasar saham sudah rawan terhadap koreksi, mengingat kenaikan tajam sejak awal tahun yang terjadi pada indeks Dow Jones dan S & P 500 yang baru-baru ini berhasil mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah. Sepanjang tahun ini, S & P 500 menguat 8,8 persen.
"Saya tidak berpikir pasar akan memiliki banyak toleransi untuk berita buruk. Ada sejumlah berita buruk, seperti PDB China. Aksi ambil untung mulai mengambil alih dan pada sesi akhir perdagangan, kami mendapat laporan bahwa ada ledakan di Boston, sehingga membuat banyak orang khawatir," kata Presiden Mitra Platinum, Uri Landesman seperti dilansir Reuters, Selasa (16/4/2013).
Data menunjukkan bahwa GDP China pada kuartal I/2013 menurun menjadi 7,7 persen dibanding kuartal IV/2012 sebesar 7,9 persen dan di bawah perkiraan ekonom mencapai 8,0 persen.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJI) merosot 265,86 poin atau 1,79 persen menjadi 14.599,20, The Standard & Poor 500 Index (SPX) anjlok 36,49 poin atau 2,30 persen ke 1.552,36, dan Nasdaq Composite Index (IXIC) terkoreksi 78,46 poin atau 2,38 persen menjadi 3.216,49.
Penurunan ketiga indeks di Wall Street tersebut merupakan persentase penurunan harian terbesar sejak 7 November 2012, ketika pasar melakukan memilih keluar dari pasar menyusul pemilihan presiden AS.
(rna)