Defisit perdagangan Jepang melebar
A
A
A
Sindonews.com - Jepang memperpanjang serangkaian defisit perdagangan pada Mei 2013, karena biaya impor negara naik akibat melemahnya yen diimbangi melonjaknya ekspor ke Amerika Serikat (AS) dan China.
Data ekspor menguat 10,1 persen dibanding tahun lalu, datang setelah angka sebelumnya menunjukkan ekonomi terbesar ketiga di dunia itu tumbuh lebih cepat dari perkiraan pada kuartal pertama.
Penurunan tajam yen sejak akhir tahun lalu membuat eksportir Jepang di luar negeri lebih kompetitif dan meningkatkan nilai pendapatan dari luar negeri.
Data perdagangan adalah sinyal penting bagi para ekonom yang telah berusaha untuk menjabarkan apakah "Abenomics" - sebuah program belanja besar pemerintah dan pelonggaran moneter yang agresif - bereaksi terhadap perekonomian.
"Ini (data ekspor) menunjukkan perusahaan Jepang dalam bentuk yang lebih baik," kata Junko Nishioka, kepala ekonom RBS Securities Japan kepada Dow Jones Newswires, seperti dilansir dari AFP, Rabu (19/6/2013).
"Profitabilitas mereka juga meningkat hari ini, berarti mereka menjadi lebih tahan terhadap guncangan eksternal potensial," tambahnya.
Departemen Keuangan menunjukkan, defisit perdagangan Jepang tumbuh 9,5 persen dari tahun sebelumnya menjadi 993,9 miliar yen (USD10,4 miliar), kekurangan kesebelas berturut-turut dan string defisit terpanjang bulanan dalam tiga dekade.
Namun, defisit Mei lebih kecil dari perkiraan karena pasar telah memperkirakan kekurangan sekitar 1,2 triliun yen. Ekspor naik 10,1 persen menjadi 5,76 triliun yen tumbuh untuk bulan ketiga berturut-turut pada pengiriman lebih tinggi ke AS dan China. Sementara ekspor ke Eropa masih lemah, jatuh 4,9 persen.
Impor juga naik 10,0 persen, sebagai peningkataan bulanan ketujuh berturut-turut, karena biaya bahan bakar dan barang-barang lainnya melonjak akibat pelemahan yen.
"Volume impor akan tetap tinggi karena permintaan bahan bakar. Situasi itu tidak akan berubah drastis kecuali pembangkit listrik tenaga nuklir kembali beroperasi," ujar Masahiko Hashimoto, ekonom dari Daiwa Institute of Research.
Impor bahan bakar Jepang telah melonjak karena kebanyakan dari reaktor nuklir berhenti beroperasi sejak gempa dan tsunami pada 2011 memicu kecelakaan nuklir terburuk di dunia dalam satu generasi.
Data ekspor menguat 10,1 persen dibanding tahun lalu, datang setelah angka sebelumnya menunjukkan ekonomi terbesar ketiga di dunia itu tumbuh lebih cepat dari perkiraan pada kuartal pertama.
Penurunan tajam yen sejak akhir tahun lalu membuat eksportir Jepang di luar negeri lebih kompetitif dan meningkatkan nilai pendapatan dari luar negeri.
Data perdagangan adalah sinyal penting bagi para ekonom yang telah berusaha untuk menjabarkan apakah "Abenomics" - sebuah program belanja besar pemerintah dan pelonggaran moneter yang agresif - bereaksi terhadap perekonomian.
"Ini (data ekspor) menunjukkan perusahaan Jepang dalam bentuk yang lebih baik," kata Junko Nishioka, kepala ekonom RBS Securities Japan kepada Dow Jones Newswires, seperti dilansir dari AFP, Rabu (19/6/2013).
"Profitabilitas mereka juga meningkat hari ini, berarti mereka menjadi lebih tahan terhadap guncangan eksternal potensial," tambahnya.
Departemen Keuangan menunjukkan, defisit perdagangan Jepang tumbuh 9,5 persen dari tahun sebelumnya menjadi 993,9 miliar yen (USD10,4 miliar), kekurangan kesebelas berturut-turut dan string defisit terpanjang bulanan dalam tiga dekade.
Namun, defisit Mei lebih kecil dari perkiraan karena pasar telah memperkirakan kekurangan sekitar 1,2 triliun yen. Ekspor naik 10,1 persen menjadi 5,76 triliun yen tumbuh untuk bulan ketiga berturut-turut pada pengiriman lebih tinggi ke AS dan China. Sementara ekspor ke Eropa masih lemah, jatuh 4,9 persen.
Impor juga naik 10,0 persen, sebagai peningkataan bulanan ketujuh berturut-turut, karena biaya bahan bakar dan barang-barang lainnya melonjak akibat pelemahan yen.
"Volume impor akan tetap tinggi karena permintaan bahan bakar. Situasi itu tidak akan berubah drastis kecuali pembangkit listrik tenaga nuklir kembali beroperasi," ujar Masahiko Hashimoto, ekonom dari Daiwa Institute of Research.
Impor bahan bakar Jepang telah melonjak karena kebanyakan dari reaktor nuklir berhenti beroperasi sejak gempa dan tsunami pada 2011 memicu kecelakaan nuklir terburuk di dunia dalam satu generasi.
(dmd)