IHSG diprediksi bertahan di zona hijau
A
A
A
Sindonews.com - Variatifnya pergerakan bursa regional direspon positif oleh Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), bergitu pun pada perdagangan hari ini. IHSG diperkirakan akan tertantang untuk terus melangkah di zona hijau.
Kepala riset Trust Securities, Reza Periyambada memproyeksikan, IHSG pada perdagangan hari ini akan berada pada support 4.855-4.875 dan resistance 4.956-4.963. Berpola menyerupai bullish engulfing di atas middle bollinger bands (MBB). MACD masih mendatar dengan histogram negatif yang memendek. RSI, William's %R, dan Stochastic mencoba upreversal.
"Akhirnya IHSG berhasil juga masuk dalam kisaran target resisten kami (4.937-4.956) setelah mampu bertahan di atas level 4.860 (batas middle bollinger band) seperti yang kami harapkan," kata Reza, Rabu (17/4/2013).
Reza menegaskan, di tengah laju bursa saham regional lain yang terpantau variatif, diharapkan dengan masih adanya daya dorong IHSG dan rebound-nya harga komoditas meski tipis dapat mengangkat laju IHSG.
Pada perdagangan kemarin, tampak sekali tidak ingin lama berkubang di zona merah dan derasnya ekspektasi akan pelemahan IHSG membuat laju IHSG tertantang untuk rebound di tengah variatifnya laju bursa saham Asia.
Apalagi sebelumnya bursa saham AS dan Eropa anjlok cukup dalam setelah terimbas data-data pertumbuhan China yang kurang baik dan begitupun dengan data internal AS yang juga menunjukkan penurunan.
Di sisi lain, ada pula yang sempat menganggap tragedi ledakan bom di Boston akan berimbas negatif pada IHSG, namun sepertinya hal itu tidak terlalu nampak pada laju IHSG yang justru menghijau.
Sepanjang perdagangan, IHSG menyentuh level 4.945,25 (level tertingginya) di akhir sesi 2 dan menyentuh level 4.856,30 (level terendahnya) di awal sesi 1 dan berakhir di level 4.945,25.
Volume perdagangan dan nilai total transaksi naik. Investor asing mencatatkan nett sell dengan kenaikan nilai transaksi beli dan transaksi jual. Investor domestik mencatatkan nett buy.
Pergerakan nilai tukar rupiah kembali melemah setelah rilis penjualan kendaraan di Australia mengalami penurunan dan hasil pertemuan RBA yang mengindikasikan tidak akan berlanjutnya pelonggaran moneter.
Rilis data inflasi di Inggris juga tidak terlalu mendapat respon positif meski secara bulanan turun, namun secara tahunan tetap dan dari sisi core inflation tahunan justru naik. Begitu pun dengan rilis inflasi zona Eropa yang juga mengalami kenaikan; serta rilis ZEW Economic Sentiment Jerman dan zona Eropa yang menurun makin menambah sentimen negatif.
Indeks saham Asia variatif dengan penguatan pada bursa saham China setelah harga saham-saham properti terapresiasi dengan ekspektasi pemerintah China tidak akan mengetatkan kredit properti pasca rilis penurunan GDP nya.
Di sisi lain, pelaku pasar ternyata juga mengapresiasi harga saham-saham automotif dan penerbangan seiring dengan rendahnya harga komoditas, terutama harga minyak mentah.
Penurunan harga komoditas juga diapresiasi bursa saham India dengan ekspektasi pemerintahnya akan dapat menurunkan current account deficit-nya. Sementara indeks HSI dan Nikkei masih melemah dengan sentimen perlambatan pertumbuhan di China dan menguatnya nilai tukar yen.
Kepala riset Trust Securities, Reza Periyambada memproyeksikan, IHSG pada perdagangan hari ini akan berada pada support 4.855-4.875 dan resistance 4.956-4.963. Berpola menyerupai bullish engulfing di atas middle bollinger bands (MBB). MACD masih mendatar dengan histogram negatif yang memendek. RSI, William's %R, dan Stochastic mencoba upreversal.
"Akhirnya IHSG berhasil juga masuk dalam kisaran target resisten kami (4.937-4.956) setelah mampu bertahan di atas level 4.860 (batas middle bollinger band) seperti yang kami harapkan," kata Reza, Rabu (17/4/2013).
Reza menegaskan, di tengah laju bursa saham regional lain yang terpantau variatif, diharapkan dengan masih adanya daya dorong IHSG dan rebound-nya harga komoditas meski tipis dapat mengangkat laju IHSG.
Pada perdagangan kemarin, tampak sekali tidak ingin lama berkubang di zona merah dan derasnya ekspektasi akan pelemahan IHSG membuat laju IHSG tertantang untuk rebound di tengah variatifnya laju bursa saham Asia.
Apalagi sebelumnya bursa saham AS dan Eropa anjlok cukup dalam setelah terimbas data-data pertumbuhan China yang kurang baik dan begitupun dengan data internal AS yang juga menunjukkan penurunan.
Di sisi lain, ada pula yang sempat menganggap tragedi ledakan bom di Boston akan berimbas negatif pada IHSG, namun sepertinya hal itu tidak terlalu nampak pada laju IHSG yang justru menghijau.
Sepanjang perdagangan, IHSG menyentuh level 4.945,25 (level tertingginya) di akhir sesi 2 dan menyentuh level 4.856,30 (level terendahnya) di awal sesi 1 dan berakhir di level 4.945,25.
Volume perdagangan dan nilai total transaksi naik. Investor asing mencatatkan nett sell dengan kenaikan nilai transaksi beli dan transaksi jual. Investor domestik mencatatkan nett buy.
Pergerakan nilai tukar rupiah kembali melemah setelah rilis penjualan kendaraan di Australia mengalami penurunan dan hasil pertemuan RBA yang mengindikasikan tidak akan berlanjutnya pelonggaran moneter.
Rilis data inflasi di Inggris juga tidak terlalu mendapat respon positif meski secara bulanan turun, namun secara tahunan tetap dan dari sisi core inflation tahunan justru naik. Begitu pun dengan rilis inflasi zona Eropa yang juga mengalami kenaikan; serta rilis ZEW Economic Sentiment Jerman dan zona Eropa yang menurun makin menambah sentimen negatif.
Indeks saham Asia variatif dengan penguatan pada bursa saham China setelah harga saham-saham properti terapresiasi dengan ekspektasi pemerintah China tidak akan mengetatkan kredit properti pasca rilis penurunan GDP nya.
Di sisi lain, pelaku pasar ternyata juga mengapresiasi harga saham-saham automotif dan penerbangan seiring dengan rendahnya harga komoditas, terutama harga minyak mentah.
Penurunan harga komoditas juga diapresiasi bursa saham India dengan ekspektasi pemerintahnya akan dapat menurunkan current account deficit-nya. Sementara indeks HSI dan Nikkei masih melemah dengan sentimen perlambatan pertumbuhan di China dan menguatnya nilai tukar yen.
(rna)