Thailand batal pangkas harga beras

Selasa, 02 Juli 2013 - 17:34 WIB
Thailand batal pangkas...
Thailand batal pangkas harga beras
A A A
Sindonews.com - Perdana Menteri Thailand membatalkan keputusan memotong harga beras petani sebesar 20 persen, setelah selama dua pekan memicu kemarahan warga pedesaan.

Thailand membayar beras 50 persen lebih tinggi dari nilai pasar sejak 2011 dalam upaya meningkatkan pendapatan petani miskin yang secara tradisional mendukung partai berkuasa.

Dilansir dari Straits Times, Selasa (2/7/2013), skema harga beras diangkat pemerintah tak lama setelah kemenangan pemilu Perdana Menteri Yingluck Shinawatra pada 2011. Kritikus menilai pemilih pedesaan penuh dengan korupsi dan telah menyebabkan harga komoditas melonjak, menggoyang kerajaan dari tempatnya sebagai eksportir beras utama dunia.

Lebih dari 200.000 petani merencanakan menjual 2,9 juta ton beras pada tingkat 15.000 bath. Jumlah tersebut akan dibayar hingga 15 September, setelah musim panen selesai.

Sebelumnya, Yingluck mengatakan, pihaknya bersedia membantu petani tetapi mereka juga harus bersedia membantu pemerintah menstabilkan harga beras kerajaan.

Pemerintah mencoba menjual beras di pasar dunia. Namun menghadapi persaingan ketat dengan produsen saingan, seperti Vietnam dan India, yang mengakibatkan kehilangan pendapatan sekitar 137 miliar baht (USD4,5 miliar).

Petani menyambut pembatalan pemangkasan harga dan mengancam akan mengadakan protes yang sangat memalukan pemerintah jika diberlakukan. "Kami tidak akan reli sekarang," kata Boonchoey Prasit, ketua Asosiasi Petani Padi.

Tapi, eksportir beras bereaksi keras atas keputusan itu, karena harus berjuang menjual stok komoditas yang mahal. "Ini kembali ke titik. Tidak ada yang bisa kita lakukan. Itu adalah masalah politik," kata Chookiat Ophaswongse, presiden Asosiasi Eksportir Beras Thailand.

Tahun ini, Thailand diperkirakan membeli 22 juta ton gandum dengan biaya sebesar 500 miliar baht. Sejak Thailand mulai membeli beras pada harga tinggi, posisi sebagai eksportir beras utama dunia diambil alih India dan Vietnam.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0748 seconds (0.1#10.140)